XIX - SEMBILAN BELAS

121 28 1
                                    

Sehun berdiri di pintu penjemputan bandara. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang masih belum ditemukan jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh orang yang bersangkutan secara langsung.

Mendadak, ia sedikit merasa khawatir.

Orang yang tiba-tiba menghilang begitu saja selama setahun mendadak memintanya menjemput di bandara. Ia masih belum bisa mencerna semuanya.

Sehun masih mengenakan seragam sekolah. Begitu selesai membaca buku di perpustakaan, ia segera menuju ke Bandara Incheon. Sejak kemarin, belum ada telepon lagi dari Guanlin.

Laki-laki itu kembali menghilang seperti ditelan bumi. Hal itulah yang membuatnya merasa sedikit khawatir.

Ada banyak hal yang berubah selama rentang setahun terakhir. Begitu banyak hingga tak mampu disebutkannya satu per satu. Apakah sahabatnya itu juga berubah?

"Sahabat ..." Ia berkata lirih. Kata itu membuatnya merasa aneh.

Wajah Chanyeol muncul begitu saja. Sehun buru-buru mengedipkan mata untuk mengusir bayangan itu.

Laki-laki itu sibuk berspekulasi hingga tidak menyadari kedatangan seseorang yang menyeret koper besar menuju ke arahnya. Guanlin melepas kaca mata hitamnya untuk memastikan orang yang dilihatnya memang benar-benar Sehun.

Ia berniat memanggilnya dari jauh dan melambaikan tangan, tetapi begitu melihat wajah Sehun yang tampak muram, ia segera mengurungkan niatnya. Guanlin berjalan perlahan hingga berhenti tepat di dekat Sehun.

"Apa begini caramu menyambut sahabat yang sudah setahun tidak kamu temui?" tanya Guanlin dengan wajah serius yang dibuat-buat. Satu tangannya bersandar pada pembatas besi yang berada di antara mereka.

Mendengar suara itu, Sehun tersentak dan mengangkat wajahnya. Matanya bersinggungan dengan Guanlin yang memiliki tinggi hampir sama dengannya. Mulut Sehun sedikit terbuka karena terkejut.

Sehun memerhatikan penampilan Guanlin dari atas ke bawah. Laki-laki di depannya mengenakan mantel merah gelap kotak-kotak panjang dengan sweater putih dan celana jeans hitam di baliknya.

Rambut Guanlin yang selama ini selalu dipotong pendek, kini terlihat lebih panjang hingga menyentuh lehernya. Dahi yang selalu terlihat, kini ditutupi oleh poni. Anting-anting hitam tersemat di kedua telinganya.

Karena merasa diperhatikan dengan begitu intens, Guanlin menunduk dan melihat tubuhnya sendiri. Melihat apakah ada yang aneh dengan pakaiannya hari itu.

"Kenapa, kenapa? Apakah aku terlihat semakin tampan?" Guanlin mengangkat wajah dan tersenyum karismatik, tapi sedetik kemudian wajahnya berubah, "Kamu tidak jatuh cinta pada pandangan pertama padaku, kan?"

Telapak tangan Sehun langsung mendarat di belakang kepala Guanlin yang kemudian diikuti suara erangan.

"Akh!"

Sehun menatap Guanlin. "Berada setahun di kampung halamanmu tidak membuat kepercayaan diri itu berkurang satu gram pun."

Kening Guanlin berkerut. "Bukannya aku belajar banyak darimu?" tanyanya sembari menyentuh belakang kepala. Sesaat kemudian, ia tersadar. "Tapi ... bagaimana bisa tahu kalau aku kembali ke kampung halaman?"

"Kukira kamu sudah semakin cerdas ternyata massa otakmu juga tidak bertambah." Sehun menggeleng. "Kalau mau bermain detektif-detektifan, setidaknya sembunyikan kode negara saat menelepon."

"Ah!" Guanlin menepuk dahinya dengan telapak tangan kiri. "Aku tidak menyembunyikannya? Aku kira sudah! Mungkin karena aku sudah terlalu rindu padamu," lanjutnya dengan senyuman bertengger manis di wajah.

Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang