Dor!
Tidak .... Tidak!
Kaki yang baru saja akan menopang tubuh Alen untuk berdiri, kini kembali lemas, baru saja akan ambruk namun Abi lebih cepat membawa tubuh itu kepelukannya.
Syok bukan kepalang, Abi melihat Dion yang dalam keadaan setengah sadar kini menyeringai, karena berhasil menembakan peluru itu hingga tepat sasaran.
“A-Ale kaget, Pa. Papa gapapa kan?”
Suara bergetar itu begitu menusuk ke indera pendengaran milik Abi. Matanya seketika terbelalak, bersamaan dengan tubuh Alen yang melemas dan akan jatuh.
“Ha?”
Tangan lelaki ini bergetar setelah meraba punggung milik Alen, basah, merembeskan cairan merah segar yang terasa hangat dengan begitu derasnya. Telapak tangan Abi kini sudah berlumuran darah.
Bruk!
“Al!!!” Ikbal berjalan mendekat dengan tergesa-gesa diikuti oleh Gala.
Kepala Alen kini Abi taruh di pangkuannya. Tatapan mata itu terlihat masih syok, jiwa urdenaline Alen membuncah.
Matanya hanya menatap nanar kearah langit-langit bangunan tua ini yang kebanyakan dihiasi oleh sarang laba-laba. Alen kini dapat merasakan betapa sakitnya ketika timah panas itu menembus raga.
"Uhuk ... uhuk ..." Remaja itu berbatuk-batuk, namun darah yang keluar dari sela-sela bibirnya.
"Pa?” Tangannya gemetar meremat kemeja putih yang dipakai sang Papa kini juga ikut dilumuri oleh darah.
“Iya, sayang, ini Papa. Tahan ya, nak?” Mungkin hanya itu kalimat yang dapat dilontarkan dari bibir seorang Abi.
Memegang erat tangan dingin Alen mencoba menyalurkan sebuah kekuatan.Pandangan Alen mulai mengabur, secara bersamaan ia merasakan rasa lelah dan sakit yang teramat, namun sedikit terbayar saat sang Papa berucap lembut tepat didekat telinganya.
Apa ini hanya sebatas mimpi?
Terbesit hal itu dibenak seorang Alen sekarang.
Alen masih sadar, samar-samar telinganya mendengar suara Gala yang memintanya agar tak menutup mata, dan menepuk pipinya secara berulang kali seraya memanggil namanya.
Sampai pada akhirnya kegelapan mulai menyeretnya paksa, semuanya melesap dengan begitu cepat, yang Alen tahu setelah ini apakah ia akan terbangun kembali, atau semuanya memang cukup berakhir di sini?
**********
Sudah lebih dari satu jam berlalu, namun lampu ruang operasi itu kini belum kunjung berganti warna. Meninggalkan kata khawatir dan gelisah yang amat kentara, tangan Abi bergetar melihat ada darah milik sang putra yang mulai mengering disana.
Tolong berikan satu kali lagi kesempatan.
Lelaki itu menyandarkan diri di tembok putih rumah sakit, bibirnya tak henti-hentinya mengucapakan sebuah permohonan dan doa, berharap anak itu diberi kekuatan untuk dapat bertahan.
“Ga usah terlalu khawatir, peluru itu tidak sampai menembus organ vitalnya. Alen itu kuat dan akan baik-baik saja.”
Abi mengelap air matanya yang jatuh, sedetik kemudian mengalihkan pandangan kearah samping menyadari ada seseorang yang datang.
Senyuman tipisnya tersinggung diwajahnya tampan Gala. "Gimana, apa rasanya sakit?"
Abi menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangan. Air matanya menetas entah sejak kapan. “Gue harus apa setelah ini, Gal? Bantu gue, tolong...” ucapnya serak, putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleen ✓
Teen Fiction[Halal Area] BUKAN lapak bl atau b×b👊 Alleen hanya ingin menjadi yang terbaik. Apapun cara akan ia lakukan agar mereka dapat menerima kehadirannya. Ia yang tak pernah diharapkan dari lahir, seharusnya tak perlu hidup dan menanggil lelaki yang hidup...