🥀 17 | Sebuah rasa kekecewaan

21 20 3
                                    


🥀

Sebab rasa berontak datang itu berawal dari sebuah rasa kekecewaan, entah itu hal sepele atau besar kecewa tetap kecewa.

Lantas siapa yang harus di salahkan?

🥀🥀🥀

Menjelang pagi hari Rysa sudah bersiap-siapa pergi ke sekolah, sebelum itu dia harus menghampiri meja makan terlebih dahulu untuk sarapan bersama di sana.

Dejun, papanya itu sudah duduk terlebih dahulu di kursi kepala, sedangkan Diana duduk di kursi sebelah kanannya.

Rysa duduk di sebrang Diana, tidak berniat mengucap selamat pagi atau tetek bengek lainnya yang memulai pagi dengan ceria. Rysa duduk tanpa berbicara lalu mulai menyentuh makananya yang terlihat hambar, padahal dia belum menyantapnya. Rysa hanya tidak nafsu makan.

Baik Dejun maupun Diana, mereka sama-sama melihat Rysa sekilas lalu kembali kepada makanan masing-masing.

"Kenapa kamu tidur di meja makan?" tanya Dejun disela-sela makannya tanpa mengalihkan pandangan.

"Tanya aja sama wanita itu." Risa mendorong dagunya, menunjuk Dania yang duduk di sebrangnya.

Dania mengangkat kepalanya dan mengerutkan kening. "Mama nggak nyuruh kamu tidur di sini, Sa."

"Gue nyuci baju sampe ketiduran di sini."

"Mama nggak nyuruh kamu nyuci di jam segitu, Sa."

"Tetep aja lo yang salah." Rysa nyolot menyudutkan Diana. "Gue di suruh-suruh, pembantu dianggurin," gerutu Rysa sambil menyantap makanannya dengan terpaksa.

"Jaga omongan kamu, Rysa." Dejun menyela.

Pagi tadi Dejun dikejutkan oleh Bi Marni yang memberitahunya kalau Rysa tertidur di meja makan dengan meninggalkan mesin cuci yang masih menyala. Bi Marni memang selalu melaporkan setiap keadaan anak majikannya itu kepada tuan rumah ini.

Mendengar itu pun tentu membuat Dejun terheran mengapa anaknya bisa tertidur di tempat yang bukan seharusnya untuk tidur.

"Sekarang mama tanya, jam berapa kamu pulang sekolah? kemana aja kamu sampe pulang sore, jam pulang sekolah kamu itu pukul tiga, kemana aja kamu sehabis jam itu." Diana bicara lagi. Menghadapi anak tirinya yang sangat bebal itu perlu kesabaran yang ekstra.

"Udah gue bilang lo bukan mama gue, berhenti nyebut diri lo dengan sebutan mama." Risa tersulut emosinya, dia tidak suka kalau ada orang lain yang mengaku sebagai mamanya. Mamanya itu Arika, hanya Arika dan dia sudah tidak ada. Meski sudah lama tidak ada, Rysa hanya menganggap Arika hanya satu-satunya orang yang menjadi mamanya. Jadi jangan harap kalau Diana akan dia akui sebagai mamanya, meski hanya mama tiri itu pun tidak bisa ia terima.

Rysa tidak pernah menyetujui pernikahan papanya, Rysa tidak pernah menganggap Diana, dan semenjak Diana hadir papanya jadi semakin sibuk dan tidak lagi perhatian kepada Rysa, membuat Rysa semakin membenci Diana.

"Rysa?!" Dejun menyela, suaranya naik satu oktaf. "Diana ini sekarang mama kamu, kamu nggak boleh kaya gitu."

Terlihat Rysa mendengus sebal, menaruh sendok dan garpu di atas piring, dia kehilangan nafsu makan sepenuhnya.

Rysa akan beranjak dan pergi dari sana tapi sebelum itu terjadi Dejun memanggilnya dan menyuruh gadis itu duduk kembali, Rysa yang tidak bisa membantah perintah papanya terpaksa kembali menjatuhkan pantatnya di atas kursi.

"Papa belum selesai ngomong." Dejun berucap membuat pandangan Rysa mengarah kepadanya seolah berkata 'apa lagi?'

"Kemarin papa ke sekolah kamu. Kenapa kamu nggak ikut ulangan?"

Daily LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang