X - SEPULUH

104 33 0
                                    

"Oppa!" Seorang anak kecil berlari ke arah Chanyeol yang baru saja memasuki kamar. Pintunya masih terbuka dan anak itu berlari ke dalam.

"In Ha-ya! Hup!" Chanyeol mengangkat adik perempuan kecilnya dan memutarnya hingga tubuh In Ha terasa seperti sedang terbang. Gadis kecil itu tertawa kecil karena itu adalah permainan kesukaannya.

Baru beberapa detik mengangkat tubuh In Ha, Chanyeol menyipitkan mata kiri karena saraf tangan kanannya mengirimkan rasa nyeri ke otak. Perlahan, ia menurunkan tubuh In Ha yang hanya memandangnya dengan bingung.

"Oppa, gwaenchanha?" tanyanya polos.

Chanyeol berusaha tersenyum dan mengabaikan rasa sakit. Meski begitu, wajahnya tampak masih terlihat kesakitan. Ia bersyukur karena ia masih belum melepaskan jaketnya. Bisa-bisa In Ha melihat luka itu dan khawatir padanya.

Tangannya memang sudah jauh lebih baik, tetapi untuk mengangkat tubuh anak kecil seberat 19 kg dalam rentang waktu tertentu adalah pengecualian.

"Gwaenchanha." Chanyeol menyunggingkan senyum. Ia berjongkok untuk menyejajarkan diri dengan In Ha. "Hanya saja, tadi tangan Oppa ..." Laki-laki itu mencoba mencari alasan, "sedikit terbentur dinding. Benar."

"Begitu?" Mata In Ha beralih pada tangan kanan Chanyeol yang berusaha disembunyikannya.

"In Ha sudah makan?" Chanyeol berusaha mengalihkan perhatian adiknya itu. "Ke mana Eomma?"

"Sudah, tadi Eomma menyuapiku dengan ayam, lalu tidur di kamar."

"Benarkah? Apakah Oppa membangunkanmu?"

In Ha menggeleng. "In Ha tidak bisa tidur."

"Kenapa?" Chanyeol kemudian mundur dan duduk di tepi ranjangnya. Ia menepuk tempat kosong di sampingnya.

In Ha mendekat dan naik ke atas ranjang dibantu oleh kakaknya, "In Ha mimpi makan pizza yang sangat lezat."

Mendengar itu, Chanyeol terhenyak. "Umm, lalu?"

"In Ha ingin makan pizza." Gadis kecil itu mengatakannya dengan suara lirih.

Chanyeol tersenyum kecil sembari mengelus kepala adik perempuannya yang baru berusia lima tahun itu. Ia memahami, pasti adiknya ingin sekali makan dengan lauk yang lain. Ia jarang mengatakan keinginannya. Di usianya yang masih kecil, ia sudah dapat mengerti bahwa kondisi keuangan keluarganya tidak sebagus itu untuk bisa membelikannya berbagai macam hal.

Laki-laki itu melirik tabungan berbentuk bola basket yang ada di atas meja belajarnya. Meja belajar itu berada di samping pintu masuk, sekitar dua meter dari ranjang.

Sebenarnya minggu ini ia berencana pergi ke suatu tempat. Kemudian, ia teringat pada sebuah perayaan yang digelar di sekitar sana tiap hari Jumat dan Sabtu bulan ini.

"Oh, benar juga! Oppa memang berniat pergi ke tempat yang menyenangkan hari Sabtu nanti sekaligus jalan-jalan. Di sana ada baaanyaak sekali makanan, termasuk pizza. In Ha mau ikut?"

Mendengar itu, gadis kecil di sampingnya yang semula menundukkan kepala, langsung mendongak menatapnya. "Benarkah?" tanyanya dengan riang. "In Ha ikut, In Ha ikut!" teriaknya sembari melompat-lompat di atas ranjang. "Yeay!"

Chanyeol tertawa melihat betapa bahagia adiknya mendengar hal itu. Sedetik kemudian, seseorang muncul di kepalanya. Mungkin ia akan mengajak seseorang bersamanya. Laki-laki itu tersenyum membayangkannya.

***

Sehun berbaring di atas ranjangnya dengan frustrasi. Meskipun sudah berulangkali mencoba tidak peduli, pertanyaan Chanyeol terus mengusik benaknya.

Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang