Magic that Taste Like Death

65 23 3
                                    

SEORANG penguasa tak pernah takut, tak pernah tunduk pada siapa pun. Bahkan normalnya tak perlu ada pengalaman terkejut. Tapi, yang ini, sih, memang kelewatan.

Aku tertegun di seberang gerbang Lenox H.S yang tadinya emas berkilau menjadi hitam bertanduk, gedung-gedung putih yang futuristik berubah hitam--bukan marmer lagi melainkan batu-batu--dengan menara tinggi berkabut. Sekolah elit itu mendadak seperti kastil eropa zaman dulu.

Kerah bajuku tertarik ke belakang bis sekolah, menghadapkanku pada seorang gadis berambut hitam ikal yang selalu punya tatapan tajam. Drea mendesis. "Apa kau gila? Berdiri di sana sama seperti kau menjadi sasaran empuk, Alexandru. Kau tak tahu betapa berhasratnya Jeremy untuk membunuhmu."

"Jeremy tetaplah Jeremy, Kawan. Tak peduli dengan atau tanpa sihir, dia tetap di ceking kotor."

Drea menendang roda bis dan mengacungkan jari telunjuk. "Kuperingatkan kau sekali lagi. Jangan pernah remehkan dia atau--"

Segaris cahaya hitam melesat menabrak bis hingga meledakkannya--tapi aku dan Drea telah melompat menghindar. Aku berbatuk-batuk akibat asap dan serpihan komponen bis yang terlontar berjatuhan. Sekelebat bayangan-bayangan hitam berbentuj imaji malaikat maut berputar dan menembakkan cahaya-cahaya hitam. Menyerang apa pun, meledakkannya.

"Kita menyusup lewat belakang!" seru Drea sambil menembakkan cahaya ungu padanya yang membuatnya dapat melayang di udara. Dia terbang dengan cepat mendahuluiku yang berlari tersenggal-senggal.

Aku tak pernah menyangka semester dua akan berawal seperti kekacauan.

💀💀💀

Pekarangan belakang sekolah ternyata telah dijaga oleh pasukan Bayangan. Aku dan Drea tak sempat mengelak ketika mereka menangkap kami, menggiring dengan paksa di sepanjang lorong yang mirip kastil besar. Hingga ke ruang aula yang berubah menjadi balai pertemuan kerajaan, aku dan Drea dihempas di hadapan sebuah singgasana. Asap-asap hitam yang menggumpal seperti awan, dengan seorang laki-laki duduk di sana: menyilangkan kedua kakinya, mengedikkan dagu, menatap angkuh. Rambutnya tidak hitam lepek seperti dulu, melainkan tersibak seperti baru saja disemir wax.

Dia pasti bukan Jeremy Gregha.

"Kau sudah berani menunjukkan tampang aslimu, eh?" sindir Drea, langsung membuatku terbelalak. Oh, ini mimpi buruk. Harusnya aku yang paling tampan.

"Drea Kenn," panggil Jeremy dengan serak. "Ingat perjanjian kita sewaktu di Merchye?"

"Ya, tapi bukan menguasai sampai seperti ini, Greg," tutur Drea. "Hanya sampai menghasut penduduknya. Bukan menjadikan pelajar di Lenox H.S sebagai budak tahanan, atau mengubah apa-apa."

"Sedikit improvisasi, bukankah baik?"

"Well, improvisasimu jelek kalau begitu," tukasku. "Turun dari asap bau hangus itu, Jeremy. Kita bertarung di bawah."

Drea melotot, menyikutku dengan keras. Jeremy tersenyum miring. Dia melompat turun dari sana, melayang pelan seperti kapas, lalu berdiri tegap. Tidak bungkuk seperti biasanya.

"Kau mau menguasai sekolah, Alexandru?"

"Aku SUDAH dan SELALU menguasainya."

"Bagaimana kalau kita berkerja sama?"

"Untuk apa?"

"Untuk menguasai kota ini, lalu dunia."

Aku tertawa. "Maksudku, untuk alasan konyol apa aku harus berkerja sama denganmu? Ew. Tidak akan."

10 Oddish You Don't Wanna Know [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang