DUA PULUH SATU | Cermin Masa Lalu : Ruang Dengung

391 32 19
                                    

PERHATIAN!

Chapter ini memiliki adegan dewasa, kata-kata kasar dan memicu traumatis. Apabila para pembaca yang budiman memiliki kesehatan mental yang mengkhawatirkan serta masih berada di bawah umur, mohon dengan sangat agar bijak dalam membaca, terima kasih atas perhatiannya.

 Apabila para pembaca yang budiman memiliki kesehatan mental yang mengkhawatirkan serta masih berada di bawah umur, mohon dengan sangat agar bijak dalam membaca, terima kasih atas perhatiannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Miguel memandangi Alta dengan jenis pandangan super mengintimidasi. Inilah alasan mengapa Miguel benci jika terjebak dengan Alta, ketimbang Niel atau Rebilia keempat, Alta adalah manusia paling sembrono dengan kadar akhlak sekarat. Alih-alih merasa bersalah dia justru paling kelihatan bahagia sementara Miguel cuman bisa mendengus hampir tiap detik. Usai mengikuti olimpiade tadi dan sempat bertarung sengit melawan beberapa sekolah, pada akhirnya perwakilan Welais Nusantara tetaplah menjadi pemenang mengisi podium juara pertama. Sebetulnya begitu kegiatan selesai, mereka harus balik ke hotel, tapi lagi-lagi Alta berbuat ulah hingga mau tak mau, Miguel jadi ikut terseret ke dalamnya.

Sengaja, kepala inspektur The Rebilia atau biasa dikenal dengan si sinting Nevan. mengutus belasan bodyguard untuk memantau keamanan Alta dan Miguel selama berada di Bandung. Pria berumur tiga puluhan tahun itu belum bisa nyusul ke Bandung, sebab ia masih sibuk mengurus beberapa urusan penting yang bersangkutan dengan sekolah. Miguel sih bersyukur soalnya ngurus Alta saja sudah bikin kepalanya pecah, apalagi kalau ditambah pak Nevan. Beh dua saudara berotak koslet jangan deh sampai dipersatukan, bisa-bisa tubuh Miguel yang ikut kebelah jadi dua.

Kelakuan mereka memang diluar nalar manusia normal, apalagi Alta! berkedok jiwa bebas, kali ini Alta melakukan tindakan bangsat serupa kabur dari pengawasan para bodyguard. Aksi kejar-kejaran serupa film Kingsman pun terjadi. Mulanya mereka harus masuk ke mobil untuk pulang, tapi keadaan berubah begitu Alta lari ke arah jalan raya, mencegat taksi lewat. Miguel ikutan panik, sebagai yang tertua rasa tanggung jawabnya mendarah daging, niatnya sih ingin menangkap Alta, tapi ia jadi terseret masuk ke dalam taksi begitu Alta menarik tangannya paksa dan minta kerjasama.

So, berakhirlah mereka di salah satu mall pusat kota Bandung, tengah duduk anteng memesan makanan siap saji. seolah tanpa dosa, Alta cuman cengengesan sambil melahap burger double chesee ke dalam mulut, hingga pipinya mengembung.

"Mukanya jangan kusut gitu dong bang Miguel, ayok senyum nanti gue kasih permen."

Miguel melempar sedotan ke muka Alta, hingga ekspresinya berubah pias. "Terakhir ya Alta, kalau lo lakuin lagi! Otak lo gue blender kasih makan Piranha!"

"Lagian kenapa sih? Mumpung ada di Bandung, masa nggak boleh jalan-jalan."

"Kita kesini buat kompetisi, bukan buat jalan-jalan!"

"Sekalian gitu, istilahnya menyelam sambil minum air." ucapnya santai, "Gue mau beli kartika sari juga."

Mungkin Miguel akan benar-benar menyiram air ke wajah Alta, jika saja ponsel dari dalam tasnya tidak tiba-tiba berdering kencang. Sekilas, ia mengembuskan napas kasar, merogoh ponsel kemudian satu kernyitan heran muncul di dahi. Handphone yang berdering barusan bukanlah miliknya, melainkan milik Karina Revanza. Miguel sempat lupa kalau ia masih menyelipkannya ke dalam tas. Sejak kemarin, panggilan telpon dengan kontak tertulis 'Jubaedah Tukang Selingkuh' Selalu menghubungi. Tentunya Miguel nggak selancang itu untuk ngangkat panggilan, ia cuman berspekulasi, kayaknya Karina dan orang tuanya sedang bersitegang. Kelihatan jelas dari semua panggilan telepon beserta pesan ancaman yang Mamanya kirim.

Welnusa School: The Winter Found His ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang