🥀 9 | Jangan pernah menyalahkan takdir

63 53 18
                                    

Vote, follow, dan komen okey!

Kalau ada typo, bilang!

Semoga kalian suka sama ceritanya :)

Happy Reading :)

🥀🥀🥀

Bukan ini yang Arunika inginkan. Meski dia senang dengan kehadiran Daniel di hidupnya, tetapi bukan keadaan seperti ini yang dia inginkan.

Memang tak seharusnya dia hadir di kehidupan Daniel. Arunika juga tidak tahu kenapa cowok itu gencar sekali mendekatinya. Dari sekian banyak perempuan yang lebih baik darinya, kenapa Daniel memilih dirinya?

Arunika sadar betul posisinya sekarang. Bukannya dia tak ingin menghindar, dia sudah coba menghindar tetapi ujungnya akan tetap sama. Daniel akan tetap menghampirinya.

Daniel mencengkram tangan Arunika. Cewek itu berhenti dan berbalik, dengan kondisi mata dan pipinya penuh dengan jejak air mata. Arunika menangkis tangan Daniel. Tidak rela di abaikan seperti itu, Daniel kembali meraih tangan mungil milik Arunika. Kali ini Arunika tidak menolak sebab cengkraman Daniel begitu kuat di pergelangan tangannya.

"Kamu, tuh, kenapa sih?" tanya Daniel keheranan, sedari tadi pagi Arunika terus menghindarinya.

"Kamu, tuh, yang kenapa." Arunika menatap Daniel sendu. "Ngapain ngejar aku? aku nggak pantas kamu kejar," erangnya berharap Daniel melepaskan genggamannya. Jujur itu sakit, meskipun artinya Daniel tidak ingin melepaskan Arunika tetapi tetap saja itu rasanya sakit.

"Aku nggak akan pernah lepasin kamu," ucap Daniel penuh penekanan.

"Lepasin tangan aku. Itu sakit," pinta Arunika. Sadar akan perlakuannya yang sedikit kasar dan memaksa segeralah Daniel melepaskan genggamannya.

"Maaf," ucap Daniel menyesal. "Aku mohon jangan hindari aku lagi," tambah Daniel memohon. Dia tidak ingin kehilangan pujaan hatinya. sungguh, hanya Arunika yang bisa membuat hatinya berdetak hebat dan merasakan hal aneh atau bahkan merasa sakit kala melihat perempuan itu tersakiti juga.

Arunika menarik napas panjang sebelum ia hembuskan perlahan lewat mulutnya dan berucap, "Aku seneng kamu mau deket sama aku, aku juga seneng bisa deket sama kamu. Aku nggak pernah minta siapapun buat suka dan mau sama aku, tapi kamu ... datang padaku dan mau deket sama aku. Aku seneng ... banget," jujur Arunika. Dia menjeda ucapannya sebentar, mengulum bibirnya sekilas dan memberanikan diri menatap iris kecokelatan milik cowok yang kini berdiri di depannya.

"Tapi aku nggak mau buat orang lain kecewa karena aku. Aku sudah bilang itu dan kamu tau itu." Air matanya mulai menetes kembali. "Semenjak kehadiran aku diantara kalian, semuanya semakin berat. Rysa semakin membenci aku."

Daniel diam sesaat, mencoba mencerna perkataan Arunika. Dia paham betul perasaan Arunika, cewek itu memang tidak bisa membuat orang lain tersakiti karena dirinya, tetapi dia juga tidak berpikir bagaimana perasaan Daniel sebenarnya. Bukankah dengan Arunika meninggalkan Daniel juga akan menyakiti hati cowok itu?

"Kamu nggak mau nyakitin hati orang lain? Kamu nggak sadar kalo kamu ngehindarin aku, hati aku juga sakit?!"

Perempuan itu terdiam, menyaring perkataan cowok di depannya. Arunika tidak terpikirkan sampai ke sana.

Kalau sudah begini siapa yang harus disalahkan? Bukankah pada akhirnya mereka akan saling menyakiti tanpa menyentuh sebab hatinya yang tersakiti. Sebuah perasaan yang hanya sembuh ditelan waktu, itu pun tidak tahu sampai kapan.

Bukannya ingin menyesali takdir karena mereka sudah dipertemukan, tetapi kalau saja mereka tidak pernah bertemu dan seandainya waktu itu Arunika tidak mengiyakan permintaan Daniel untuk mengantarkannya pulang, dengan begitu mereka tidak akan saling mengenal dan dekat seperti sekarang. Bukankah mereka tidak akan sampai di titik ini? titik di mana semua kekacauan mulai terjadi.

Seandainya, seandainya dan seandainya. Hanya itu yang Arunika sesali sekarang. Namun, waktu tidak bisa berputar. Bisa apa dirinya selain hanya pasrah dan sabar menghadapinya.

"Aku bukan siapa-siapa kamu, Dan." Sekali lagi Arunika menatap Daniel sendu. "Kamu nggak berhak sakit hati cuma gara-gara aku tinggalin."

"Terus apa bedanya sama Rysa? dia juga bukan siapa-siapa kamu, seharusnya kamu juga nggak masalah, kan?" sela Daniel membuat Arunika mati kutu di tempat.

"Tapi---"

"Tapi apa? Kamu tuh egois, munafik, naif. Berlagak peduli, bilangnya nggak mau nyakitin hati orang lain tapi kamu nyakitin aku." Daniel gemetar, baru kali ini dia berbicara serius seperti sekarang. "Tapi anehnya aku tetap suka sama kamu," lanjutnya.

Arunika tertegun, mendengar pengakuan Daniel barusan membuat hatinya terenyuh, dadanya mendadak sesak seakan diremas begitu kuat. Sakit terasa menyeruak sampai mata, mengumpulkan segumpulan air asin yang siap jatuh membasahi pipi tirusnya. Benar apa kata Daniel, dia terlalu naif munafik seperti yang cowok itu bilanng. Padahal, sebenarnya Arunika tidak bermaksud seperti itu. Arunika tertunduk malu.

"Aku nggak ngerti apa yang salah di sini .... tapi aku nggak ingin semakin menyakiti Rysa, dia itu sudah rapuh." Arunika dengan sedikit keberaniannya kembali menatap manik kecokelatan itu yang sebelumnya memancarkan emosi yang membeludak.

"Rapuh apa maksud kamu?"

"Aku nggak tahu pasti, tapi aku melihat dari sorot matanya kalau dia itu sebenarnya kesepian."

"Kamu yang sebenarnya kesepian. Sekarang aku mau tanya, Rysa banyak teman sampai dia lupain aku sama Gerald yang tak lain teman masa kecilnya dan kamu bilang dia kesepian? Kamu buta atau gimana?"

"Kamu yang buta, Dan." Arunika menyela cepat, tidak ingin terus berdebat seperti itu dengan Daniel akhirnya Arunika memutuskan untuk menyudahi perdebatannya hari ini. Menghela napas berat lalu berbalik badan dan melangkah pergi meninggalkan Daniel yang menatapnya tidak mengerti.

Daniel tidak habis pikir, tidak mengerti juga dengan jalan pikiran Arunika. Mengapa juga dia harus peduli dengan orang-orang di
sekitarnya yang jelas-jelas menaruh benci kepadanya, sedangkan dia malah mementingkan perasaan mereka ketimbang perasaannya sendiri.

Polos sama bego memang beda-beda tipis. Namun, entah kenapa itu justru membuat Daniel semakin jatuh hati dan kagum kepada perempuan berkuncir kuda itu.

Ngomong-ngomong Daniel tersadar satu hal hari ini, yang sedari tadi pagi terasa menjanggal dan ada yang berbeda. Tumben sekali Arunika menguncir rambutnya?

Pantas saja dia terlihat lebih manis dari biasanya. Daniel tidak merasa bahwa beberapa detik yang lalu mereka baru saja bertengkar, tidak sehebat perang dunia kedua. Namun, cukup membuat perasaan Daniel berkecamuk. Meskipun ini bukan perdebatan pertama mereka, tetapi tetap saja setiap kali Arunika melayangkan perkataan yang berujung menyuruhnya untuk menjauh membuat hatinya tidak tenang.

Daniel berharap Arunika tidak serius dengan perkataannya, itu membuatnya khawatir. Bukan karena dia akan benar-benar kehilangan perempuan itu, tetapi karena Arunika akan sendirian lagi seperti dahulu tanpa ada dirinya yang melindungi.

Memijat pangkal hidungnya yang berdenyut --terasa pusing. Daniel pun memutuskan untuk pergi ke uks menenangkan dirinya. Hari ini sudah dua kali dia berdebat dengan Arunika, dengan topik yang sama. Beneran atau tidak Daniel tetap khawatir sebab Arunika terlihat serius dengan perkataannya. Percuma 'kan usaha Daniel yang pura-pura mabuk hanya demi dekat dengan perempuan itu tapi ujungnya nihil?

🥀🥀🥀

Follow ig: syenamars

Daily LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang