Bagian 18

35 3 0
                                    

Selamat membaca!

**

Pagi ini Ririn masih merasa penasaran dengan pengirim pesan misterius itu. Hingga membuat pikirannya hanya tertuju pada hal tersebut. Diva dan Hofifah yang bertanya pun tidak digubris.

"Masa sih nomornya Abi?" gumamnya.

Ponsel yang menampilkan nomor seseorang itu selalu digenggam dan tak luput dari tatapannya.

Tiba-tiba saja otaknya mengingat satu hal, "Ah, masa gue nanya ke Syfa?"

Ya, saat mencari tanah liat dulu, Ririn tidak sengaja mendengar soal Abi yang meminta nomor telepon Syfa. Jadi tidak menutup kemungkinan mereka saling mengirimkan pesan dan gadis itu tahu nomornya Abi.

Ririn melihat ke seisi kelas. Untungnya pagi ini masih sepi. Hanya ada dirinya dan juga Dadang. Sementara Diva dan Hofifah memilih untuk pergi membeli sarapan di kantin.

Segera Ririn bangkit dan mencari Syfa. Biasanya gadis itu akan mengunjungi kelas sebelah terlebih dulu.

Saat Ririn hendak keluar, benar saja, gadis yang dicarinya itu tengah mengobrol di depan pintu kelas dengan seseorang yang kurang ia kenal. Setelah dirasa Syfa mengakhiri obrolan tersebut, Ririn menghampirinya.

"Syf!"

"Eh, hai, Rin!" sapanya seraya tersenyum. Kemudian ia berjalan ke arah Ririn. "Kenapa nih?"

Ririn tampak berpikir dan terdiam. Apa iya dirinya harus menanyakan nomor misterius itu pada Syfa? Sejujurnya ia merasa tidak enak hati. Dia kan dekat dengan Abi. Bagaimana jika Syfa menganggap dirinya terlalu percaya diri bahwa yang mengirimkan pesan itu adalah Abi?

Walaupun nomor misterius itu memang mengaku sebagai Abi. Bagaimana jika ia malah dicap bodoh karena mudah sekali tertipu dan dijahili nomor tak dikenal?

Argh! Sulit sekali jika harus berpikir ulang.

"Rin? Hei?" tegur Syfa seraya melambaikan tangannya di depan wajah Ririn.

"E-eh?"

Syfa tertawa, "Lo kenapa sih? Pagi-pagi udah aneh banget. Ada apa nih?"

"N-nggak, Syf. Nggak jadi. Tadinya gue mau tanya soal..."

"Soal?"

"S-soal ... soal Diva sama Hofifah. Iya. Lo liat mereka, nggak?"

Kening Syfa mengerut, "Nggak tuh. Udah cuma itu doang?"

Ririn menganggukkan kepalanya. Sebaiknya Syfa tidak usah tau soal nomor misterius itu.

"Yaudah gue cari dua anak itu dulu, ya. Thank you!" ujar Ririn seraya meninggalkan Syfa yang masih keheranan dengan sikap temannya itu.

**

Seperti biasa, olok-olokkan tentang Ririn - Abi terus terdengar walaupun cowok itu tidak membuat ulah hari ini. Seperti biasa pula Ririn memilih untuk tidak menanggapinya.

Di jam istirahat, gadis itu masih saja memikirkan soal nomor misterius. Sampai-sampai Vina-teman satu mejanya-merasa heran.

"Kenapa sih?" tanya Vina yang dijawab gelengan kepala oleh Ririn.

Kemudian Vina melihat ke arah layar ponsel yang menyala dan menunjukan sebuah pesan. Alisnya tertekuk setelah membacanya. "Abi?"

Mendengar itu, Ririn buru-buru mematikan ponsel dan membekap mulut Vina. Ia takut ada seseorang yang mendengar. Apalagi Abi langsung yang mendengarnya.

About Him, AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang