EMPAT | Elegi Bumantara Nan Rilih

422 44 5
                                    

"Kalau gitu lo jongkok, makan makanan anjing dan gonggong kayak anjing. Sekarang! tadi katanya mau jadi peliharaan gue kan?"

Alferion Chakra

Delia pernah benci Basket

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Delia pernah benci Basket.

Dulu waktu Caleo meninggal, Delia mengurung diri seminggu di dalam kamar, dia tidak bisa menangis karena air matanya telah terkuras habis, dia juga tidak bisa tidur karena mimpi buruk terus datang menghampirinya, Delia benar-benar tak melakukan apapun selain duduk memeluk kedua kakinya di lantai. Dukanya membuat Delia ikut benci kepada sesuatu yang berhubungan dengan Caleo dan basket adalah salah satunya. Saat itu Delia berteriak histeris, meminta mantan manejer Caleo agar mengasingkan semua medali, bola serta atribut basket milik Caleo. Setiap kali dia melihat sesuatu yang ada sangkut-pautnya dengan basket, Delia akan teringat sang Kakak bahkan untuk melihat olahraganya saja Delia tak sudi lagi.

Delia benci itu, karena pada akhirnya dia akan kelihatan lemah.

Selama beberapa saat Delia hidup dengan kebencian, trauma dan kesedihan. Senyum seolah hilang dari wajahnya serta tatapan kosong jadi pelarian akhir Delia. Tidak ada teman atau orang yang mengerti tentangnya lagi. Sampai suatu ketika Delia yang waktu itu masih menginjak bangku terakhir SMP di California terpaksa harus mengerjakan tugas regu tentang tema sport basketball, mereka punya 3 anggota dan Delia bertugas sebagai penganalisa gerakan dasar, ia diberikan video berdurasi pendek tentang ciri khas para pemain basket kemudian mendeskripsikannya secara singkat. Delia malas luar biasa, tapi gurunya bilang dia tak akan lulus kalau sampai keberatan.

Akhirnya dengan terpaksa, Delia menonton beberapa video atlet basket dan tak sengaja menemukan rekaman singkat Alferion Chakra di internet. Seketika Delia terdiam kaku, mengamati hingga selesai bagaimana cara Erion bermain basket di lapangan. Gerakannya, langkah kaki hingga dunk luar biasa yang ia tampilkan bikin Delia kagum karena semua gerakannya mengingatkan Delia pada Caleo. Air mata Delia mengepung, sekelebat bayangan tentang sang Kakak seolah ada pada diri Erion, gaya bermain mereka mirip, caranya memantulkan bola dengan cekatan mengikuti ritme detik, membuat hati Delia terenyuh seolah apapun yang Erion lakukan persis seperti pancaran aurah Caleo.

Sekilas senyumnya yang mengembang bersama masuknya bola ke ring, bikin air mata Delia ikut tumpah membasahi pipi, dia jadi teringat kehadiran Caleo yang selalu memamerkan satu ulas senyum indah ketika berhasil mencetak poin, Delia selalu jadi yang pertama berteriak dari tribun penonton menyemangati sang Kakak, tak pernah ada sekat diantara mereka Caleo selalu balas melambai ke arah kursi penonton, berbangga diri bahwa ada adiknya disana yang selalu setia mendukung. Semuanya kenangan yang terbingkai jelas dipikiran Delia seolah membuatnya sadar bahwa kini semuanya hanya masa lalu. Waktu memang tak pernah berkompromi, kehadirannya tak pernah tak terduga dan tindakannya kadang kala menyakitkan padahal manusia tak pernah berharap eksistensinya ada hingga membekas jadi luka.

"Kalau semisal gue nggak bisa bantu Erion nanti, lo mau kan gantiin gue?"

Delia menghapus jejak air matanya, kata-kata terakhir Caleo terlintas begitu saja membuat Delia melakukan perjanjian pada dirinya sendiri malam itu, mengabaikan rasa luka, mencoba bangkit dan mulai memutuskan sesuatu hal yang penting bagi dirinya sendiri. Kali ini kalau memang waktu tak berpihak padanya, biar takdir yang memutuskan semesta seperti apa yang akan menyapa Delia nanti.

Welnusa School: The Winter Found His ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang