Ms. Sunflower Brights the Cemetery

61 22 11
                                    

SEJAK memasuki bulan November, cahaya matahari jadi lebih pelit dan dinginnya cuaca menusuk mantelmu hingga ke tulang. Untuk seluruh semenanjung, termasuk bagian terkecil seperti Marstrand juga. Langit kotamadya Kungälv itu seperti gadis yang sedang patah hati, galau dan murung setiap hari.

Tetapi, anak sekampus melihatku selalu tampil terang sampai-sampai mereka bilang, "Itu si Gadis Bunga Matahari yang akan mencerahkan musim dingin tahun ini!". Setidaknya, karena sebagian faktor seperti rambut pirang keemasan, mata ambar, dan pakaianku yang serba putih; mulai dari blus, rok mengembang dengan keliman penuh, hingga sepatu bot bulu. Padahal, aku tak bermaksud untuk tampil mencolok. Toh, bukankah dengan setelan serba putih, aku akan tersamarkan di antara gundukkan salju?

Tetapi, begitulah orang-orang menilai terlalu cepat. Tanpa mengetahui dari mana aku berasal, atau apa yang kulakukan di bagian utara Swedia pada tahun ajaran baru kemarin. Mereka tak akan percaya jika mengetahui perkerjaanku yang sesungguhnya.

🌻

Tidak lazim bagi seorang perempuan muda mengendarai sepeda di jalanan Marstrand yang berliku dan dipagari pondok-pondok kuno, menembus kabut malam menuju pukul dua belas. Aku tidak bersantai, seperti menonton tayangan spesial Natal Disney ketika sore, minum cokelat hangat dan mengobrol bersama keluarga dalam nuansa kenyamanan yang kuat, atau merayakan Minggu Adven. Aku mengemban perkerjaan penting.

Sepeda itu kuparkirkan di depan gerbang pemakaman. Sambil merapatkan mantel, aku bergegas masuk menginjak tanah salju lembab dan menghampiri sebuah batu datar mirip podium di antara batu-batu nisan. Setelah siap, aku menarik napas menjentikkan jari.

Seketika itu juga, tangan-tangan tengkorak keluar dari dalam tanah bersama suara-suara geraman, desahan serak dan tulang yang meretak-retak. Para Mayat Hidup bangkit dan berkumpul mengelilingiku dengan tampang mereka yang sudah kuhafal; kemeja cokelat compang-camping dan kerucut lalu lintas menggantung di kepala. Sebagian yang lain memakai seragam football, perlengkapan scuba, peranti penambang, kaos pelompat plus tongkatnya, dan beberapa jenis dari profesi yang berbeda.

Ketika semua telah berkumpul, keheningan merayap. Meninggalkan desau angin pelan dan gemerisik ranting pohon ranggas yang saling bersinggungan.

"KAU TERLAMBAT," kata Newspapper. Kakek pemarah itu memperbaiki kacamata sebelum membanting korannya. "POGO SUDAH MELOMPAT LEBIH SERATUS KALI DI ALAM BAKA."

"Tak keberatan!" celetuk Pogo.

"Kami dapat bonus waktu untuk berlatih! Benar 'kan, Anak-anak?" sahut Dancer dan para Backup.

"Tapi, Imp sudah tertidur, dia cepat sekali capek," timpal Bungee. "Kau sebaiknya jangan terlambat lagi."

"Maaf," kataku. "Kita mulai kelasnya sekarang."

Para Mayat Hidup bergumam-gumam hingga meramaikan pemakaman. Dahulu, mereka tidak pernah bergairah seheboh sekarang. Dahulu, mereka hanya akan duduk galau sambil memikirkan taktik mengalahkan para Tanaman. Namun, sekarang, aku datang untuk membimbing mereka.

🌻

P

elajaran taktik dan strategi berlangsung satu jam, tanpa korupsi berlebihan. Mereka harus memaklumi bahwa sekarang aku adalah manusia--dan seorang perempuan muda. Tidak baik berlama-lama di pemakaman.

"Sampai jumpa," kataku sebelum turun dari batu podium dan keluar gerbang.

"Ms. Sunflower!"

Jack datang dengan box kejutannya yang mendadak terbuka dan--mengejutkan. "Aku ingin tahu, kapan kami akan berduel secara resmi lagi dengan para Tanaman?"

"Benar, aku juga mau tahu," sambung Balloon yang ikut menyusul sambil melayang. "Aku tak sabar untuk bertemu Kaktus yang curang itu. Orang bodoh juga tahu kalau balon akan meledak karena tusukkan tajam!"

"Barangkali tidak akan lama," jawabku. "Kalian juga sudah semakin berkembang."

"Kita BERKEMBANG!" Jack tertawa menggila dan memukul balonnya Balloon. "SELAMAT TINGGAL MASA KEBODOHAN."

"Aw, iya, iya--halo masa kecerdasan," timpal Ballon sambil meringis. Kemudian, kedua Mayat Hidup itu pergi kembali ke liang lahat mereka diiringi obrolan seru. Aku hanya menggeleng dan mengulum senyum.

"Ms. Sunflower," panggil seorang Mayat Hidup yang sedang menghalangi jalanku. Conehead memandangku dengan bola mata kosongnya. "Gunakanlah ini selama bersepeda."

"Oh, wow, terima kasih?" aku menautkan alis seraya menerima kerucut lalu lintas yang ia berikan. "Pasti akan sangat ... melindungi kepalaku."

"Kau tidak kedinginan, 'kan, Miss? Cuacanya sangat membekukan sampai-sampai Yeti butuh tanah ekstra untuk selimutnya."

"Oh, tidak apa-apa. Apa kau tak pernah dengar pepatah, *Det Finns Inget Dåligt Väder, Bara Dåliga Kläder?"

"Sudah, Miss. Barusan ketika kau bilang."

"Baiklah, bagus," aku mengangguk, "kalau begitu, aku pamit dulu, Conehead."

"Apa kau tidak melupakan sesuatu ketika datang ke sini, Miss?"

Aku berpikir sejenak.

"Oh, benar! Aku lupa membawakan kudapan untuk kalian. Ikan hering makanan favoritmu, ya, Conehead? Aku hanya punya ...," aku mengecek isi tas selempang dan menemukan toples kaca, "... Lingonberry! Aku tak yakin kalian punya roti untuk dijadikan teman selai."

"Oh, begitu ...." Conehead agak menunduk.

"Jangan khawatir! Aku akan diundang ke pesta udang karang besok. Aku janji akan membawakan sebagian untuk kalian. Teman-teman kampusku tidak kikir, mereka suka berbagi secara melimpah."

"Kau pasti senang sekali bisa memiliki mereka."

"Ya, kupikir begitu. Meskipun pada awalnya aku kurang terbiasa dengan sifat egaliter mereka yang sudah berakar. Tak ada yang lebih berharga daripada yang lain. Sebuah prinsip kesederajatan yang belum pernah kudapat selama di keluarga Kebun Zen."

"Itu menjadi pengalaman baru, Miss."

"Ya, kurasa juga begitu," aku mengedikkan bahu, "baiklah, aku akan pulang sekarang. Sampai jumpa, Conehead."

Aku melintasi gerbang dan kembali mengendarai sepeda di jalan-jalan Marstrand yang sudah lengang. Seakan-akan, aku bisa mendengar suara debur ombak dari pantai yang tak jauh dari sini. Dan dengan udara lembap tengah malam, segalanya berhasil menyihirku untuk terlena.

Dulu, ketika aku belum jadi manusia, tidak ada yang namanya mengantuk atau tidur. Hanya ada berproses, berproses, dan berproses untuk sebuah cahaya matahari. Untuk kekuatan saudara-saudaraku di Kebun Zen. Tetapi, sekarang, segalanya telah berubah.

Aku bukan Sunflower yang mereka kenal seperti dulu.

🌻

CATATAN KAKI:
*tidak ada yang salah dengan cuaca, yang salah itu pakaiannya.

February, 22 2021
22.12 pm.

10 Oddish You Don't Wanna Know [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang