Apa kabar? Sehat-sehat ya kalian. Covid lagi marak. Prokes nya di ketatin lagi ya. Semoga kita semua dalam lindungan Tuhan ❤️
Menurut kalian, Covid ini gimana sih? Karena ya, seperti yang kita tau. Ada yang masih nggak percaya adanya Covid 🥺
Terserah sih ya mau percaya atau enggak. Tapi yang perlu kita ketahui, virus ini bisa merenggut nyawa.
Siapa yang udah bosen di rumah terus? Hehehe, sama kok. But, ini demi kebaikan kita semua 🥺❤️
Malam-malam buta, Zuhroh mengetuk pintu kamar Fania keras sekali. Tumben betul para prajurit itu tidak tidur di bawah rembulan. Mungkin, Hamdan dan Rega sedang berbaik hati untuk menjadi iblis keesokan hari.
"Bentar sih! Bh gue copot!"Hardik Fania di dalam sana."Susah nih masang nya."
"Mau gue bantuin nggak, paus?!"Teriak Zuhroh."Gue iket sekalian Lo di pohon jambu!"
Fania membuka pintu kamar sembari tersenyum lega. Dia menunduk, menarik-narik tali bra nya."Udah kenceng. Bismilah bisa lari cepet."
Iya, Fania nggak suka olahraga lari karena tiap kali melangkah cepat-cepat. Payudara nya sakit sekali, kena polisi tidur aja sakit. Eh, dengan jahat nya Hamdan selalu menyeretnya pagi-pagi buta untuk membakar kalori.
"Lo bawa sianida nya?"Todong Zuhroh, serius meminta.
Fania menyeringit, lalu menggeleng."Ada di dapur, Zuhroh."
"Kok di dapur?"Tanya Zuhroh kembali dengan alis bertautan.
"Iya, di sana. Ayo kita ambil."
Fania menarik tangan Zuhroh, membawa gadis itu berlari. Rentetan ucapan Zuhroh yang meminta penjelasan tidak ia hiraukan. Fania melongok kesana-kemari, memastikan bahwa mereka aman untuk memasuki dapur militer itu."Gede ya? Siapa yang biasa masak di sini ya Zuhroh? Gue pengen protes, sumpah. Mau kasih bintang 2 atas pelayanan nya yang tidak memuaskan. Plus pelayan nya yang galak-galak itu!"---Hamdan dan Rega maksud Fania.
"Lah, gue malah pengen request, fan. Bisa lah ya sesekali lauk nya di ganti, sushi kek, ratatouille mungkin or mie ayam gitu ya. Biar gue nggak bosen nelen makanan militer dan vitamin sachet nya itu. Please dah ya, vitamin gue cukup seblak ceker level 10!"
Fania menutup pintu, lalu mengeluarkan sebuah kertas."Nanti kita bikin list masakan di sini. Mungkin orang-orang di sini tinggal nya di goa, jadi nggak tau makanan-makanan lezat!"
Bola mata Zuhroh berbinar seketika, ia menganga mendapati betapa cerdasnya Fania. Sepertinya, efek bombardir mulut pedas Hamdan berguna untuk saraf-saraf tegang di otak Fania yang menyumbat kepintaran nya."Makin banyak di siksa Hamdan kayak nya otak Fania makin waras."Batin nya, perpikir."Tapi gue dari kecil di siksa Hamdan nggak pinter-pinter? Malah makin menjadi gila nya. Yang salah gue apa Hamdan ya?"
Zuhroh membiarkan Fania mengacak-acak dapur. Tangan nya sibuk membuka rak-rak kecil di sana, sedikit heran dengan tingkahnya. Zuhroh memutuskan mendekat, tetapi tidak menghentikan kegiatan Fania. Ia memilih menonton saja dan menjaga jarak dengan penuh penasaran."Lo nyari apaan sih, fan?"
"Bahan-bahan buat racun!"
"Hah?"Kali ini, Zuhroh sukses melongo. Jauh dari rencana mereka."Lo nyari racun tikus?"
Fania menoleh malas pada Zuhroh."Udah deh, Zuhroh. Lo diem aja! Gue--Eh, taraaa! Ketemuuuu!"Fania berbalik sembari menyodorkan sebuah toples berisi bumbu dapur."Ini dia, bahan utama untuk bunuh diri!"Fania makin sumringah."Garam dapur!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di bawah Pintu Pengabdian
SpiritualFania membenci Ayah nya karena tidak pernah ada untuknya, tetapi selalu berdiri paling depan untuk merah putih. Sedangkan Zuhroh tidak bersahabat dengan pekerjaan Papanya yang merupakan abdi negara, Zuhroh terlukai karena dari situ lah awal mula kes...