Empat Puluh

394 59 2
                                    

Talitha terdiam setelah mendengar balasan Hobi yang saat ini sedang berjalan pergi, menjauhinya. Talitha melihatnya berjalan ke belakang altar yang tidak mendapatkan penerangan sedikit pun. Namun dirinya tidak berusaha untuk mengikutinya. Belum sempat mengajukan pertanyaan apa pun, Hobi kembali membuka suara.

"Aku bukan pemilik manor ini," tutur pria itu di tengah kegelapan.

Talitha berusaha untuk tetap tenang ketika pria tersebut mengalihkan pembicaraan mereka.

"Aku hanya dipilih untuk menjaga tempat ini dan menjalankannya untuk kebaikan," lanjutnya.

"Kenapa kau harus membuat segalanya terdengar rumit?" Talitha bertanya.

Wanita tersebut masih memperhatikan Hobi yang membelakanginya di kegelapan sana. Disaat memicingkan matanya agar dapat melihat lebih jelas, Talitha mendapati sebuah lemari yang sepertinya sudah ada di sana selama ini. Hanya saja karena tidak dijangkau oleh terangnya api obor, ia melewatkannya. Sekarang, Hobi terlihat sedang mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Manor ini masih menjadi tempat perkumpulan orang-orang kita sampai sekarang. Hanya saja sudah tidak sesering dan sebanyak dulu."

Talitha mengedarkan kedua matanya ke altar batu. Jorokan tersebut masih berhasil membuat bulu romanya berdiri.

Hobi berjalan kembali menghadapnya, sehingga altar tersebut menjadi perantara mereka berdua. Pria itu pun meletakkan sebuah belati tua serta satu buah botol kaca ke atas altar. Senjata tajam tersebut masih terlihat bersih dari karatan, dan memiliki ukiran indah di bagian pegangannya. Sedangkan botol kaca itu sendiri terlihat sedikit bernoda di bagian dalamnya. Wujudnya tidak terlalu besar, namun berbentuk persegi empat, tidak seperti botol biasanya.

Talitha melihat kedua barang tersebut tanpa menanyakan apa pun. Namun akhirnya, wanita itu bersuara juga.

"Aku tidak mengerti kenapa mereka memilihmu untuk menjadi penjaga manor ini," ujarnya.

Pria itu menyunggingkan bibirnya.

"Itu karena aku yang paling aman dari kami semua."

"Paling aman?"

"Tidakkah kau mengerti? Aku seorang seniman terkenal. Aku dicintai oleh banyak orang. Yang berarti, aku bisa bertahan di ladang ranjau ini cukup lama jika dibandingkan dengan kalian," ucapnya.

"Itu sebabnya aku ingin membantu sebanyak yang kubisa sebelum semuanya terlambat," lanjutnya kecil.

Talitha menundukkan kepalanya, kali ini tidak bisa menjauhkan pandangannya dari belati tersebut.

"Lalu kenapa kau menunjukkan belati ini padaku?"

"Sayangnya kau harus memakai belati ini agar kau bisa kembali."

"Apa?"

"Kau harus menancapkan belati ini tepat di jantung pria yang kau cintai itu dan mengumpulkan darahnya ke dalam botol ini."

Talitha tersenyum, hanya satu bibirnya yang terangkat ke atas.

"Apa kau baru saja menyuruhku untuk membunuh orang?" balasnya.

"Bukan hanya itu. Karena kau juga akan dikorbankan setelah itu."

Wanita tersebut lagi-lagi melihat ke altar yang telah terbentuk jorokan berbentuk tubuh manusia itu. Dirinya kehabisan kata-kata. Ia memejamkan kedua matanya erat.

"Baik, katakanlah aku benar-benar membunuhnya. Setelah aku selesai mengumpulkan darahnya, apa lagi yang perlu kulakukan?"

"Kau cukup mendatangiku. Aku hanya memerlukan belati yang masih basah dengan darah priamu itu. Kemudian, kau harus membaringkan tubuhmu di altar ini sambil menggenggam botol kaca yang telah dipenuhi oleh darah yang telah kau kumpulkan. Setelah itu, aku hanya perlu menancapkan belati tadi ke jantungmu."

The Devil Bride to Be | KTH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang