Selamat membaca!
**
Saat upacara pembukaan hendak selesai, Ririn tersadar. Ia mengerjapkan matanya dan berusaha menyesuaikannya dengan ritme cahaya. Atap yang ia lihat berwarna biru, sedangkan atap tendanya berwarna abu-abu. Itu berarti ia sedang tidak berada di dalam tenda. Dengan segera Ririn mengalihkan pandangan ke sekitarnya, benar saja banyak orang yang masih mengikuti upacara pembukaan.
"Akhirnya sadar juga," ujar seseorang mengagetkan Ririn.
"Gue kenapa ya, Kak?" tanya Ririn pada cowok di hadapannya. Yang ternyata adalah Raka. Sepertinya cowok itu ada di mana-mana.
Ririn sengaja menyebut Raka dengan 'Kakak'. Karena memang sesuai peraturan di saat berkemah, semua peserta dikerahkan untuk menyebut senior mereka dengan sebutan Kakak. Baik pada laki-laki atau perempuan.
Sementara itu Raka tersenyum geli. Lucu juga mendengar Ririn memanggil dirinya 'Kak', karena biasanya gadis itu selalu memanggil namanya saja. Atau bahkan hanya memanggilnya dengan sebutan 'lo' tanpa nama.
Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Raka. Akhirnya Ririn memilih untuk memasang sepatunya yang terlepas. Upacara pembukaan pun nampaknya sudah selesai. Terlihat dari banyaknya peserta yang mulai membubarkan diri dan masuk ke tendanya masing-masing.
"Kalo masih pusing, mendingan lo di sini aja dulu."
"Nggak bisa. Habis ini gue ikut lomba masak. Jadi harus cepet-cepet ke tenda."
Raka berdecak, "Kan bisa dibarter sama anggota regu lo yang lain."
Ririn hanya mengedikkan bahunya. Ia tidak mendengarkan perkataan Raka sedikit pun. Akhirnya dengan sedikit sempoyongan dirinya berjalan menuju tenda.
Dengan cuaca yang cukup panas. Ditambah pusing yang masih menggerogoti kepalanya membuat Ririn terhuyung-huyung. Namun pandangannya tidak terasa kabur sedikit pun. Masih terlihat jelas semuanya. Hanya saja kepalanya seperti ditusuk teriknya matahari dan terasa cenut-cenut. Belum lagi dirinya harus berjalan dari ujung ke ujung.
"Loh, Rin, lo udah nggak apa-apa?" tanya Abi saat Ririn berjalan melewati tenda cowok itu.
Ririn menatap sinis pada Abi, "Emangnya gue kenapa?"
"Lo tadi pingsan. Lo beneran nggak apa-apa?"
"Yaelah. Lo kalo mau ngejek gue bilang aja, Bi. Nggak usah pura-pura khawatir. Apalagi ngerasa kasihan sama gue," ujarnya. "Udah lah, nggak penting ngomong sama lo!"
Ririn pergi begitu saja dari hadapan Abi. Namun bukan Abi namanya jika ia tidak bisa membuat Ririn kesal. Bahkan di saat cewek itu baru pulih dari pingsannya.
"Lo ngapain ngikutin gue sih?!" tanya Ririn. Ia melihat ke arah Abi yang sudah ada di belakangnya. "Sana balik ke tenda lo!" usirnya.
Namun Abi tetap bergeming. Sampai matanya mendapati Syfa yang baru saja keluar dari tenda. "Syf, semangat ya lomba masaknya!" ujar Abi disertai senyuman.
Ririn yang melihatnya hanya mendengus. Harusnya dari awal dirinya tidak perlu baper karena Abi yang mengikutinya. Buktinya cowok itu hanya ingin bertemu dengan Syfa. Memberikan embel-embel semangat.
Halaaaah! "Bucin, buciiiin!" ujar Ririn seraya masuk ke dalam tenda.
Saat di dalam tenda ia mendapati Gae yang sedang mengipasi wajahnya. Sementara temannya yang lain sedang meminta air ke rumah warga untuk memasak makanan mereka nantinya. Begitu kiranya yang dikatakan oleh Gae.
"Lo nggak apa-apa, Rin?" tanya Gae.
"Nggak apa-apa," jawabnya. Iya, dirinya memang tidak apa-apa. Namun hatinya seperti mengatakan yang sebaliknya. Ha, ada apa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
About Him, Abi
Teen FictionApa yang tidak Ririn tau tentang Abi? Teman sekolah satu angkatan, satu ekstrakulikuler, satu kelas. Semua tentang Abi, Ririn mengetahuinya. Berawal dari kejahilan Abi, Ririn awalnya membenci dan lebih tepatnya tidak menyukai cara bersikap cowok it...