Jiana sudah mengecek kandungannya bersama Yoga. Kata dokter sudah dua minggu. Jiana hanya disuruh untuk tidak mengerjakan hal berat atau pun hal yang memebuatnya stres, dan juga meminum vitamin. Kedua orang tua mereka langsung datang keesokan harinya, memberikan selamat dan nasihat-nasihat seputar tentang kehamilan.
Awalnya Jiana tidak merasakan apa yang biasanya perempuan hamil rasakan seperti mual, pusing, dan tidak nafsu makan. Tapi di hari ke lima sejak tahu kehamilannya, Jiana mulai merasakan itu semua. Seperti pagi ini misalnya. Jiana sudah empat kali bolak-balik kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya padahal dari semalam hanya memakan beberapa suap nasi.
Yoga mengepalkan tanganya. Yoga tahu ini adalah hal lumrah yang di rasakan hampir semua ibu hamil di dunia. Tapi disaat dirinya terbiasa dengan sifat sang istri yang tidak bisa diam dan banyak bicara tiba-tiba menjadi 'sakit' seperti ini, membuatnya ikut sakit juga.
Yoga berjalan mendekat, berjongkok di samping ranjang dengan Jiana yang berbaring meringkuk menghadapnya. Lihat, bahkan wajahnya terlihat sangat pucat.
"Jiana," panggilnya lembut.
Jiana yang tadi terpejam, membuka matanya perlahan.
"Masih mual?"
Jiana menggeleng, membuat Yoga menghela napas leganya. Setidaknya saat dirinya pergi, Jiana dalam kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
"Saya berangkat, ya?"
Jiana tidak langsung menjawab, mata sayunya menatap Yoga tidak rela. Jiana tidak yakin dirinya bisa melewati masa-masa seperti ini sendiri tanpa bantuan suaminya. Tapi bagaiamana lagi? Yoga memiliki kewajiban lain yang harus ditunaikan. Lagi pula sudah dua hari ia izin bekerja karena menjaganya.
"Jiana?"
"Iya, Mas hati-hati di jalan," katanya pelan, "tapi peluk aku dulu."
Yoga langsung memeluknya, kemudian mencium dahinya sayang.
"Susunya diminum, makannya juga dimakan."
Jiana mengangguk.
Melepas pelukannya, Yoga menatap Jiana serius. "Kalau ada apa-apa langsung hubungin saya. Kapan pun."
"Iya."
"Pulangnya mau dibawain apa?"
Jiana kembali menggeleng, "Mas langsung pulang aja."
"Yaudah, kalau gitu saya berangkat, ya? Kamu jangan macem-macem, istirahat. Kalau bosen nonton film aja, atau baca novel yang biasa kamu baca."
Setelah mengucapkan salam dan mendengar jawaban dari salamnya, Yoga segera meninggalkan kamar menuju kampus tempatnya mengajar. Walaupun sebenarnya berat sekali meninggalkan istrinya sendiri di rumah dengan kondisinya yang sedang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Tidak ada pilihan lain. Mau meminta orangtua atau mertuanya untuk menemani pun Yoga tidak bisa, mengingat mereka juga sama bekerja sepertinya. Mungkin nanti setiap ada waktu luang, Yoga akan sesering mungkin menghubungi Jiana.
-Husband-
Selama Yoga bekerja tidak banyak yang dilakukan Jiana. Ia hanya tidur, membuka ponselnya, dan mengerjakan skripsi jika dirasa sanggup atau dalam keadaan tidak pusing. Iya mengerjakan skripsi, karna Jiana tidak ingin saat anaknya sudah lahir nanti dirinya masih sibuk mengurus kewajibannya sebagai mahasiswa. Bisa-bisa setiap hari ada pertumpahan air mata karna merasa stres sendiri mengerjakan dua tugas yang sama-sama penting dan tidak mudah.
Yoga menghubunginya hampir setiap dua jam sekali, menanyakan bagaimana keadaannya yang dijawabnya antusias. Kadang diselipkan dengan kerecehan-kerecehan yang biasa dilontarkan untuk mencairkan kekhawatiran suaminya. Jiana bisa membayangkannya bagaiamana tidak tenangnya Yoga selama bekerja. Pria itu kan memang seperti itu, terlalu khawatir berlebih padanya. Apalagi dengan kondisinya yang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUSBAND
General FictionYoga Agam Nugraha terlalu serius untuk Jiana Ranasya yang main-main. [cerita super ringan ⚠️] [complete] Start: 20 Maret 2020 Finish: 17 April 2021 #1 in sumji 🥇 #1 in yeochin 🥇 By: Oumjang