🥀 15 | Tired

30 26 5
                                    

Jangan lupa vote sama krisan juga.

🥀🥀🥀

Rysa berjalan dengan gontai menuju kamarnya. Hari ini sangat melelahkan, sudah cukup banyak kejadian yang membuatnya menguras emosi, saking seringnya sampai membuat perasaannya tidak berfungsi dengan baik karena sudah terbiasa dengan kesakitan yang ia rasa.

Baru saja Rysa ingin beristirahat di atas kasurnya, saat itu pula nenek lampir alias ibu tirinya, Diana. Meneriaki namanya dari bawah, saking kerasnya terdengar sampai kamarnya.

"Rysa!!" panggil Diana dengan lantangnya. Sudah dipastikan kalau Dejun, papanya itu belum pulang ke rumah. Buktinya Diana berani teriak-teriak seperti itu.

Rysa yang tidak mau diganggu, menutup kepalanya dengan bantal, menetralisir suara Diana yang sangat mengganggu gendang telinganya.

Tidak kunjung dapat respon dari anak tirinya, Diana pun bergegas menghampiri anak itu. Diana membuka pintu kamar Rysa dengan kencang. Satu tangannya memangku keranjang yang berisi baju, sepertinya itu cucian.

Keranjang yang tadinya di pangkuan Diana kini beralih menghantap tubuh Rysa yang terbaring, baju-baju itu sampai berhamburan menutupi tubuh Rysa yang masih terbalut seragam.

"Enak-enakan malah tidur, sana cuci baju kamu!" perintah Diana.

Ya ... semua pakaian kotor yang tadi di bawa Diana adalah pakaian milik Rysa yang belum dicuci. Diana memang sengaja tidak membiarkan Bi Marni mencuci pakaian Rysa sebab Diana akan menyuruh Rysa untuk mencucinya sendiri.

"Pulang sekolah, tuh, langsung mandi jangan malah tidur. Pakaian kamu bakalan bau kalau dibiarin seperti itu." Diana mulai ceramah.

"Mama kaya gini karena ma--- "

"Diam!" Rysa menjeda, lantas beringsut merubah posisinya menjadi duduk dan menghadap Diana. Menatap wanita itu dengan sorot kebencian lalu berkata, "lo bukan mama gue, mama gue udah nggak ada semenjak lima tahun yang lalu. Jadi berhenti nyebut diri lo dengan sebutan mama, gue nggak sudi ... dan jangan ngatur-ngatur hidup gue."

Diana tertegun, dia tidak habis pikir dengan pola pikir anaknya itu. Apa selama ini didikannya terlalu keras? sampai-sampai Rysa berkata seperti itu kepadanya.

Selama ini Diana selalu memerintah Rysa bukan semata-mata karena dia ingin leha-leha saat di rumah, seperti yang Rysa pikirkan.

Bukan!

"Mama nggak mau tau, pokonya kamu cuci baju kamu sendiri atau mama nggak kasih kamu makan malam."

"Ribet lo, sana keluar!" usir Rysa.

Diana pun pergi meninggalkan kamar anak tirinya itu dengan pakaian kotor masih berserakan menyelimuti Rysa. Rysa tidak peduli, dia kembali merebahkan tubuhnya dan menutup kembali kepalanya dengan bantal lalu terisak di sana. Rysa sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya yang tertahan sedari tadi, entah apa yang salah. Semuanya terasa kacau.

Menarik selimut tebalnya dan membungkus dirinya dengan selimut itu, berteriak satu kali dengan kencang. Kepalanya tak luput dari tindihan bantal supaya suaranya tersamarkan.

"Gue benci kalian semua!!" teriaknya keras, melepas kekesalannya.

--***--

Daniel mengantarkan Arunika pulang seperti yang sudah ia minta sebelumnya.

Berdiri di depan gerbang yang tingginya tak melebihi 150 centimeter,
sebelum memutuskan untuk masuk, Arunika berbalik menghadap Daniel yang berdiri di belakangnya.

"Makasih, ya," ucap Arunika tertunduk, tidak berani menatap mata Daniel.

Daniel mengangguk, seharusnya sekarang dia pergi tapi kakinya seolah enggan untuk bergerak. Masih ingin berlama-lama dengan perempuan yang ia cintai itu, mengingat besok ia akan menjaga jarak dengan gadis itu seperti saat mereka belum mengenal satu sama lain.

Perjuangan Daniel hanya sampai di sini, usahanya yang pura-pura mabuk hanya demi dekat dengan Arunika hanya berhenti sampai sini. Bahkan ia belum melakukan banyak hal, belum menyatakan perasaannya dengan tulus, seharusnya Daniel mendapatkan imbalan yang setimpal karena usahanya itu .... tapi semuanya nihil. Mau bagaimana lagi, Arunika sudah memilih dan Daniel harus menerima keputusan itu.

Mau bagaimana pun Arunika tetap merasa bersalah, menyuruh Daniel pergi adalah keputusan yang berat baginya. Daniel tidak akan lagi di sisinya, tidak akan lagi membelanya ... Arunika hanya akan menjadi murid terasingkan lagi setelah ini.

Kalau saja hatinya bisa egois sedikit, mungkin Arunika tidak akan peduli kepada Rysa dan tidak akan menyuruh Daniel pergi. Namun, Arunika bukan orang yang seperti itu. Sekali lagi, dia tidak akan pernah mau melihat orang lain sakit hati karenanya.

Ibunya selalu mengajarkan untuk tidak melukai orang lain, apapun yang orang itu lakukan kepadanya, sekasar atau sejahat apapun mereka kepada dirinya, Arunika tidak boleh membalas mereka dengan hal yang serupa. Kalau begitu Arunika sama saja dengan orang-orang itu yang hanya keras kepala dan tidak ingin mengalah, masalahnya pun tidak akan ada ujungnya.

Arunika selalu mendengarkan pepatah ibunya, dia tidak ingin mengecewakan ibunya hanya demi ke-egoisannya.

"Yaudah kamu masuk, gih," ucap Daniel membuat Arunika tersadar dari lamunanya. Dia pun menurut, Arunika berbalik, melangkah menjauh meninggalkan Daniel yang masih diam di tempat sambil memerhatikannya.

Melihat Arunika yang sudah sampai di ambang pintu, Daniel pun beranjak pergi dari sana. Arunika menoleh, tempat tadi Daniel berpijak sudah kosong, cowok itu rupanya sudah pergi.

Tersenyum hambar, Arunika pun masuk ke dalam rumah. Karena waktu sudah larut malam, Arunika memutuskan untuk istirahat menyiapkan kembali tenaganya untuk besok.

***

Pukul satu pagi Rysa masih terjaga, dia tidak bisa tidur. Pakaian kotor yang tadi di bawakan oleh Diana ia masukan semuanya ke dalam mesin cuci. Rysa mencuci pakaiannya di jam seperti ini.

Rysa tahu akan sangat percuma bila dibiarkan karena sampai menumpuk segunung pun pakaiannya tetap tidak akan di cuci kalau bukan dirinya sendiri yang mencuci.

Ibu tirinya itu memang semena-mena, kalau begitu apa fungsi asisten rumah tangganya? dia di bayar untuk melayani majikannya, tapi ini dia malah diperlakulan seperti pembantu di rumahnya sendiri.

Sambil menunggu cuciannya selesai Rysa mengambil beberapa cemilan dan susu dari dalam kulkas, menganjal perutnya yang lapar karena sedari pulang sekolah dia belum makan. Sebenarnya Bi Marni sudah memanggilnya untuk makan, tapi Rysa sudah terlanjut tidak nafsu apalagi harus satu meja makan dengan Diana.

Dejun pun belum pulang, papanya semakin hari semakin sibuk. Dulu dia tidak sesibuk itu, meskipun sibuk, Dejun pasti menyempatkan waktunya untuk menghabiskan waktu bersama Rysa dan Arika waktu istrinya itu masih hidup. Sekarang? dia terlalu sibuk untuk memperhatikan anaknya yang sudah merasa kehilangan kasih sayang.

Rysa meneguk susu yang dia ambil, mengguyur tenggorokannya yang kering, ahhh, rasanya lega sekali.

"Laper," lirihnya memegangi perutnya yang kelaparan.

Celingak-celinguk mencari sesuatu yang bisa ia makan, tapi hanya ada cemilan yang ia temukan. Tidak ada pilihan lain, Rysa hanya makan sereal dan susu itu untuk meredam kelaparannya.

Kini matanya sudah mulai berat, Rysa mengantuk. Tidak tahan menahan kantuknya dia pun menjatuhkan tubuhnya di atas meja, tangannya ia jadikan bantal. Mata sembabnya perlahan terpejam, tidak sadar kalau sekarang dia sedang mencuci pakaiannya.

Rysa terlalu lelah sampai melupakan cuciannya. Untuk sekarang ... biarkan dia beristirahan sebentar saja.

🥀🥀🥀

Ada yang mau di sampaikan nggak? atau ada yang mau di tanyain gitu seputar cerita MA17Y ini?

Tulis di sini ya kalo ada!

Daily LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang