Neither Me or Them

32 18 3
                                    

APA rasanya ketika seseorang bangun tidur di depan meja dan menemukan pisau teracung padanya? Tapi, syukurlah, pisau itu tak dipegang siapa-siapa. Hanya tergeletak penuh ancaman dan tanda tanya.

Pintu kamar tempat menginapku diketuk, sehingga aku bangun dan mengintip. Alskavic ada di sana, dengan wajah santai menyapa,"selamat pagi.". Aku melirik di balik pintu ke atas meja, tempat pisau-entah-dari-mana berada dengan janggal. Kemudian, menatap Alskavic lagi. Ada sesuatu yang aneh darinya.

S

emua orang sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan, Alskavic yang pandai memasak bisa membuat lima piring roti lapis telur mata sapi. Para polisi dibiarkan minum kopi di ruang tamu, membicarakan sesuatu yang rahasia.

"Jadi, apa menurut kalian mereka tidak sehat?" tanyaku terang-terangan.

"Aku tak bisa percaya juga, Jean," kata Devine. "Aku yakin tidak ada penjahat di antara kita."

"Aku yakin setiap manusia punya hati kecil yang jahat," tukas Mr. P dengan alis garang yang selalu tertekuk sebal. "Tak ada yang tak mungkin."

Fred tertawa. "Mana ada, lah, Tuan. Ada, kok, yang tidak mungkin. Misalnya, fenomena Mr. P tersenyum."

"Bukan waktu yang tepat untuk bercanda, menurutku," tutur Alskavic setelah menenggak susu almond. "Ini perkara serius. Aku tak tahu siapa di antara kita, atau siapa dalang di balik rumor ini. Tapi, yang jelas, kalau kalian merasa baik, tak perlu khawatir. Sebentar lagi kita pasti dibebaskan."

"Seolah-olah kita sedang dipenjara?" aku meringis.

"Bisa ya, bisa tidak," Devine merenggangkan tangannya, "kasur di sini bahkan lebih empuk dari yang di rumah satunya. Aku bisa-bisa mati terlelap di sana."

"Omong-omong soal mati," Alskavic menarik napas tegang, "di kamarku ada sebuah pisau dan surat. Apa kalian sedang main lelucon?"

Fred terbelalak. "Sungguh? Karena di kamarku juga ada, tapi hanya pisau."

"Tak mungkin," gumamku. "Aku pun menemukan itu di kamarku. Tanpa surat."

Devine tertegun, meremas ujung jemarinya. "Serius, Kawan. Tidak lucu main-main begini. Salah satu dari kalian, ya? Atau kalian berkerja sama menakut-nakutiku."

Mr. Pete berdeham keras hingga ruang makan itu hening. Dia dan beberapa polisi telah berbaris di sana, berkumpul. Hingga salah satu dari mereka mendekatiku dan mengangkat sebuah borgol--

--kemudian mengambil lengan Mr. P. Pria tua itu terbelalak dan bersiap meledak.

"Apa-apaan!" teriaknya. Wajah putih pucatnya langsunhg bersemu merah padam. "APA YANG KAU KUNCI DI TANGANKU, HAH?"

"Tenang, Tuan. Terbuka saja di pengadilan," kata Mr. Pete dingin. "Dengan ini, kalian semua bebas. Priclet McKenzie akan kami tahan sementara, sebelum sidang."

Mr. P mengamuk alang kepalang hingga masuk ke mobil polisi. Beberapa polisi yang tersisa mengamankan peralatan investigasi dan beranjak pergi pula. Fred masih melongo, Devine tertegun, dan Alskavic memandang kosong.

"Mustahil," desis Fred. "Dia tua."

"Usia tak menentukan baik-jahatnya seseorang, Fred." Devine menepuk pundaknya. "Kita juga tidak tahu isi setiap kepala orang. Kadang yang tampak di luar tak selalu benar."

"Tapi, Mr. P orang yang tak suka repot," aku merosot di dinding, bertekuk lutut, "mana mungkin orang begitu mau-maunya merenggut nyawa orang lain."

Sejenak teras rumah itu menjadi sunyi, bahkan tak sedikit pun angin berdesir padahal masih musim gugur. Sampai ketika Alskavic tertawa. Aku mengernyit heran, begitu pula Devine dan Fred yang terkaget-kaget. Pemuda itu berbalik dan menepuk pundak Devine, lalu pundak Fred, lalu mendekat padaku. Dia ikut berjongkok dan menyeringai.

"Dasar Pembohong Kecil."

March, 2 2021
23.17 pm.

10 Oddish You Don't Wanna Know [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang