Where do She Live?

54 20 1
                                    

"JANE? Ya ampun, sudah tiga kali dalam sepekan ini. Apa ada yang tahu kenapa?"

Lamat-lamat, terdnegar suara gumaman yang mirip dengung lebah-lebah. Perlahan semakin jelas apa yang mereka bicarakan: aku. Kurasakan seluruh tubuh sakit, seperti lebam, patah tulang dan nyeri saraf, lalu terbangun di atas setumpukkan kardus berdebu dalam gudang. Aku terbatuk-batuk, mengerjapkan mata dan melihat orang-orang menatapku heran.

"Kenapa belakangan kau suka mendekam di sini, Jane?" tanya seorang wanita. Seolah-olah dia sangat mengenalku, tapi aku sama sekali tidak, selain dari tanda pengenalnya yang di atas jas: Mrs. Odkavce.

Aku terbelalak. "Mom!? Ternyata kau di sini! Larutan buatan kalian menghancurkan segalanya!"

Mrs. Odkavce melongo, begitu pula beberapa murid di sekitarnya yang tadi membantuku berdiri. "Mom? Kau sedanb meracau apa, Jane? Ayo, lebih baik kau pulang ke asrama, jangan berlama-lama di sekolah. Akisca, bantu dia. Aku akan ke kantor dulu."

Gadis berambut merah itu menangguk, lalu mengangkat tamgannya. "Ayo, Jane. Mary, ajak dia."

Seorang anak lain langsung menarikku agar mengikuti Akisca di belakang. Dia meremas pundakku. "Kau tidak gila, 'kan?"

"Apa? Tentu tidak!" aku terkejut. "Akisca, kau sepupuku, 'kan?"

"Sepupu? Kurasa kita hanya teman sekamar," kata gadis itu enteng. "Kau mungkin perlu liburan ke rumah, ya? Sekolah berasrama ini pasti sebuah beban."

"Sekolah asrama!" aku menganga. "Ya Tuhan, ada apa ini?" dengan intuitif, aku segera melepas genggaman Mary dan berlari menjauhi mereka. Aku terbelalak melihat sebuah tempat yang sangat asing: sebuah sekolah besar, gedung-gedung kaku yang saling berhadapan dengan sebuah pekarangan hijau luas di antaranya, ditumbuhi rumpun-rumpun bunga.

Jantungku berdebar-debar--ini bukan di kotaku. Di mana!? Aku kembali berlari di koridor-koridor itu hingga menabrak seseorang yang baru turun dari tangga. Kami berdua jatuh berdebam dengan kuat seperti peluru yang saling tertolak. Aku mengusap mata. "Ramirez! Kau mengenalku, 'kan? Kau sepupuku!"

Anak lelaki itu terkejut. "Jane ...?"

"Iya! Jane!" aku bangkit dan mengguncang kedua bahunya. "Kota kita hancur! Monster-monster berkeliaran. Keluarga besar Odkavce hilang, Mom dan Dad juga. Hanya ada kau, Lumerus dan Edille."

Ramirez tertegun, pancaran matanya masih penuh tanda tanya dan ketertakjuban. "Jane, kau mengatakan itu juga kemarin."

"Apa?"

"Tentang monster, aku, Lumerus dan Edille. Mom dan Dad. Ledakan. Kau terus mengatakan itu. Kau juga percaya bahwa Mrs. Oliva adalah ibumu."

Lidahku kelu. "Ta-tapi itu memang--"

"Memang benar," Ramirez menunduk dan memelankan suaranya, "di waktu yang lain, kau adalah Jane biasa yang suka bolos kelas dan makan apel di kebun, mengasumsikan dirimu seperti Isaac Newton. Tapi, di waktu lainnya, kau seperti ini. Bukan Jane yang santai, melainkan panik."

Ramirez menegakkan punggungnya lagi. "Ikut aku." Kami bergerak menyusuri lorong dan berbelok, memasuki ruangan berpintu ganda.

Di perpustakaan minimalis yang elegan itu, anak-anak duduk dnegan tenang membaca buku dna mengerjakan tugas. Sesekali mereka melirikku dengan waspada, takut, dan sinis. Berbisik dengan teman di sebelahnya. Hampir saja aku menjulurkan lidah pada mereka, sebelum Ramirez menarik tanganku ke bagian rak yang terujung.

"Jangan banyak tingkah. Kalau kau semakin terlihat aneh, kau akan dijebloskan ke pusat rehabilitasi."

"Apa kau juga berpikir aku gila?"

10 Oddish You Don't Wanna Know [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang