Janji

298 30 45
                                    

Kutatap wajah mungil yang masih tertidur pulas diatas tempat tidurku, masih pukul 4 pagi, tapi aku sudah bersiap untuk pergi, sungguh jika bukan karena rencana untuk menemui dr. Kenneth Yeo di Hongkong, aku masih enggan untuk meninggalkannya, mengingat betapa sulit dan emosional mengundang dia untuk datang kemari.

Aku masih ingin menyelimutinya dengan kedua lenganku, menghangatkannya dan menatapnya yang tengah bermimpi, berharap apa yang terjadi disini bukan hanya sekedar mimpi. Aku ingin terus membalutnya dengan kebahagiaan, karena menatap senyum dan tawanya menghangatkan hatiku, kehilangan semua itu akan membuatku dirundung rindu.

Aku sadar,__ yang bisa memberikan kebahagiaan bukanlah kekuasaan dan jabatan ataupun nama besar dibelakangku, sungguh itu hanya membebaniku. Aku berharap, suatu hari aku dan dia tak perlu lagi sembunyi, tak perlu lagi bertemu diam- diam, aku ingin suatu hari nanti aku bisa mengakui jika dia hanya milikku,___ tapi kutahu, saat itu masih panjang, akan ada rintangan yang terus menghalang .

Tapi akan terus kuingat, jika hari ini, hari dimana aku membuka sedikit demi sedikit hatiku, agar dia bisa mengintip, jika selama ini dia yang terus bertahta disana, dia yang terus menguasai dan mencekalku tanpa ragu dengan cinta polosnya.

Kuharap meski tanpa kata, aku bisa terus menjadi pohon baginya, agar dia dapat bernaung, dibawah seluruh dekap tubuhku dan mengguyurnya dengan kasih sayang yang tak berujung, karena sungguh, kini aku mengerti apa itu bahagia.

Bahagiaku jika dapat bersamanya.

Aku jatuh cinta padanya, tanpa batas waktu.

Gadis sebelas tahun lebih muda dari usiaku.

Kukecup lagi keningnya, kedua kelopak matanya, terus turun menuju bibirnya, aku mengecupnya lama, hingga kusadari ada seseorang yang telah bergabung bersama kami, berdiri dibelakangku.

"Hijiri." aku menyapa tanpa menoleh, merapatkan kembali selimut hingga batas dagu, memandangi wajah mungil seputih salju, dengan bulu mata tebal dan lentik serta alis melengkung sempurna, bibirnya kemerahan dan sedikit terbuka, aku merasa candu mengecupnya, meski diam- diam, mungkin suatu hari nanti aku akan punya keberanian, membiarkan dia masuk dan membuka seluruh hatiku padanya, mungkin suatu hari nanti aku akan membiarkan dia tahu, jika aku tak punya keberanian sebanyak yang dia punya, karena sungguh hanya dia yang bisa membuatku takluk tak berdaya.

Gadis tercantik dengan hati seputih salju, aku merasa beruntung merasakan cinta darinya.

"Semuanya sudah siap Tuan." Ujarnya perlahan.

Aku bangkit dan bergerak menuju Hijiri, kurogoh sebuah kotak beledu dari celanaku, seutas kalung berliontin bintang- bintang, sangat sederhana, seperti layaknya keinginan kami untuk bersama, sederhana, tapi rasanya masih sangat mustahil untuk mewujudkannya saat ini,  entah mengapa aku juga belum punya keberanian menyerahkan langsung pada Maya, seharusnya bisa, tapi  tadi malam rasanya aku tak juga bisa mengumpullkan keberanian untuk memberikannya.

"Hijiri, berikan padanya, dan kau tahu semua ini harus disembunyikan dengan rapat, seolah aku dan Maya tidak pernah bertemu, tidak pernah terjadi apa- apa, kau tahu konsekuensinya jika Pihak keluarga Takamiya menghubungkan Maya dengan kondisi Shiori."

"Baik Tuan, aku akan jaga Nona." Jawabnya tegas.

"Bisa aku minta kau berjanji padaku?" Kutatap wajahnya lurus.

"Ya. Tentu saja." Jawabnya patuh.

"Berjanjilah dengan nyawamu, kau akan menjaga Maya, melindungi dia, selama aku tak berada disisinya, meskipun kau menerima perintah yang sebaliknya dari ayahku, kau tetap harus melindunginya dengan nyawamu." Kutatap dia lebih lama.

Hijiri terdiam.

Aku tahu permintaanku sangat sulit baginya. Selain terhadapku, Hijiri harus patuh pada ayahku, Eisuke Hayami, pada orang yang mana dia pernah berhutang budi dan nyawa.

The Shape Of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang