Cerita lama Jiana.

1.6K 216 38
                                    

Setelah kejadian sore tadi, Jiana langsung pulang ke rumah bundanya. Padahal awalnya Jiana berencana ingin bermain atau jalan-jalan dulu dengan Sabil, mengingat sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama berdua. Tapi karena moodnya sudah tidak bagus lagi, Jiana membatalkan semuanya.

Jangan tanya kelanjutan dari pertemuannya dengan Wildan. Mereka hanya berbicara sekali, setelahnya canggung sampai pulang. Di rumah pun, Jiana tidak melakukam apa-apa selain bermanja-manja dengan sang ayah dan kembali ke kamarnya.

Di dalam kamar, Jiana menyadari ada seseorang yang masuk, tapi sama sekali tidak dihiraukan. Berpikir Sabil atau bundanya lah yang datang untuk mengajaknya makan malam. Namun ternyata perkiraannya salah besar, karena suara yang memanggil namanya saat ini bukan milik Sabil atau bundanya, melainkan suaminya, Yoga.

"Jiana."

Jiana yang tadi merebahkan badannya setelah selesai shalat Isya, langsung bangkit, menatap terkejut Yoga yang berdiri di depan pintu kamar.

"Mas, masuk aja," katanya gugup.

Jiana bukannya terlalu percaya diri, tapi sekarang Yoga pasti dalam keadaan cemburu. Kalau biasanya Jiana akan menggoda suaminya itu habis-habisan karena menganggap tingkahnya lucu jika sedang cemburu, kali ini tidak bisa. Yang dicemburuinya bukan Day6 ataupun sepupunya Malik, tapi mantan orang yang disukainya dulu.

"Ayo pulang." Suaranya datar, sama seperti ekspresinya.

Jiana mengangguk. Mau diselesaikan di sini tidak enak, karena pasti akan terdengar oleh bundanya, ayahnya, dan Sabil. Tidak ada yang bisa dilakukan Jiana selain mengikuti keinginan Yoga.

Oh tidak, ada satu cara yang Jiana bisa lakukan dan hampir tidak pernah gagal disaat situasi genting seperti ini.

Bersikap sok manis.

"Iya, ayo pulang." Jiana turun dari kasur dan mendekati Yoga.

Sampai di depannya, Jiana mulai melebarkan senyuman, hingga gigi-gigi putih depannya terlihat. "Salim dulu," katanya sambil mengadahkan tangan.

Yoga menghela napas, tahu rencana licik apa yang istrinya coba lakukan.

Dengan terpaksa Yoga mengulurkan tangannya, membiarkan Jiana untuk menciumnya. Namun tanpa diduga, Jiana benar-benar mencium tangannya. Benar-benar dicium hingga bunyinya terdengar, padahal biasanya tangannya hanya sampai hidung.

Belum cukup dengan itu, tiba-tiba saja Jiana memeluknya erat dengan kepala mendongak menatap matanya lurus. Membuat wajah semenyedihkan mungkin.

"Mas, Mas marah sama aku, ya?"

Alih-alih menjawab, Yoga malah melihat kanan dan kirinya dengan ekspresi gugup, takut-takut jika orang rumah melihat. Akan malu jika ketahuan 'bermesraan' di depan pintu kamar seperti ini.

"Jiana, lepas," perintah Yoga berusaha melepaskan tangan Jiana yang memeluk pinggangnya. Walaupun sebenarnya Yoga terlihat seperti tidak benar-benar ingin melakukan itu.

"Gak mau! Sampe Mas jawab pertanyaan aku!" Jiana menggeleng tegas sambil mengeratkan pelukannya.

"Mau saya marah atau engga, gak ada hubungannya untuk sekarang. Kita di depan pintu, Jiana. Malu kalau ketauan bunda, ayah, atau Sabil!"

"Biarin aja! Kita udah nikah, gak bakal dinikahin dua kali juga!"

Jiana sebenarnya malu, tapi mencoba untuk masa bodo. Lagi pula suaminya ini tingkat rasa malunya jauh melebihi dirinya, jadi pasti dia akan menjawab cepat pertanyaan tadi.

"Saya gak marah."

"Bohong! Kenapa tadi mukanya datar banget? Ngajak aku pulang juga masa kaya gini?" Jiana yang tadi menatap Yoga kesal, langsung merubah ekspresinya menjadi datar, mencoba mengikuti ekspresi Yoga tadi. "Ayo pulang," tirunya. Bahkan suaranya sengaja dibuat nge-bass agar terdengar mirip.

HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang