Mari siyap-siyap menyaksikan kegilaan Fania dan Zuhroh 😭🙏
Warn! Menyebabkan tawa-😆
Dasar pelatih sialan!
Semoga pelatih yang mengusulkan ide latihan fisik malam ini kakinya kesandung batu, bengkak, terus bisulan sebulan!
Rapal Zuhroh beserta Fania, satu server. Setelah melihat kemana mereka dibawa.
Yang benar saja, hampir larut malam begini mereka diajak ke pinggir sungai dengan arus tenang. Ada lampu sorot di ujung sungai, juga di tempat mereka berdiri.
Masing-masing dari mereka juga memakai helm Tentara yang di atasnya sudah tertempel senter.
Zuhroh meneguk ludahnya melihat sebuah tali melintang di sungai. Entah mengapa ia sudah dapat menebak apa yang akan terjadi.
Jadi, tali itu menghubungkan dua tempat. Di sisi sebrang, beberapa prajurit menunggu dengan wajah galak.
Fania meneguk ludah melihat arus sungai. Meski tak ganas, namun bisa membuatnya merinding tak karuan mendengar riak air yang berisik.
"Jangan sampe tugas kita itu nyebrang sungai pakai tali itu." bisik Fania.
Zuhroh sepemikiran. "Gue mending kayang aja lah bareng kuntilanak daripada nyebrang sungai itu. Kalo ada buaya random lagi gabut gimana? Mampus gue dicaplok dari bawah!"
"Mana badan gue gemuk lagi, Zuhroh. Buaya pasti demen banget." sambung Fania. "Mereka suka yang penuh lemak soalnya."
Tiba-tiba Zuhroh menoleh dengan mata berbinar ke arah Fania. "Fan."
Fania mendengus, buru-buru menggeleng duluan mendapati raut mencurigakan Zuhroh. "Enggak! Lo jangan aneh-aneh deh, Zuro."
Hebat banget emang Fania, Zuhroh belom bilang apa-apa saja, Fania sudah tau duluan. Tapi Zuhro tak menyerah, dipegangnya lengan bestie-nya dengan kuat.
"Ini cuma perlu kepercayaan diri, Fan! Lo kudu—"
"Jangan nyuruh gue pura-pura kesurupan deh lo. Nggak mempan sama si Mayor Rega pastinya!" Fania menghempaskan tangan Zuhroh. "Yang ada gue di lempar ke sungai itu biar sadar."
Zuhroh mengedip-ngedip takjub, lalu benar-benar membayangkan Fania di lempar ke sana. Lucu sepertinya, Fania pasti akan seperti ikan kehabisan nafas.
"Elo udah tau banget jalan pikiran jahatnya Pak Mayor, Fan. Apa karena sering jadi korbannya?"
"Pake nanya lagi!" Fania menggeplak kepala sahabatnya itu gemas. "Lo liat aja matanya noh, keluar laser!" bisik Fania.
Zuhroh mengangguk setuju. "Lagi nyari mangsa tuh biasanya, fan."
"Kita mode kalem aja, Zuro. Gue mohon banget tombol petakilan lo itu off-in dulu. Kalo bisa sih selamanya, tapi nanti gue nggak punya temen sinting la—"
"Atas nama Fania Kottaman Dharmawangsa maju ke depan!"
Suara pelatih yang begitu kencang itu mengguncang mental Fania. Ia membeku, menatap Zuhroh yang juga turut menegang.
"Nama lo tuh?" tanya Zuhroh, wajahnya turut panik. "Lo yang pertama, Fan?"
"Sedetik yang lalu gue ganti nama keknya, Zuhroh. Bukan! Itu bukan gue, salah-salah!" jawab Fania geleng-geleng.
"Sekali lagi, atas nama Fania—"
Zuhroh mengangkat tangannya, membuat pelatih yang memakai topi itu menyeringit dan menjeda ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di bawah Pintu Pengabdian
SpiritualFania membenci Ayah nya karena tidak pernah ada untuknya, tetapi selalu berdiri paling depan untuk merah putih. Sedangkan Zuhroh tidak bersahabat dengan pekerjaan Papanya yang merupakan abdi negara, Zuhroh terlukai karena dari situ lah awal mula kes...