2. Pengganggu

29 4 22
                                    

"Ma, Dede bawa motor ke sekolah ya?" Alvi meminta izin bersaman dengan mecium tangan sana Mama

"Emang Dede mau kemana abis pulang sekolah?" Tanya Aila, Sang Mama sambil menyodorkan uang Rp. 20.000 untuk bekal Anak bungsunya

"Gak bakalan kemana-mana sih, tapi lagi malas jalan kaki pas pulang Ma." Jawab Alvia. Ia memang harus berjalan kaki lagi sekitar 1,5 Km setelah turun dari angkot.

Sebenarnya rumah orang tua Alvia berada di samping jalan, bahkan mobil pun masuk. Tapi sangat jarang angkot yang bisa sampai paling dekat 500 mater dari rumahnya, selalu saja berhenti di tempat pemberhentian angkot. Jadi imbasnya Alvia sering pulang jalan kaki, meskipun sudah jadi rutinitas sejak SMP, setidaknya saat SMK ia ingin pulang lebih cepat dan lebih tidak menguras tenaga.

"Heleh lu De, cuma jalan bentar doang. Gaya amat mo make motor, gua aja dulu jalan kaki." Ucap seorang gadis yang umurnya hanya terpaut bbeberapa tahun di atasnya da ia sedang menyetrika baju kerjanya

"Berisik lu, terserah gua lah mo gaya apa kagak." Sungut Alvia kepada Hilma, Kakak perempuan keduanya yang sekarang bekerja menjadi salah satu operatos di sebuah Yayasan sekolah.

"Dede naik angkot aja ya, lagian uang jajannya sayang dipake isi bensin." Ucap sang Mama mengengahi kedua anaknya

"Noh, dengerin. Jan ngebantah, karmanya instan lho." Ucap Hilma diakhiri dengan kekehan, jangan lupa kepalanya yang berusaha melihat ke belakang namun tubuhnya menhadap ke depan. Benar-benar postur tubuh yang menurut Alvia menyebalkan.

"Iya deh," Ucap Alvia menyerah "Dede berangkat, Assalamu'alaikum." Pamitnya.

Ia berjalan keluar rumah dan menunggu angkot. Ya, setiap pagi ada satu angkot yang setiap pagi melewati rumahnya, ketika kesempatan itu di lewatkan tidak ada angkot yang akan lewat lagi.

<-Game Over->

Seperti biasa, tidak ada yang istimwa pagi ini. Karena angkot yang setiap pagi Alvia tumpangi selalu berangkat terlalu pagi, alhasil hanya dirinya yang sudah ada di kelasnya mungkin juga di sekolahnya.

Tapi ini bagian terbaiknya, tanpa ada kebisingan Alvia tersenyum kecil mendapati kelasnya kosong. Setelah duduk di tempat duduknya ia mengeluarkan earphone dan memasangkannya di telinga yang tertutup hijab putihnya dan handphonenya. Seketika lagu yang ia sukai mengalun dengan volume yang tidak terlalu kencang.

Alvia menutup matanya dengan senyum yang terlukis di bibirnya. Ia tidak menyadari ada yang menikmati senyumannya saat itu juga.

"Pagi." Sapa seseoang yang duduk di kursi yang berada di depan Alvia

Mendengar ada suara, sontak Alvia membuka mata terkejut. Baru kali ini hanya satu lagu yang bisa ia putar pagi ini, biasanya setelah 5 sampai 6 lagu yang terputar baru teman-temannya datang.

"Gak di jawab nih ucapan pagi dari pacar?" Tanya Arjun dengan menegaskan kata 'pacar'. Ialah tersangka yang mengganggu Alvia

Selesai dengan cara terkejutnya, yang disapa hanya menghela nafas pelan. Ia menelan bulat bulat umpatan yang tadinya akan meluncur dari mulut manisnya untuk oranng pengganggu paginya, karena ia adalah kakak kelasnya.

"Pagi juga Kak." Ucap Alvia dengan tersenyum tipis. Ia kemudian melepas earphone yang menempel di telinganya.

"Kok panggil 'Kak' sih.." Rengek Arjun sambil cemberut

Game OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang