Lukamu lukaku, dukamu dukaku, kesedihanmu kesesihanku, kebahagianmu kebahagianku..segalanya tentangmu adalah tentangku... Jadi janganlah kamu simpan semuanya sendirian, berbagilah beban denganku...
Sepeninggal ibu dan kedua kakak perempuannya, Hyeyoon kembali merebahkan tubuhnya, berharap rasa sakit yang di perutnya menghilang, serta wajah pucatnya sudah kembali seperti sedia kala saat Rowoon kembali dari kantor nanti.
"Bibi ikut senang melihat hubungan antara nona dan keluarga nona mulai membaik." Sahut bibi tiba-tiba mengejutkan Hyeyoon.
Dia tersenyum, sebelum memejamkan matanya kembali. "Terima kasih, bi."
"Kalau begitu, bibi kembali ke dapur dulu, non. Beristirahatlah, kali ini bibi tidak akan mengganggu nona lagi." Lanjut sang bibi berbalik meninggalkan kamar Hyeyoon dan menutup pintunya pelan.
Hyeyoon mengangguk tanpa melihat lagi ke arah sang bibi, perlahan tapi pasti obat yang diresepkan oleh dr. Baek mulai terasa khasiatnya, rasa sakit di perutnya sedikit berkurang dan wajah pucatnya kembali berwarna. Nafasnya berubah teratur ketika rasa nyaman mulai menghampiri dan membuainya ke dalam mimpi yang indah. Senyum tipis perlahan terulas dari bibirnya, membuat siapapun yang melihat akan ikut tersenyum seolah-olah hanyut dalam kebahagiaan yang dirasakan olehnya.
Namun seiring waktu berjalan, senyum itu sedikit demi sedikit memudar, berubah menjadi sebuah seringaian, dan tak lama kemudian terdengar isakan tak berdaya keluar dari bibir Hyeyoon. Berulang kali wanita itu menggelengkan kepala, dengan kondisi mata yang masih terpejam sempurna. Bulir keringat dingin mulai membanjiri seluruh wajah dan kening wanita tersebut.
"Tidak! Tidak! Eomma tidak ingin kehilanganmu, anakku. Jangan tinggalkan eomma. Tidak! Jangan tinggalkan eomma," berulang kali Hyeyoon meneriakan kata tidak dari bibir mungilnya. "Tidaaakk!!".
Bertepatan dengan teriakan terakhir Hyeyoon, bertepatan itu pula Rowoon masuk dan membuka pintu kamar mereka dengan tidak sabar, wajah pria itu terlihat sangat gusar melihat wanita itu duduk di atas pembaringannya dengan nafas terengah-engah bahkan raut wajahnya pun pucat, seolah-olah darah tak mengalir di tubuh wanita itu sama sekali.
"Heei mungil apa yang terjadi? sebenarnya apa yang kamu impikan, sehingga membuatmu ketakutan dan berkeringat seperti ini??" Ujar Rowoon buru-buru menghampiri Hyeyoon, dan langsung memeluknya. Ia mengusap kepala Hyeyoon dengan lembut dan berulang kali mengecup keningnya mencoba menenangkan wanita tersebut.
"Jangan membuatku takut, Hyeyoon-ah. Yang ku harapkan ketika aku kembali dari kantor adalah melihat senyumanmu saat menyambutku, tapi apa yang terjadi justru sebaliknya? aku hanya mendengar teriakan dan tangisanmu, dan oh.. apa ini?? saat ini wajahmu terlihat sangat pucat sekali??" Desak Rowoon cemas dengan nafas memburu, sebab sesampainya di rumah yang dilakukannya hanya berlari tanpa pikir panjang lagi, agar ia cepat sampai ke kamar saat mendengar teriakan dan tangisan Hyeyoon.
"Tidak.... aku tak apa-apa, Woon. Aku hanya bermimpi buruk tentang anak kita," isak Hyeyoon memeluk Rowoon begitu erat. "Aku tak mau jika harus kehilangan anak ini, Woon. Tidak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love
RomanceAku sangat membencimu tapi disisi lain aku juga sangat mencintaimu... Hyeyoon tak punya pilihan lain selain menuruti surat wasiat yang ayahnya buat, yaitu menikah dengan Rowoon saudara angkatnya yang sangat dibencinya. Akan tetapi seiring waktu kebe...