Bagian 15

137 6 0
                                    

Selamat membaca!

**

Gara-gara sikap Abi beberapa hari yang lalu, kekesalan Ririn tidak hilang hingga sekarang. Di sekolah dirinya masih mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, bahkan beberapa kali dirinya kembali satu tim dengan Abi. Ya ... tapi Ririn memilih untuk cuek. Padahal dalam hati ia merasa deg-degan karena Abi ada di dekatnya.

Kurang jelas maksudnya?

Kan Ririn sudah bilang, ia suka pada Abi. Ia pun tidak tau apa yang membuatnya menyukai Abi. Tapi hatinya selalu merasa demikian. Walaupun dari mulut selalu mengeluarkan kata-kata yang bahkan bertolak belakang dengan perasaan sesungguhnya.

"Rin," panggil Dea.

Ririn tidak menjawabnya. Ia memilih fokus untuk membaca novel.

"Rin, itu di kunciran lo ada belalang gede!" seru Dea membuat mata gadis itu melotot.

Apa katanya? Belalang berukuran besar? Ya ampuuuun, Ririn takut dengan makhluk itu.

Tiba-tiba Ririn merasakan ada yang berjalan pelan di atas rambutnya. "De, ambil doooong! Lo jangan diam aja!" titahnya.

Sedangkan Dea, bukannya membantu malah tertawa karena melihat perubahan wajah Ririn yang terlihat kaku.

"De, cepet! Kok lo malah ketawa sih?! Lo sengaja ya?!"

Dea menggelengkan kepalanya, "Mana gue tau!"

Dalam hati Ririn menjerit sekerasnya. Sekarang ia harus minta tolong siapa? Jam istirahat kelas sudah kosong hanya menyisakan Dea dan dirinya. Tapi cowok itu malah tidak mau membantunya. Tega sekali!

"De ... ayo buang, ini bentar lagi jalan ke muka gueeeeee!" rengek Ririn. Tapi hal itu tidak membuat hati Dea tergerak sedikit pun untuk membantunya. Cowok itu malah asik menonton seraya sesekali tertawa geli melihat ekspresi ketakutan Ririn.

Saat itu juga ada Abi yang masuk ke dalam kelas. Menghampiri dan melihat Ririn yang sedang ketakutan. Lalu pandangannya terarah pada Dea yang tertawa geli.

Ririn yang seperti mendapatkan jackpot dadakan segera menarik tangan Abi, membuat cowok itu terkejut bukan main.

"Bi, tolongin gue, Biiiiii!"

Abi yang tidak mengerti hanya melihat Ririn dengan tatapan bingungnya.

"Abi, plis, tolongin gue!"

"Kenapa sih?"

Ririn menggerakkan bola matanya ke arah atas. Seolah dirinya menunjuk dan memberitahu Abi bahwa di kepalanya ada belalang. Benar saja, Abi mengerti dan langsung menyemburkan tawa.

"Singkirin sendiri lah."

Mata Ririn membulat. Dea dan Abi sama saja. Tidak bisa diandalkan semua. Sekarang dirinya sangat ingin menangis. Kalau ia tidak takut ya pasti sudah disingkirkan sedari tadi.

"Kalian berdua tega banget sih!" lirih Ririn. Sekarang dia merasa sakit hati dan putus asa karena di kelas memang hanya tersisa mereka bertiga.

Dea yang melihat Ririn akan menangis langsung menyenggol Abi. Membuat cowok itu merasa kasihan dan meraih belalang di kepala Ririn.

"Cengeng banget sih," ujar Abi disertai kekehan. Ia merasa geli saat melihat ekspresi Ririn. Cewek itu terlihat menunjukkan sisi lain dalam dirinya. Padahal biasanya ia akan meraung seperti singa betina.

Sudah singa, betina pula.

Bukannya dengan cepat membuang, Abi malah menakut-nakuti dengan cara menyodorkannya ke depan wajah Ririn. Membuat gadis itu lagi-lagi menjerit ketakutan.

About Him, AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang