23. Latihan Bareng Ular!

1.2K 93 41
                                    

"Fan, sembuhnya pending lagi lah."

Fania melongok sahabat karibnya yang tengah mengupas buah jeruk dengan kasar. Perempuan itu lantas mengumpat saat air jeruk itu sedikit muncrat dan mengenai matanya.

"Kaki lo emang bisa jalan normal?"

"Bisa kok."

Zuhroh mendengus. "Kalau ditanya gitu sama para tentara itu, jawab aja belum. Masih kelilit uratnya."

Fania tahu maksud terselubung yang dikatakan oleh Zuhroh. Sahabatnya itu malas kembali ke Markas besar, ya begitupun dengan dirinya.

"Kata Kak Khalid kita aman di sana, Zuro." ungkap Fania, pelan. "Gue masih belum bisa nebak motif Ayah, tapi gue mulai nangkep tujuannya."

Zuhroh menguyah jeruk dengan cepat, cukup untuk disebut seperti orang kelaparan. "Kak Khalid bilang apa aja emang?"

"Nggak banyak," Fania mengedikkan bahu. "Intinya, kita diharapkan betah dan belajar banyak di sana."

"Kalo ada modelan Jaehyun di sana gue betah sampe kiamat, Fan."

Fania menyengir. "Mayor Rega nggak cukup ganteng buat tinggal, ya?"

"Ganteng sih ganteng. Tapi kalau tiap hari ngajak ribut bikin makan ati!"

"Tapi sekarang dia jauh lebih murah hati nggak sih, Zuro?"

Zuhroh langsung melotot. "Fan, elo pasti kena jampi-jampi deh." lalu tergesa-gesa menghampiri Fania. "Dia Mayor Rega, Fan. Nggak ada kata lembut di kamus hidupnya. Lo lupa apa gue pernah ditinggal di hutan sama Lelembut Kingkong itu?"

Wajah terperanjat Zuhroh tidak hilang. Malah perempuan itu kembali berbuat gila, satu tangannya jatuh di atas ubun-ubun Fania. Lalu mulutnya mulai komat-kamit membaca sesuatu.

Fania yang jengah terdiam pasrah ketika kepalanya diputar-putar. Dia berharap ada Dokter yang berbaik hati memberikan obat kejiwaan pada kawannya.

"Lagi lakuin ritual apa tuh?"

Fania dan Zuhro menoleh ke arah pintu, Hamdan juga Rega muncul di sana. Mereka keheranan melihat posisi di depannya.

"Sedang menyedot kebodohan, Fania."

Hamdan menyeringai, mendekat dan turut meniru posisi Zuhroh. Tapi bukan kepala Fania yang dipegang, melainkan perempuan itu sendiri.

Zuhroh mengedip-ngedip, menoleh ke belakang dengan kesal. "Lo ngapain pegang kepala gue?"

"Sedang menyedot aura-aura nggak enak di tubuh lo, Zuro. Diem dulu, ini kebanyakan nih begonya."

Sudut mata kiri Zuhroh berkedut kala  kepalanya ditarik ke belakang hingga dia nyaris terjengkang kalau tidak dipegang Hamdan. Zuhroh memejamkan mata mendengar suara Hamdan yang seolah-olah tengah menyedot ubun-ubunnya.

"Bajingan! Kudisan! Kurapan!" pekik Zuhroh, melepaskan diri. Kemudian melompat ke arah Hamdan, menjamak rambutnya. "Maksudnya apa bilang gitu?!"

"Astagfirullah! Bener kan kata gue, lo kebanyakan aura negatif Zuro. Astaga, Rega tolong gue. Zuhroh kesurupan, Ga! Setannya keluar!" Hamdan balas berseru-seru sambil sesekali mengaduh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di bawah Pintu Pengabdian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang