Zuhroh menyerah jika Fania sudah kedatangan tamu bulanan. Gadis ini bisa sampai sakit dan diinfus jika haid-nya tiba.
"Fan, rebahan yang bener." Zuhroh menarik tubuh Fania yang meringkuk memeluk area perutnya. "Ini gue bawain air anget dalam botol, biar bisa kompres perut lo."
Fania pasrah tubuhnya ditarik Zuhroh, ia menangis ketika Zuhroh menaruh botol kaca tersebut.
"Botol siapa itu?" tanyanya, kepo. Sempat-sempatnya.
"Botol tauco di dapur." jawab Zuhroh nyengir. "Nanti gue minta tolong Hamdan beli patch menstruasi deh."
Fania meringis, malu-malu mengucek air matanya yang terus mengalir deras. "Gue mau pulang. Kangen rumah, Zuro." katanya, lemah. "Kalo gue lagi haid gini, pasti Mama yang ngurusin. Kalau ada Kak Ajie atau Kak Khalid, mereka pasti dah mijitin gue, beliin gue makanan, kasih hadiah, pokoknya gue dimanja banget."
"Kalo keadaan lo makin parah. Kita ke rumah sakit aja, ya." bujuk Zuhroh mendapati wajah Fania kian pucat.
Menstruasi adalah takdir yang harus dirasakan wanita. Tak jarang, ketika menstruasi itu datang, para wanita mengalami hal yang menyakitkan.
Menurut pengalaman Zuhroh, tak semuanya mengalami nyeri haid. Ada temannya yang enjoy saja kala menstruasi datang. Ada yang sampai pingsan seperti Fania. Dia sendiri pun mengalami nyeri, tetapi tak separah Fania. Masih bisa ia tahan meski sambil nangis-nangis.
Cukup lama menemani Fania hingga tertidur, tak terasa kala keluar langit rupanya sudah gelap. Zuhroh berjalan menuju barak kamarnya, lalu tersentak ketika bahunya di tepuk oleh seseorang.
"Astaga, Hamdan! Ngagetin gue aja lo." dumel Zuhroh, asli panik.
"Fania gimana?"
"Tidur."
"Magrib-magrib?" sahut Hamdan menyeringit. "Bangunin dulu."
Zuhroh menggeleng. "Itu anak baru tidur. Dari siang cuma nangis-nangis aja." Zuhroh menatap ke arah sepatu Hamdan. "Hamdani. Beliin makanan manis buat Fania dong."
Hamdan berdehem kecil. "Kenapa harus gue?"
"Kakak-kakaknya nggak ada di sini, dia biasanya tiap haid selalu di manja. Dikasih stok makanan enak, dipijitin, diusap-usap perutnya. Tadi udah gue bantuin, cuma Fania kepengen coklat." Zuhroh berdecak, bibirnya naik miring menghina Hamdan. "Lo sebagai pengasuhnya tanggung jawab dong. Haid itu sakit banget tau!"
"Iya, lo ngomong itu dari jaman orok, Zuhroh." balas Hamdan malas. "Itu doang?"
Raut Zuhroh sumringah seketika, dia menggandeng lengan Hamdan dengan kerlingan licik. "Jadi lo mau ke kota buat beliin?"
Hamdan menyeringit makin dalam, tak lama, tangannya menoyor Zuhri gemas. "Lo mau kabur sendiri?"
"Nggak lah, goblok. Gue nih menjunjung tinggi nilai solidaritas, gue setia tau. Gue cuma mau ikut jajan aja, lo nggak tahu kan apa yang disukai Fania? Sekaligus belanja kebutuhan kami di sini."
"Ntar Fania siapa yang nemenin, cebong?"
"Mayor Rega."
"Dudul!" Hamdan geleng-geleng kepala. "Dia mana mau." lanjut Hamdan, yakin betul.
"Pasti mau. Itu kan tugasnya, jagain gue sama Fania." sahut Zuhroh enteng. "Ayolah, Hamdan. Gue janji nggak bakal buat ulah, cuma mau ikut belanja doang. Cuci mata di mall."
Hamdan menyerah, mengikuti rencana Zuhroh dengan pasrah.
***
"Apa-apaan kau Hamdan?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di bawah Pintu Pengabdian
SpiritualFania membenci Ayah nya karena tidak pernah ada untuknya, tetapi selalu berdiri paling depan untuk merah putih. Sedangkan Zuhroh tidak bersahabat dengan pekerjaan Papanya yang merupakan abdi negara, Zuhroh terlukai karena dari situ lah awal mula kes...