Meadow in the Middle of the Wood

51 23 5
                                    

ROWENEA yakin, dia hanya sedang menyibak-nyibak ilalang untuk menemukan Abraham Lincoln. Tetapi, mencari ulat hijau di antara ilalang semampai dan tanah becek ternyata tidak mudah. Sepatunya bahkan sudah tersangkut dalam lumpur hisap dan terlepas begitu saja--Rowenea tak peduli lagi karena kaus kakinya juga sudah kotor. Jadi dia terus menyusuri rawa itu hanya untuk mencari ulat hijau gendut. Sekali lagi, ulat hijau gendut yang namanya sangat tidak pantas dipakai untuknya.

"Kadang-kadang aku merasa bodoh," gumam Rowenea. Dia berbalik dan menatap ilalang yang telah menutup segala jalur dan mengurungnya seperti labirin, lalu kembali menghadap depan. Diterobosnya lagi ilalang itu, hingga ia keluar ke sebuah tanah lapang super luas. Sinar matahari yang tadinya terhalang ilalang, kini bisa bersinar penuh dan menyilaukan.

Anak itu melotot. Dia memandangi sebuah stepa rumput hijau yang snagat asri dan damai. Anehnya adalah stepa itu berada di dalam hutan, seperti lapangan bola raksasa yang dikelilingi pepohonan tusam. Rowenea kira, sebuah rumah kayu tingkat dua yang tegak di pusatnya adalah fenomena paling aneh, tapi dia salah.

Karena kejadian yang lebih aneh terjadi tepat setelah itu: seorang anak perempuan melompat keluar dari rawa ilalang sambil berjingkrak geli. Dia menggerutu, "Katak jorok! Siput! Lintah! Cacing seribu kaki! Aku benci sekali, benci sekali dari apa pun di dunia ini bahkan Rowenea."

"Paris Crystalle?" Rowenea terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Tentu saja aku dipaksa mencarimu!"

"Bukan, bukan," sanggah Rowenea. "Dengan pakaianmu itu, bukankah seharusnya kau sedang di pesta minum teh bersama Tuan Beruang Teddy?"

Wajah Paris memerah tepat setelah tawa Rowenea meledak-ledak.

"Tidak tahu diuntung!" umpat Paris. "Kau tahu, aku dan Kiscke sampai harus bersusah-payah melintasi setapak becek yang kotor itu hanya untuk menjemputmu!"

"Kiscke? Di mana?"

"Di--" Paris menoleh ke belakang, ke depan, ke sekilingnya, lalu terbelalak, "--di mana ini!?"

"Entahlah, Par," Rowenea mengedikkan bahu dan berjalan menuju rumah kayu asing, "tapi, aku akan tanya siapa pun yang ada di sana."

"Bagaimana kalau itu orang jahat?" Paris menyusul Rowenea dengan masih berjingkrak dan menggenggam keliman tunik. "Bagaimana kalau itu markas perdagangan anak? Kelompok pemutilasi? Nenek sihir? Atau kurcaci!"

"Tak masalah. Bilang saja, kita cuma pinjam motor. Nanti dikembalikan kalau kita sampai ke perkemahan."

"Pertama, Sayang, tidak ada jalur untuk motor lewat. Dan siapa yang mengembalikan itu kalau pemiliknya tidak ikut ke sana? Dan bagaimana cara pemiliknya naik motor jika dia orang dewasa? Tidak lucu kalau kita bertiga."

"Permisi, Tuan dan Nyonya siapa pun kalian." Rowenea mengetuk pintu kayu sementara Paris terkesiap--tidak sadar bahwa mereka sudah tiba di sana. Jantungnya berdegup, ditariknya tudung hoodie Rowenea.

"Lebih baik kita kembali dan cari jalan sendiri."

"Ogah! Kau bukan navigator ulung."

"Rowenea! Kita tidak sedang naik kapal!"

Mendadak, pintu kayu itu berderit terbuka. Rowenea dan Paris menoleh perlahan-lahan, terbelalak, menjatuhkan rahang mereka sampai-sampai lalat sudah bisa masuk. Di ambang pintu itu, seorang pemuda telah berdiri tegap. Kulitnya krem, masih normal seperti manusia. Tetapi, iris mata, rambut dan pakaiannya serba hijau daun.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Setelah seekor anjing hijau menyelinap ke luar dan melompat ke arah Paris, gadis itu menangkapnya, menatapnya, kemudian langsung pingsan.

🌗

"Kami tak pernah kedatangan tamu. Apa yang membawa kalian ke mari?"

"Kawan, serius, aku suka sekali rambutmu yang mirip brokoli--dan alis itu seperti batang seledri. Kau ini manusia sayur, ya?"

"Maaf, aku tidak mengerti maksudmu. Bisa kalian tunggu sebentar? Ibuku sebentar lagi selesai memasak jangkrik panggang dan susu kambing."

"Wow, kalian punya selera yang aneh."

Sayup-sayup, pendengaran Paris menangkap itu semua. Dia tak sanggup lagi berpura-pura pingsan dan mendnegarkan percakapan--yang pasti memusingkan ketika--dipimpin Rowenea. "Hentikan, tolong," ketus Paris sambil memijat-mijat pelipisnya.

"Oh, kau sudah bangun."

"KAU MASIH HIDUP?"

Paris menarik ujung rambut Rowenea. "Kau ini jahat benar!"

"Furn, apa ada yang mengetuk pintu?" seorang wanita gemuk pendek keluar dari ruang dapur, membawa loyang dengan sarung tangan oven. Ketika tiba di ruang tamu, dia terkaget-kaget.

"Halo, Nyonya," Rowenea tersenyum lebar, "gaun tidurmu seperti sulur tanaman, rumput dan daun kering. Model dari mana?"

Paris menutupkan tudung Rowenea ke kepalanya dan mendorong tengkuknya hingga ia tertunduk. Rowenea meronta-ronta, tapi Paris membiarkannya. "Maaf, kami anak karyawisata SMA Echomore yang tersesat. Apa Anda tahu jalan kembali ke trek di hutan?"

"Oh, oh, ya ampun ...." Wanita itu segera meletakkan loyangnya di atas bufet dan bergegas menghampiri mereka. "Begini, Anakku. Kalian tak seharusnya bisa ke sini. Kalian anak manusia."

"Ya, tentu saja kami anak manusia--bukan anak kudanil," celetuk Rowenea. "Sobat Hijau, apa ini ibumu?"

"Aku Furn," kata pemuda itu. "Bukan Sobat Hijau. Ya, ini ibuku, panggil saja Nyonya Margareth."

"Kalian pasti kelurga sayur," Rowenea terkagum-kagum, "tinggal bagaimana rupa ayahmu, Furn Sobat Hijau. Pasti mirip bayam--atau daun parsley."

Paris juga bingung setengah mati. Orang-orang di hadapannya itu memang serba hijau, dalam rumah mereka yang serba kayu hutan. Tapi, yang penting, mereka berwujud manusia dan tidak punya senapan, artinya tidak berbahaya. Paris berdeham. "Mohon maaf, Nyonya Margareth. Kami tersesat. Bisa bantu kami keluar dari rawa ilalang itu? Anda, kan, penduduk di sekitar sini. Seharusnya ada peta khusus dalam ingatan Anda."

Margareth mengusap-usap dadanya, masih agak kaget berat. Dia sungguh tak menyangka bisa kedatangan tamu, padahal kawasan rumah mereka telah dilindungi dinding tak kasat mata yang terlindungi. Tetapi, kedua anak perempuan itu justru mampu menembusnya. Sebuah keganjilan.

"Sulit untuk menjelaskannya," tutur Margareth. "Tapi, kalian belum bisa keluar sekarang. Oleh karena itu, tinggallah di sini untuk sementara. Selama itu, kami akan carikan cara."

Kepala Paris sudah hendak melayang dan ia akan pingsan lagi, sedangkan Rowenea bersorak-sorak kegirangan. "Akhirnya, aku akan tinggal bersama keluarga sayur. Betapa asyiknya."

🌗

February, 20 2021
22.50 pm.

10 Oddish You Don't Wanna Know [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang