"Apa benar ini kediaman Abisheva Mahendra?"
"Iya, saya sendiri."
Pagi-pagi sekali Abi yang baru saja keluar dari kamar untuk sarapan menuju kearah makan, segera membuka pintu saat mendengar suara ketukan.
Beberapa pria berbadan tegap, dengan jaket hitam kulit itu kini menyodorkan sebuah surat perintah.
"Kami menerima laporan tentang skandal anda dan dugaan penganiayaan. Anda harus dibawa ke kantor untuk penyelidikan lebih lanjut."
"Apa maksud kalian?!" Abi akan memberontak, saat kedua pria itu langsung menyeretnya masuk kedalam mobil.
Dengan adanya media masa bahkan internet, membuat informasi dapat semakin menyebar lebih cepat, bahkan tanpa batas.
"Dugaan skandal pengusaha sukses dan berbakat, Abisheva Mahendra."
"Laporan penganiayaan serta kekerasan, ungkap pribadi asli dari sosok motivator melegenda bagi anak muda, Abisheva."
Wajah Abi akan terpampang dengan jelas dimana-mana.
Semudah itu mengubah sosok yang begitu dipuja-puja kini tercoreng, menjadi berita hangat mengenai sisi gelapnya yang diungkap oleh media.
*************
Lastri tak henti-hentinya mengelus rambut berwarna kecoklatan itu, air matanya masih terus mengalir. Melihat wajah yang penuh dengan lebam serta luka.
Seorang bayi dan bocah pintar yang dulu ia besarkan kini mulai tumbuh dewasa, menjadi pribadi yang sangat tangguh meskipun dengan berjuta luka, hatinya perih membayangkan, kesakitan yang harus dialami olehnya.
Alen saat itu masih begitu belia. Lastri ingat senyuman manisnya yang tampak begitu nyata, sama sekali bukan berpura-pura. Alen yang begitu ceria, Alen yang begitu suka berbagi cerita, serta bagaimana tatapan lugu serta polosnya saat mereka sering melihat langit malam yang penuh taburan bintang.
"Bibi, Ale mau jadi bintang yang paling terang!!!" Pekiknya menunjuk kearah salah satu benda langit itu, seolah tangan mungilnya mencoba untuk menggapainya.
Mengingatnya mata Lastri semakin memanas, pedih dihatinya semakin menjadi.
Kondisi Alen sering sekali tiba-tiba mengalami penurunan.
Remaja itu perlu diberi kekuatan.
Ia sudah terlalu lemah, bahkan seolah enggan membuka mata untuk melihat dunia dengan fakta pahitnya.
"Bibi...." Remaja itu akhirnya perlahan membuka mata.
Lastri hanya tersenyum, segera mengusap air matanya.
"B-bibi nangis?" tanyanya parau melihat tatapan teduh yang tampak sembab itu.
"Huh ... tidak kok, hanya sedikit sakit karena tadi kemasukan debu." Dustanya walau merasa tercekat.
Alen hanya manggut-manggut pelan saja, membuat Lastri tersenyum tipis.
Saat ini wanita paruh itu menyadari begitu sesaknya menahan rasa sakit yang bergejolak di dalam dada, menutupi luka, dan memaksa untuk tersenyum agar orang-orang disekitar menganggap ia juga baik-baik saja.
Sakit bahkan sangat, ia yakin tak akan kuat menyembunyikan hal itu dalam waktu yang lama.
***
"Siapa pelakunya?" tanya Alen dengan netra gemetar, tangannya memegang kuat remote televisi yang tengah menyajikan berita hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleen ✓
Teen Fiction[Halal Area] BUKAN lapak bl atau b×b👊 Alleen hanya ingin menjadi yang terbaik. Apapun cara akan ia lakukan agar mereka dapat menerima kehadirannya. Ia yang tak pernah diharapkan dari lahir, seharusnya tak perlu hidup dan menanggil lelaki yang hidup...