The Most Bad Luck Writer

399 69 9
                                    

"I'm not chasing for fame, i just want somebody reads my mind."

✖👽✖


ORANG luar punya banyak opini tentang penduduk Roswell di tenggara Meksiko Baru, meskipun yang terbanyak adalah kecaman "aneh" dari berbagai kalangan. Kemudian, ada yang paling aneh dari yang terbodoh; bukan lagi soal penduduk Roswell dengan obsesi ekstraterestial mereka, melainkan tentang seorang anak yang tubuhnya tak pernah berkembang.

Itu sebuah keanehan juga, tahu? Aku tak akan menyebutnya sindrom kurcaci atau anak yang malas minum susu kalsium tinggi. Tapi aku menyebutnya, diriku yang keren dan extra-biasa. Tak berkembang dalam fisik bisa jadi sesuatu yang unik. Tak semua orang bisa merasakan "muda selamanya" atau masa kanak-kanak yang agak lebih panjang. Bagian paling hebat adalah ketika kau menipu penjaga permainan arkade di restoran agar mendapatkan bonus koin. Oh, lihat betapa konyolnya saat dia mempercayai itu!

Tetapi ada yang lebih konyol lagi, seperti ini misalnya; alih-alih menghabiskan waktu bolos di kelas olahraga untuk beli taco, aku terlanjur mendekam di toilet. Bukan urusan dengan defekasi atau apa, aku hanya menyegarkan beranda Booky-Ooh puluhan kali (wifi di sini sungguh kencang). Padahal, sekalipun jariku bengkak, pengikutku di akun "aplikasi buku gratis" itu akan tetap satu. Pembaca ceritaku akan tetap nol. Aku tak menyalahkan pemrogram Booky-Ooh atau penggunanya, tapi memang ada hal yang salah.

"Terkutuklah alien," aku menyembunyikan ponsel ke dalam topi baseball dan melahap bonbon karet, "ceritaku sudah paling bagus. Mereka ingin kisah romansa, dan kuberikan anjing kanibal menikahi presiden Amerika. Siapa yang punya ide itu selain aku?"

Aku termenung di dalam toilet hingga kelas usai dan tersentak. Bunyi keletak sepatu hak Mrs. Dou menggema di lorong Sekolah Atas Roswell hingga terdengar olehku. Aku menjerit saat pintu didobrak. Wanita itu pipinya semerah saus tomat, bola mata besarnya nyaris mencelat. Mrs. Dou tak banyak omong: ditariknya lenganku keluar toilet menuju kantor kepala sekolah. Semua murid tercengang-cengang melihat Mrs. Dou menggeretku seperti maling daging kaleng.

"Kalau kau meminta satu noda raksasa; bandel, kotor dan bermasalah; jawabannya adalah ini." Mrs. Dou menarik tudung jaketku sehingga aku terhuyung ke depan, menghadap meja Kepala Sekolah John yang dilapisi taplak berumbai alay.

"Aku tidak melakukan apapun!" sanggahku, "dan aku tidak kotor, mandi dua kali sehari pakai sabun mentol."

"Dia bolos pelajaran," Mrs. Dou menarik napas hingga hidung mancungnya mengembang, "dan dia mengataiku anjing kanibal."

"Orang-orang menyeletukkan pikirannya saat mereka kaget," sanggahku. "Dan mendobrak pintu toilet itu tidak sopan, Nyonya. Kau harus bersyukur karena aku belum buka celana."

Mrs. Dou menggeram, tangannya sudah terangkat untuk menjewer telingaku--namun Kepala Sekolah John menyela, "tahan, Dourent, anak ini punya jutaan umpan. Kalau kau memakannya terus, dia tak akan lelah memancing."

"Ya, dengarkan dia, Dourent," timpalku puas.

Mrs. Dou sudah mendengus-dengus layaknya banteng sebelum rodeo--jika saja antingnya terpasang di hidung. Dia merapikan seragam dengan kasar dan membusungkan dada. "Saya permisi," tukasnya dengan kejengkelan maha dahsyat yang terpendam, Mrs. Dou meninggalkan ruangan.

"Kalau begitu, menurut saya, Anda tidak tertarik dengan anjing kanibal?"

Kepala Sekolah John mengulum senyum. "Tidak, tidak. Justru aku mau tahu lebih lanjut tentang itu."

10 Oddish You Don't Wanna Know [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang