#OhanaOHnana15 - Om jahat

5.4K 711 4
                                    

"Siap, Bos!"

...

"Ck. Gampanglah itu, Sa."

...

"Nih lagi gue pangku. Mana kepake Mamanya kalo ada gue." Arga melirikku sambil menahan senyumnya. Sedangkan aku meliriknya dengan lirikan mautku.

"Nanti lah lo rasain sendiri sama Benaya. Makanya buruan, enggak usah nanti-nanti lagi lah."

...

"Sialan."

Aku langsung mencubit lengannya. Membuat Arga mengaduh tanpa suara.

"Yaudah, udah dulu, Sa. Paras gede mulai rusuh nih. Aaakk! Sakit ih, Yang. Yap, see you."

"Bye-bye Captain Taksakaaa!" Seruku.

Arga menatapku malas sambil meletakkan ponselnya kembali di meja.

"Besok yang jadwalku jadi extra crew, jadinya satu flight sama Taksa. Dia ke Seoul, transit di Bangkok. Aku sampe Bangkok doang terus nanti dari Bangkok aku bawa sendiri balik ke Jakarta."

"Lah tumben serute sama Taksa?"

"Dia minta re-route. Harusnya besok aku extranya Captain Pramu. Nah si Taksa minta re-route sama Captain Pramu."

Aku lalu beroh ria. Pantesan aja. Soalnya jarang banget mereka bisa satu rute kayak gitu. Ibaratnya Taksa ke utara, Arga pasti ke selatan.

"Aku udah bilang ke Maminya Cio, kalau nggak ada perubahan mood Cio, nanti dia atau asistennya yang anter Cio balik."

"Kalo mood Cio berubah gimana?"

"Kamu dong sayaang yang jemput."

"Ta--"

"Atau ajak Abhi aja. Prama masih nggak jelas lagi di mana."

"Bhi? Ama?"

"Uluh si Paras kalo denger duo Omnya disebut langsung gercep amat."

Paras langsung nyengir di pangkuan Arga.

"Terus kalian mau di sini atau balik apartemen aja?"

"Hhmmm enaknya gimana?"

"Di sini juga nggak apa. Kan udah lama nggak nginep sini. Seragamku ada yang udah siap pake kan?"

"Banyak itu sih."

"Cakep. Yaudah nginep sini aja sampai lusa. Pas Cio balik, baru kalian balik juga."

"Sound's good. Boleh ya, bener nih?"

"Iyaa sayaaaang."

---

Aku pikir Cio akan aman bersama Maminya. Ternyata dimalam terakhir, dia menghubungiku. Minta pulang saat itu juga dan minta di jemput di Pacific Place. Mana di rumah lagi enggak ada mobil, Bapak dan Ibuku lagi ke rumah Budeku. Si Abhi belum pulang kerja. Ditambah si Paras lagi agak cranky karena badannya tiba-tiba demam.

Untungnya, si Abhi ternyata lagi jemput Railene di SCBD. Lumayanlah, bisa sekalian Abhi yang jemput. Dan saat ini, anak laki-lakiku itu baru saja sampai dengan wajah cemberutnya.

"Haii, Kaak! Ih long time no see deehh." Railene menghampiriku dan memelukku singkat.

"Iya nih. Kamu dikekepin sama Abhi terus sih. Enggak pernah main ke apartemenku."

"Ih Kakak juga samanya. Dikekepin terus sama Mas Arga deh pasti kan kalo dia lagi libur. Sampe enggak inget pulang ke sini."

"Beuh bukan main, Boo. Itu leher sampe ungu semua. Coba cek aja."

Aku langsung melempar bantal sofa ke arah si Abhi biang kerok. Setelahnya, aku langsung menghadap Cio yang sudah duduk di sebelahku.

"What's up, booy? Kok cemberut gitu sih?"

"Bukan gara-gara aku ya Kak. Itu dari aku sama Lelin sampe, udah kayak gitu ekspresinya. Ya kan, Boo?" Kata Abhi sambil berlalu ke toilet.

Railene lalu mengangguk mengiyakan, "Bahkan baru banget kita sampe, dia udah langsung ngajak balik, Kak. Terus sepanjang jalan juga diem aja. Aku sama Abhi ajak ngobrol, tetaplah dia diem. Eh, Paras kenapaa? Kok tumben nemplok aja sama Mamalle? Biasanya excited banget kalo ada Tante Lelin sama Om Abhi."

"Aku lagi agak demam nih Tante Leliin. Ini baru bisa anteng setelah diminumin obat. Daritadi rewel banget. Pinggangku sampe pegel banget, Lin. Enggak mau sama siapa-siapa."

"Uluuhh cintanya Om Abhi atiit? Tadi pagi sebelum Om Abhi berangkat, masih baik-baik aja. Kangen Om Abhi ya?"

Aku langsung melirik malas ke arah Abhi. Percaya dirinya kenapa di atas rata-rata sih dia ini?

"Sini sama Om Abhi mau? Pangku Om Abhi."

Abhi mengulurkan tangannya. Tapi Paras malah semakin menempel padaku.

"Idih. Tumben amat. Biasanya kalo sakit juga tetep mau sama Om Abhi."

Railene terkekeh di tempatnya. "Sama Tante Lelin mau?"

Paras langsung melirik ke arah Railene dan mengamatinya. Lalu badannya bergerak ke arah Railene.

"Eh eh kok curang? Okay. Awas yaa nanti kalo minta sayang Om Abhi. Om Abhi sayang Mas Cio aja."

Railene terbahak. "Wait a minute. Tante Lelin cuci tangan dulu sama ganti baju ya. Biar bersih."

Railene beranjak dari duduknya diiringi tatapan Paras yang mengikuti pergerakkannya.

Aku kembali menatap Cio lalu merangkulnya dengan tangan kananku.

"Mas Cio kenapa?"

Cio diam. Matanya tetap fokus ke arah televisi yang sudah berganti channel. Dari The Voice US ke Spongebob.

"Enggak mau cerita sama Mama?" Tanyaku lagi sambil mengusap bahunya.

Cio tetap diam. Railene kembali dan langsung mengambil Paras dari pangkuanku. Aku, Abhi, dan Railene saling melirik. Sedangkan Paras langsung nemplok manja di badan Railene.

"Mas Cio, beneran enggak mau cerita sama Mamalle? Malu ya ada Om Abhi sama Tante Lelin?" Tanyaku untuk yang ketiga kalinya dan kali ini Cio langsung menggeleng.

"Mami kenalin Cio sama Om dan Cio enggak suka!" Jawabnya tegas.

Aku, Abhi, dan Railene kembali saling melirik.

"Om siapa memangnya?" Tanyaku sambil mengubah posisi dudukku menjadi menghadap Cio sepenuhnya.

Cio mengedikkan bahunya. "Omnya jahat. Enggak asik kayak Om Abhi sama Om Prama."

Lagi-lagi aku, Abhi, dan Railene saling melirik.

"Emang Omnya jahat kenapa, Mas Cio? Mas Cio diapain sama Omnya?" Tanya Railene perlahan.

"Mami suruh Cio panggil dia Papi. Tapi Cio enggak suka dan Omnya malah maksa-maksa Cio panggil dia Papi. Cio enggak mau panggil dia Papi. Cio enggak suka. Cio enggak mau punya Papi kayak Om itu. Cio cuma mau Papa!"

Aku, Abhi, dan Railene kompak terhenyak seketika. Cio langsung merangsek memelukku erat. Isakkannya juga sudah bisa kurasakan.

Cio menangis, di pelukanku.

"It's okay, Mas Cio. It's okay. Papa selamanya tetap jadi Papa Abercio. It's okay, it's okay. Cio jangan takut lagi." Aku langsung mengeratkan pelukkanku padanya sambil mengusap punggungnya.

Railene menepuk-nepuk pelan pantat Paras. Abhi mengusap wajahnya kasar. Dan aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak ikut menangis.

Bagaimana bisa mereka memaksakan hal seperti itu pada anak keusia Cio? Sungguh keterlaluan. Bisa kupastikan kemurkaan Arga begitu dia mengetahui kejadian ini.

OHANA [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang