Maya (1)

258 29 58
                                    

Aku terjaga ketika cahaya matahari menerobos tirai kamarku, perlahan kubuka mataku, hatiku perih dan gelombang sesak menghantam dada, rasanya sangat nyeri. Seharusnya pagi ini aku bangun dengan kebanggaan dan kebahagiaan menguasai dari ujung rambut hingga jari kaki, tepuk tangan membahana yang kudengar tadi malam, seru- seruan namaku, pujian dari kritikus entertainmet, buket bunga yang memenuhi lobby apartement dan ballroom Hotel dari Direktur Rumah Produksi, Sponsor, sederet nama yang asing bagiku, Pemilik Teater, hadiah- hadiah penarik hati membanjiri apartement seusai pengumuman itu.

Aku tak tertarik.

Hatiku sunyi.

Dia telah pergi.

Kekasih hatiku pergi.

Selalu begitu, meninggalkanku saat aku tengah tertidur, meski janjinya menghangatkan hatiku, tapi jika aku bisa memilih, aku ingin tetap bersamanya, melalui badai dan kerikil sepanjang perjalanan kami berdua, meski pecahan kaca yang harus kujalani, aku tetap memilih bersamanya.

Kutarik kedua lutut ke dadaku, berharap agar kehangatan tubuhnya yang memelukku sepanjang malam tak menguap begitu saja, aku ingin mengekalkannya selamanya, pertama kali kami bergelung ditempat tidur berdua, seusai membahas rencana masa depan yang entah bila bisa mewujudkannya, ia meneriakkan ditelingaku agar aku terus berjuang, tentu aku,___ menerimanya.

Aku percaya padanya,___tak urung hatiku nyeri setiap memikirkan dan menyebut namanya, apa ia akan baik- baik saja? Menentang keinginan ayah dan keluarga paling berkuasa di Jepang, memilih mundur dan menghilang.

Aku tahu ia melakukannya untuk melindungiku, agar tak nampak jejak perasaan yang ia beri untukku.

"Tetaplah pakai topengmu, kita harus terlihat tidak ada hubungan sama sekali, agar kau tak digunakan mereka untuk memaksa dan menekanku kembali." Ia bisikkan kata- kata itu saat derai airmata tak kunjung berhenti.

Ia terus menabahkan hatiku, aku mengekalkan wangi tubuhnya dengan pelukanku, sambil tersedu aku menyerahkan hatiku padanya, genggamlah, dan bawa serta, agar ia tak pernah merasa sepi dan rindu saat aku jauh darinya.

Tetap saja aku menggigil mengingat perjuangannya, aku tahu pasti berat, sangat berat, ia memulai semuanya dari awal, sementara disini ia memiliki semuanya.

Kutarik tangan untuk mendekap lututku, sesaat aku terpana melihat-nya. Sesuatu tersemat di jemari manis tangan kiriku, kutendang selimut dan aku segera berlari menyibak tirai agar tak salah melihat-nya.

Benda itu melingkari jemari manisku, kilaunya tampak sangat berlebihan dibawah sinar mentari pagi, hangatnya hingga ke relung hati.

Tanpa kata, ia memberiku ikatan hati.

Aku tersedu,___ ia meninggalkanku dengan sepotong hati, meski tanpa kata-kata, aku berikan janji untuk menjaganya.

****

Hampir satu minggu berlalu sejak aku menerima Hak waris itu,___ aku belum melakukan apa- apa, masih terlalu malas untuk berencana apapun, meski banyak tawaran yang datang, aku masih menunggu dan memilih seperti arahan Pak Masumi padaku, kubiarkan berbagai Rumah Produksi dan Teater yang mengajakku bergabung, aku belum menentukan pilihan.

Aku tetap datang ke studio latihan lamaku,__ sekedar pemanasan agar tubuhku tak kaku, setelah itu aku langsung pulang dan mengurung diriku, sesekali menerima kunjungan dari teman- temanku.

Apartementku termasuk paling menjaga Privasi, kemanannya tingkat tinggi, beberapa hari lalu aku dengar dari Manajer  Floor yang bertugas di lantai tempatku tinggal jika seseorang pernah bermaksud melihat CCTV pada lantai tempatku tinggal, Manajer Floor membuat laporan pada atasan, orang itu diusir bahkan diancam ke pihak yang berwenang, meski kudengar ia bermaksud memberi sejumlah uang, tapi Pihak manajemen terlalu profesional.

The Shape Of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang