Hi, ada yang kangen Abi?
Happy reading! ^^
***
Awalnya Ririn hanya ingin bersantai saja di rumah. Namun yang terjadi sekarang, rasanya ia malah lupa caranya bernapas dengan benar. Hembusan napasnya naik turun, menandakan bahwa ia sudah bekerja keras untuk mengangkat buku-buku yang berhasil dikumpulkan bersama Vina. Membawanya satu per satu dari depan gang menuju tempat buku-buku ini akan sortir kembali nantinya.
Ririn sekarang berada di sebuah pondok kecil dipenuhi buku-buku dari berbagai macam penulis. Semua buku ini berasal dari pendonasi baik luar maupun anggota komunitas IOB.
Di luar pondok, tangan gadis itu kini memegang satu dus berisi kumpulan majalah bobo. Selagi menunggu Vina yang sedang pergi ke toilet, lantas dirinya menyandarkan diri pada dinding pondok ber-cat-kan pelangi. Sebetulnya masih harus berjalan sedikit lagi dan melalui tanjakan untuk bisa sampai di halaman pondok.
"Kardus terakhir. Semangat!" ujar Vina yang tiba-tiba muncul, setelah menyelesaikan hajatnya.
Sabtu ini Ririn memang mengajak Vina pergi untuk mengantarkan buku-buku ini ke pondok IOB. Berhubung hari Rabu mereka disibukkan dengan tugas-tugas sekolah, jadilah baru sempat di hari ini.
"Eh Rin, tunggu deh. Jangan kita yang bawa. Ngos-ngosan banget bawa dus di jalanan nanjak gini," ucap Vina seraya menatap layar ponselnya yang mulai meredup, lantas ia mengetuknya dua kali. "Lo di mana? Jah, atuh cepetan sini! Sisa satu kardus doang ... alah, enteng itu mah."
Melihat Vina mengobrol dengan seseorang melalui sambungan telepon, Ririn lantas mengernyitkan dahinya. Memang ada orang lain yang akan ke sini lagi, selain mereka berdua?
"Tunggu bentar ya, Rin." Tidak menjawabnya, Ririn hanya menganggukkan kepala.
Kepalanya hanya tertunduk berusaha menghalau sinar matahari sore yang menyinari wajahnya. Cuacanya hari ini ternyata sangat terik sekali panasnya.
Tiba-tiba saja Ririn merasa dadanya berdegup lebih kencang. Perasaan yang biasa muncul di sekolah, kini bisa ia rasakan juga di pondok ini. Perasaan yang asing, tapi sebetulnya sangat ia kenali. Di saat posisinya yang menunduk, telinganya mampu mendengar derap langkah seseorang yang mendekat ke arahnya. Matanya melihat sepasang sandal rumahan yang dipakai seseorang.
Rasanya sangat cepat, entah kenapa ia selalu menduga keberadaan dia di dekatnya.
Lantas Ririn terkejut saat melihat seseorang itu sudah berdiri di hadapannya dan Vina. Refleks yang cukup bagus, membuatnya hampir terhuyung ke belakang namun berhasil ditahannya.
Ternyata debaran itu...
Berusaha untuk bodo amat saja, Ririn langsung melayangkan tatapan sengit orang di hadapannya itu.
"Biasa aja kali," ujar Abi disertai cengiran khasnya. "Sini biar gue yang bawa," lanjutnya seraya meraih kardus berisi buku yang semula dibawa oleh Ririn.
Ririn menatap ke arah Vina. Seolah tau kalau temannya itu akan mengeluarkan kata-kata cerewetnya, lantas ia lebih dulu meyakinkannya. "Aman, Rin. Abi ngga macem-macem kok. Dipastikan dia bisa diajak kerja sama."
Mendengar kata-kata kerabatnya itu, Abi tau jika ada ketidaksenangan dari Ririn. "Emang gue kenapa ya? Kan nggak gimana-gimana."
Tidak ingin menjawabnya, Ririn berjalan lebih dulu, meninggalkan Vina yang kegelian sendiri melihat tingkahnya. Sedangkan Abi acuh tak acuh.
Tanjakan yang tidak begitu tajam, tapi membuat langkah cepat Ririn perlahan melambat. Tidak tau kenapa dirinya sangat tidak bisa jika harus selalu dekat-dekat dengan Abi. Karena jantungnya serasa mau lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Him, Abi
Teen FictionApa yang tidak Ririn tau tentang Abi? Teman sekolah satu angkatan, satu ekstrakulikuler, satu kelas. Semua tentang Abi, Ririn mengetahuinya. Berawal dari kejahilan Abi, Ririn awalnya membenci dan lebih tepatnya tidak menyukai cara bersikap cowok it...