Pertemuan

322 36 46
                                    

Kalau ditanya bagaimana perasaanku saat ini,___ aku juga tidak bisa bercerita banyak, sejak tiba di Villaku, jantungku semakin berdebar tak menentu, berulang kali kuperiksa setiap sudut ruangan memastikan keadaan Villa sudah cukup baik untuk menerima seseorang.

Seseorang yang istimewa, yang padanya satu- satunya pernah kuundang datang ke Villa persembunyianku. Yang padanya pernah kuberikan janji yang membuat hatiku berdebar tak menentu. Yang padanya kupastikan selalu ada rasa yang kian menyembul tiap kali disembunyikan. Rasa yang kian timbul tiap kali ditimbun.Rasa yang kian mengapung tiap kali ditenggelamkan, yang enggan mati seberapa pun ditebas habis.

Karena rasa itu adalah rindu, yang selalu menghangatkan hatiku, di kala aku tak pernah merasakan rasa itu saat menatap wanita yang dijodohkan padaku.

Kerana rindu hanyalah seutas ungkapan, yang seberapa pun dibayar tuntas, sebagaimana pun dipangkas jarak, seingin apa pun dilahap waktu, akan terus bertanya : Kapan?

Kapan rupa itu kembali kupandang.

Serumit apapun masalah ku, sesulit apapun hidupku, Se- buntu apapun kondisiku saat ini, aku tak bisa menolak keinginan hatiku, aku ingin bertemu.

"Tuan, hidangan untuk makan malam sudah disiapkan, ada lagi yang anda butuhkan?" Suara pelayan yang bekerja di Villaku membuatku menoleh ke arah meja makan.

Hidangan makan malam untuk dua orang sudah disajikan, Maya akan tiba dalam waktu sepuluh menit, dan dadaku berdebar semakin kencang, kurasa aku gemetaran.

"Tidak, itu saja,___ dan untuk sarapan besok pagi, kurasa aku bisa menyiapkannya sendiri." Kubuang pandanganku ke arah lain, agar dia tak bisa menebak mengapa aku mengatakan demikian.

"Ba- baik, Tuan, jika tidak ada lagi yang anda butuhkan, permisi, Tuan." Sialan, dia bisa menangkap getaran dalam suaraku.

Aku tak pernah menerima tamu,___ tak pernah menunggu seseorang, Villa ini sangat privasi, kecuali saat itu, saat Shiori diam- diam muncul disini.

"Ya."Jawabku singkat, berusaha menjaga nada suaraku, agar dia tak merasakan badai bergemuruh dalam dadaku.

Suara pintu ditutup membuatku sadar jika sebentar lagi Maya akan melalui pintu itu.

Aku menarik napas, bingung sebaiknya aku menunggunya dimana, pertemuan ini pastilah sangat emosional , mengingat selama ini dia selalu mengajukan permintaan untuk bertemu dengan Mawar Ungu, bahkan hanya untuk sekedar mendengar suaraku, dia pernah berbicara sendiri di telepon, dan aku hanya bisa mendengarkan.

Aku tahu, aku begitu pengecut untuk mengakuinya,__ sementara dia begitu berani untuk menghadapinya.

Kuputuskan ,__ aku menunggunya di beranda samping, dengan pemandangan langit malam dan laut lepas, mungkin bisa sedikit mengurangi ketegangan.

Baru saja aku tiba di beranda,___ aku mendengar suara pintu dibuka,___

Aku membeku.

Debar di dadaku semakin bergemuruh kencang.

Aku hanya bisa diam.

Kudengar lamat- lamat suara Hijiri, dan langkah kaki yang mulai berjalan  masuk ke dalam Villa.

"Terimakasih Kak Hijiri," 

Suara itu. Suara gadis yang kurindukan, rasanya aku ingin berlari menyambutnya, lalu merengkuhnya kedalam pelukanku, tapi yang kulakukan,__ kakiku terpaku bahkan wajahku tak bisa kutolehkan hanya untuk sekedar melihatnya datang.

Astaga, aku sangat menyedihkan.

"Baik, Nona, besok pagi aku akan menjemput anda kembali, Selamat malam."

The Shape Of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang