Sejeong berjalan kaki menuju sekolah. Sepedanya sedang diperbaiki di bengkel. Kemarin, Nayoung berjanji akan membawa sepeda itu ke bengkel di dekat rumahnya dan akan membawa sepeda itu ke sekolah keesokan harinya jika sudah selesai diperbaiki.
Ah, Nayoung memang teman yang so sweet. Sejeong bergumam dalam hati sembari tersenyum lebar.
Begitu ia pulang dari sekolah, ibunya langsung kaget mendapati perban melingkar di siku kanannya. Tentu saja perempuan yang sangat disayanginya itu memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Sejeong menceritakan semuanya, termasuk mengenai laki-laki yang menolongnya.
Sejeong mengangkat sebuah tas kecil di tangan kirinya hingga setinggi dada. Ibunya menitipkan makanan itu untuk laki-laki yang bahkan tak diketahui namanya.
"Mungkin hari ini aku harus melakukan inspeksi ke setiap kelas untuk menemukannya." Ia berkata sambil mengangguk.
Sejeong menatap ke depan. Gerbang sekolah berada di depan mata. Terdapat tulisan "Skyline High School" melengkung di atas gerbang berdampingan dengan logo sekolahnya. Mata Sejeong berpindah ke langit dan mengagumi perpaduan yang pas antara nama sekolah dengan pemandangan yang menjadi latar belakangnya.
Skyline High School adalah sebuah sekolah swasta umum yang sekaligus merupakan sekolah seni. Visi sekolah ini adalah untuk mengembangkan bakat anak-anak muda sedini mungkin tanpa membatasi minat mereka.
Murid-murid di sekolah ini mendapatkan dua jenis pelajaran sekaligus, yaitu pelajaran umum dan pelajaran seni seperti menari, menyanyi, melukis, dan lainnya. Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah di Korea yang berani memiliki dua fokus bidang sekaligus. Seperti namanya, sekolah itu seperti garis langit yang tak terbatas.
Sejeong tersenyum. Ia bangga dapat menjadi salah satu murid di sekolah yang baru didirikan tujuh tahun yang lalu itu. Baru saja beberapa langkah menginjakkan kaki, seseorang berjalan di samping kiri Sejeong.
"Bagaimana keadaan sepedamu?"
Kepala Sejeong menoleh ke arah sumber suara. Senyumnya mengembang begitu melihat wajah laki-laki yang menolongnya kemarin. Kaki Sejeong berhenti melangkah.
"Kamu!" serunya dengan suara gembira.
"Panggil aku Chanyeol." Wajah baby face Chanyeol terlihat semakin menggemaskan ketika ia tersenyum. Ia ikut berhenti untuk menyejajari Sejeong.
"Aku mencarimu!" Sejeong mengatakannya sembari setengah melompat. Chanyeol tertawa melihat Sejeong yang begitu ekspresif dan terus terang.
"Aku? Kenapa mencariku? Seingatku aku tidak punya utang padamu."
Sejeong tertawa mendengar kelakar laki-laki yang telah menolongnya itu.
"Aku yang berutang padamu. Jadi, aku mau bayar utang." Sejeong mengatakannya sambil mengangkat tas kecil yang sedari tadi dibawanya ke depan wajah Chanyeol. Laki-laki itu bergantian memandang tas kecil itu dan gadis di hadapannya. "Ibuku membuatkan makanan untukmu sebagai tanda terima kasih karena sudah menolongku kemarin."
"Hah? Benarkah?" Chanyeol menerima tas kecil itu dan langsung melongok ke dalam. "Sepertinya akulah yang harus berterima kasih pada ibumu. Wah, pasti ini sangat lezat. Tapi kupikir kamu yang buatkan makanan untukku." Chanyeol mengerling jahil.
Kemarin, ia sengaja tak mau melepas jaketnya di sekolah. Ia baru membuka jaketnya begitu masuk ke kamar. Di bagian lengan kanannya, ia mendapati tanda lebam biru yang besar. Chanyeol kemudian memutuskan untuk mengenakan jaket lagi esok harinya untuk menyembunyikan luka itu dari keluarga dan teman-temannya. Ia tak ingin membuat ibunya khawatir.
Sejeong mengalihkan pandangan pada lengan kanan Chanyeol yang tertutup jaket abu-abu. Jaket itu terlihat sama dengan jaket yang dipakai laki-laki jangkung itu kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]
FanfictionSejeong, Sehun, dan Chanyeol dipertemukan dalam sebuah insiden tak terduga di awal tahun ajaran baru. Namun, sebenarnya kehidupan telah mengikat mereka dengan sebuah benang merah tak kasat mata jauh sebelum itu. Vanila bukan hanya tentang rasa berd...