💟 10 💟

975 91 51
                                    

Attention please : diharap bijak dan mengerti dengan jalan ceritanya yang sedikit dewasa..😜😜

Hyeyoon memandang Rowoon yang tengah terbaring di sebelahnya dengan perasaan terluka. Gadis itu meyakinkan dirinya sendiri jika pendengarannya tidak salah, Rowoon memang berkata demikian, pria itu berharap benih yang keluar dapat tumbuh dengan subur dan menjadi seorang anak__ anak?

"Apakah kamu menikahiku hanya untuk mengukuhkan harta yang appa wariskan padamu?" Tanyanya menatap sengit ke arah Rowoon.

Rowoon berusaha bangkit, tangan pria itu terulur ke arah kepala Hyeyoon bermaksud mengusap rambutnya, tapi usahanya gagal karena tangannya langsung ditepis oleh gadis itu.

"Jangan sentuh aku! Ternyata aku salah, aku pernah berpikir kalau kamu benar-benar peduli padaku," ada rasa sakit di hati Hyeyoon saat dia mengatakan hal tersebut.

Tiba-tiba saja dia teringat pada perkataan Justin__ jika Rowoon sangat peduli padanya__ tapi apa buktinya, omong kosong.

Ucapan Justin tidak bisa di percaya sama sekali.

Perlahan gadis itu bangkit dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, dia berjalan ke arah kamar mandi dengan wajah terluka, dipungutnya baju pengantin yang terongok di lantai dalam keadaan basah, bahkan bra dan hotpants-nya pun ikut basah.

"Aaarrggghhh..." teriaknya frustasi, bingung harus berbuat apa.

Mendengar teriakan Hyeyoon membuat Rowoon bangkit, pria tinggi itu melangkah, menyusul gadis itu ke dalam kamar mandi. Dia melihat Hyeyoon tengah duduk di atas toilet dengan selimut di tubuhnya. Sebutir kristal mulai mengambang di pelupuk mata cokelat Hyeyoon, melihat hal tersebut membuat Rowoon jauh lebih terluka. Ingin rasanya dia memeluk tubuh rapuh yang sedang menangis karena mendengar perkataannya, ingin rasanya dia menghibur wanita yang baru saja memberikan malam terindah untuknya.

Mungkin memang perkataannya sedikit keterlaluan bagi Hyeyoon, tapi dia bukan orang munafik yang pandai menyembunyikan sesuatu. Dia memang sangat ingin memiliki anak dengan gadis itu__ geleng Rowoon sembari memperhatikan Hyeyoon dari jauh.

"Jangan seperti ini, cantik. Jangan melukai dirimu dengan menangis," hiburnya.

"Antarkan aku pulang." Hanya itu yang mampu dikatakan oleh Hyeyoon, pulang.

"Tapi__" potong Rowoon.

"Aku mau pulang! Aku tidak mau tau bagaimana caranya, kamu harus bisa mendapatkan baju untukku. Aku tidak mungkin pulang dengan baju yang basah seperti ini," unjuk Hyeyoon pada baju yang dipegangnya tanpa mendengarkan ucapan Rowoon.

Pria itu mengangguk, mungkin berdiam diri dan memberi ruang adalah salah satu cara agar Hyeyoon lebih tenang dan bisa berpikir lebih jernih. Dia berjalan keluar kamar mandi dan mulai mendial nomer Justin dari layanan telpon penthouse-nya.

"Bawakan baju untuk Hyeyoon, Justin." Rowoon menutup telpon dan kembali ke kamar mandi.

Dengan satu hentakan dia meraih Hyeyoon ke dalam gendongannya, walaupun gadis itu berulang kali berontak dan meronta dengan memukul dadanya, Rowoon tak peduli, hal itu malah membuat pria itu semakin mempererat gendongannya. "Jangan menolakku, cantik. Aku akan membawamu pulang ke rumah," bisiknya sambil mencium kening Hyeyoon. "Dan aku tidak akan meminta maaf atas perkataanku tadi, aku memang menginginkan seorang anak darimu."

Hyeyoon kembali menatap Rowoon dengan sengit, mendengar ucapan pria itu yang tak ingin minta maaf padanya membuatnya sedikit sakit hati. Setidaknya dia ingin laki-laki itu minta maaf dan berkata bahwa dia tak bermaksud memanfaatkannya.

"Aku membencimu, Kim Rowoon ssi."

Rowoon menebalkan telinga pura-pura tak mendengar apa yang dikatakan Hyeyoon.

Perfect LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang