Bagian 19 (B)

64 6 1
                                    

Selamat membaca!

**

"Kita mau kemana sih, Rin?" tanya Nara. "Dari tadi kita cuma keliling taman nggak jelas kaya gini."

Ririn bingung sendiri. Ia juga tidak mendapatkan pesan dari Dean, mereka akan bertemu di taman sebelah mana. Cowok itu hanya memberikan alamat umum dan tidak memberikan detailnya.

"Gue juga bingung."

"Lah, terus ngapain lo ngajakin gue keluar? Lo sendiri nggak tau mau kemana. Aneh lo!"

"Ya-ya sori, Kak."

"Nara," ujar seseorang. Membuat Ririn dan Nara membalikkan badan. Dari suara pun keduanya sudah dapat menebak bahwa itu adalah Dean.

"Dean?" tanya Nara. Pastinya gadis itu merasa heran, 'kenapa Dean ada di sana juga?'. "Lo ngapain di sini?" tanyanya lagi. Lantas tatapannya beralih pada Ririn. "Raka? Lo di sini juga?"

Raka yang baru muncul dan berdiri di samping Dean hanya tersenyum.

"Ini kenapa sih? Ada apa?"

Dean tersenyum. Tangannya memang tidak membawa satu hadiah pun untuk Nara. Karena ia tahu, seperti sebelumnya, gadis itu akan menolak.

Kaki Dean selangkah lebih dekat dengan Nara, "Gue hari ini nggak bawa apapun, Ra. Tapi gue bawa perasaan yang nggak akan pernah berubah. Perasaan yang setiap harinya selalu bertambah buat lo," ujarnya, "lo nggak tau gimana kalutnya gue saat kita berjauhan."

Nara terdiam. Tampaknya gadis itu tau apa yang akan dikatakan oleh Dean selanjutnya.

"Bukannya ini jalan terbaik kita?" tanya Nara pada akhirnya. "Mama lo nggak suka sama gue karena gue ... karena..."

Dean memeluk Nara. Menyalurkan rasa yakin pada gadis yang disukainya itu. Raka dan Ririn yang melihat hal itu pun ikut terbawa suasana. Sekarang Ririn tau alasan utama Nara memilih untuk menjauh, karena mamanya Dean yang tidak setuju.

"Gue mohon untuk lo pertimbangkan lagi," pinta Dean.

Nara hanya menggelengkan kepala, disertai air mata yang jatuh ke pipinya. Ia memilih untuk melepaskan pelukan Dean. "Gue nggak bisa. Lo pantas dapat yang lebih baik dari gue, Dean. Mama lo benar, kesenangan lo akan terus berlanjut dengan pilihan yang tepat, dan itu bukan gue. Tapi pilihan Mama lo."

"Ra, berapa kali gue mesti bilang sama lo? Kuncinya kita harus berusaha. Lagian Mama nggak tau apa-apa soal kebahagiaan gue. Yang dia tau, kalau pilihan dia tepat. Padahal nggak sama sekali."

Dean masih pada pendiriannya. Ia tetap memohon pada Nara. Cowok itu begitu gigih. Ririn yang melihatnya malah tidak enak hati karena mengetahui permasalahan di antara keduanya. Ingin pamit pergi pun, masa iya dalam keadaan sedang mellow-mellow begitu?

"Eum, Kak Nara, gue rasa apa yang dibilang sama Kak Dean itu bener. Kalian mesti berusaha dan bisa meyakinkan orang tua kalian. Batu yang keras sekalipun bakalan keropos karena terus-terusan kejatuhan air. Begitu juga sama hati manusia. Sekeras apapun pilihannya, tetap akan ada pilihan lainnya yang bisa dipertimbangkan."

Nara terdiam mendengar penuturan Ririn. Apakah ia akan sanggup untuk memperjuangkan izin mamanya Dean?

"Setuju. Gue setuju sama apa yang dibilang sama Ririn. Kuncinya ada di kalian berdua. Apapun itu, kita sebagai teman pasti akan ikut serta buat buktiin, kalau kalian nggak main-main. Iya, 'kan, Rin?" tanya Raka.

Ririn mengangguk semangat dan tersenyum ke arah Raka. Tapi sedetik kemudian, ia mendorong cowok itu agar tidak berdiri terlalu dekat dengannya.

"Jauh-jauh, lo!" ujar Ririn. "Dasar tawon hitam!"

About Him, AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang