Pergi

255 35 46
                                    

Hampir mendekati tengah malam ketika aku keluar dari kantor setelah mendapat pemberitahuan Hijiri jika situasi sudah aman untuk menemui Maya di apartementnya. Ya,__ mana mungkin aku bisa melewatkan malam ini tanpa mengucapkan selamat atas kemenangan dan perjuangannya.

Kukendarai mobilku keluar dari parkir gedung Daito, dan setelah yakin tidak ada yang membuntuti baru kuarahkan ke gedung apartement dimana Maya tinggal.

Setelah menunggu beberapa saat di parkir basement dan kuyakin tidak ada orang yang melihat, aku bergegas keluar dan menghilang kedalam lift lalu menekan lantai tujuanku.

Tak lama aku telah berdiri di depan pintu apartementnya, saat menekan bel, aku hanya menunggu beberapa menit dan pintu terbuka, ia berdiri dengan mengenakan piyama berwarna merah muda, aku tersenyum dan segera masuk lalu menutup pintu, kuraih ia dalam dekapanku dan kubenamkan ciuman panjang diatas kepalanya, ia balas mendekapku, dan kami hanya saling memeluk dalam waktu cukup lama, seolah bisa melunturkan rindu dan keresahan yang menghentak- hentak membuat ketidaksabaran untuk bertemu.

Rindu yang tak pernah berkesudahan dan karena semakin saling menatap semakin ingin segera bertemu.

"Aku bangga padamu, sekali lagi kau buktikan kau berhasil." Ucapku penuh haru. AKu takzim dengan perjuangannya yang kutahu tak pernah mudah, sekali lagi ia membuka mata dunia lebar- lebar, jika ia merebut kesempatan dengan 1 persen yang ia miliki.

"Aku tak akan berhasil jika bukan karena anda." Ucapnya lirih.

"Kau berhasil karena kau yakin." Balasku cepat.

"Aku berhasil karena aku memahami perasaan Akoya, dan itu berkat anda."

Kurenggangkan pelukanku, dan kutatap wajahnya.

Manik coklat itu bergerak balas menatapku " Apa kau ingin katakan jika perasaan Akoya itu ditujukan untukku?"

Dia mengangguk "Dari sejak latihan hingga pada akhirnya, aku hanya membayangkan perasaan itu hanya milik anda."

Kutatap wajahnya lebih lama, dan perlahan semburat warna merah menjalar diwajahnya hingga pada batas lehernya.

Kupeluk ia lagi, dan kubenamkan ciumanku lebih lama di puncak kepalanya yang wangi.

Hatiku bergetar, dan dadaku berdebar kencang, dia mengakui perasaan cintanya tanpa malu- malu, sementara aku yang menerimanya,___ tentu perasaan bahagia meluap- luap tak dapat ku bendung.

'"Terimakasih, seharusnya aku sudah tahu saat dilembah plum kau pun berusaha menyampaikannya, aku saja yang begitu lamban menangkap semua isyarat darimu."

Dia balas mendekapku lagi.

"Kuharap aku tak terlambat,__" Ucapnya lirih.

Hatiku teremas saat mendengar ucapannya, Tidak, ia tak pernah terlambat, aku yang terlalu tolol dan pengecut selama ini memendam rasa terlalu lama, terlalu takut jika ia menolaknya. Duku aku selalu berfikir  mustahil jika perasaan benci yang kerap ia tunjukkan berubah menjadi sayang dan rindu. Aku terlalu yakin jika perasaannya padaku tak akan berubah, aku terlalu kaku hingga tak pernah berfikir jika sang pemilik hati bisa dengan mudah membolak balikkan rasa, dan saat aku menyangka keinginanku yang mustahil terwujud, hidupku sudah snagat rumit seperti benang kusut.

Tak lama kami kembali duduk berdampingan di sofa, ada yang mengganjal pikirannya, dan ia menatapku ragu.

"Nona Shiori kelihatan sudah sehat." Ucapnya perlahan.

"Emosinya belum stabil, dan ingatannya belum pulih." Jawabku

Dia membuang pandangannya, sesaat matanya menyendu. " Apa anda kembali  berencana akan menikahinya?" Tanyanya ragu.

The Shape Of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang