Bagian 22

37 3 0
                                        

Selamat membaca!

**

Kalau kalian berpikir setelah beberapa obrolan di pondok IOB kemarin Ririn dan Abi akan menjadi semakin akrab, maka dugaan kalian adalah salah. Nyatanya mereka kembali pada porosnya masing-masing—Abi yang memilih seolah tidak pernah terjadi apapun, dan Ririn yang terus memikirkan kepingan-kepingan kejadian sebelumnya.

Sepulangnya Abi membantu Vina dan Ririn mengantarkan buku-buku ke pondok IOB, setelahnya mereka belum saling menyapa kembali. Walaupun sebenarnya dalam benak Ririn, ia merasa semuanya menjadi amat asing.

Kali ini pandangan mata Ririn mengedar pada seisi ruang kelas yang sepi karena anak-anak lain yang sudah pulang dan hanya menyisakan beberapa ransel di atas meja. Lalu pandangan matanya terhenti tepat di kursi yang ditempati oleh Abi. Ada sedikit gemuruh di hatinya saat mengingat perkataan cowok itu di pondok IOB satu bulan lalu.

Ia merasa ... Abi seperti mempermainkannya.

Ririn berdecak. Pikiran itu selalu saja datang menghampiri kepalanya. Padahal sudah jelas-jelas ia dan Abi tidak ada hubungan apapun selain karena teman satu kelas. Ya, hanya teman satu kelas, tidak lebih.

Enggan memikirkannya lebih lanjut, Ririn memilih bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki menuju toilet sekolah.

Bunyi ketukan sepatu terdengar sedikit nyaring di koridor sekolah yang lengang dari siswa. Dirinya memang belum pulang karena ada rapat OSIS, termasuk Syfa dan juga Winda yang juga merupakan anggotanya.

Kalian tau, bagaimana Ririn bisa terjebak dan ikut OSIS?

Semuanya karena Diva yang tiba-tiba saja mengajaknya untuk ikut pendaftaran anggota OSIS. Tapi saat diadakan test awal, Diva diam-diam mengundurkan diri dan tidak memberitahu Ririn. Padahal saat mengajaknya, Diva memberitahu agar Ririn tidak mengundurkan diri. Akhirnya mau tidak mau Ririn harus melanjutkan diri dan mengikuti setiap kegiatan yang ada. Termasuk seperti rapat kali ini.

"Itu namanya lo bohongin Ririn," sebelum benar-benar berbelok ke arah toilet, sayup-sayup dirinya mendengar suara seseorang berbicara.

Tapi kenapa namanya disebut-sebut juga?

"Ya nggaklah. Gue kan cuma mau jailin dia aja, Syf."

"Tetep aja lo bohongin dia namanya. Dia nggak tau apa-apa. Jangan nambahin masalah deh, lo."

Ririn tau itu suara Syfa dan Winda. Dua gadis itu tengah membicarakan dirinya.

"Gue cuma pengen tau responnya Ririn waktu gue pura-pura jadi Abi. Gue yakin dia sebenernya suka sama Abi. Cuma dia munafik aja, dicie-cie-in nggak pernah ngaku," ujar Winda.

Kali ini terdengar sebuah decakan. Ririn yakin itu berasal dari Syfa.

Enggan melanjutkan langkahnya ataupun putar balik, Ririn akhirnya tetap berdiri, berusaha mendengar percakapan tersebut.

"Ririn suka atau nggak sama Abi, itu bukan urusan lo. Biarin aja sih. Lo ga berhak jailin dia, pura-pura jadi Abi segala."

Seperti membeku seketika. Ririn tidak menyangka apa yang saat ini berhasil didengarnya.

Winda menjahilinya dan berpura-pura menjadi Abi.

Jadi yang mengirimkan pesan padanya waktu itu adalah Winda? Tapi kenapa saat Vina menanyakan ujung nomor Abi, cowok itu menjawab 'iya'? Apa Abi pun ingin mempermainkannya? Ingin memberikan harapan setinggi langit, padahal dia tidak mengirimkan pesan tersebut?

Seketika Ririn tersenyum kecut. Ternyata dirinya sangat mudah untuk dibodohi. Bodoh sekali.

Walaupun dirinya tidak merespon berlebihan saat itu. Tapi tetap saja hatinya tidak bisa dipungkiri sempat merasa senang waktu itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About Him, AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang