-dua puluh dua

31 11 0
                                    


"JIHAN!" Teriak Langit dari luar kamar kost sahabatnya.

Knop pintu terbuka, menampilkan sosok Jihan yang nampak seperti baru saja memulai harinya.

"Lo baru bangun? Stress lo ya ini udah setengah dua siang!" Teriak Langit lagi begitu ia baru saja masuk kamar kost Jihan.

"Biarin gue tidur 10 menit lagi, Lang. Gue mohon" ucap Jihan menangkupkan kedua telapak tangannya tanda memohon sambil merebahkan kembali tubuhnya dikasur.

Belum sempat tubuh Jihan menempel sempurna pada kasur empuknya, tangan Langit dengan tanggap menarik tubuh sahabatnya agar kembali terduduk.

"Lang gue abis nonton drama sampe jam 7 pagi, gue belum cukup tidur" ucap Jihan lemas.

"Siapa suruh? Bangun, mandi cepetan gue pengen ngajak lo jalan!"

"Gak ada bener-benernya lo jadi cewe, tega lo. Kaga ada puas-puasnya lo gangguin gue" omel Jihan sambil berdiri dari kasur dan meraih handuk yang terletak dikursi belajarnya.

"ENGGA! EMANG ENGGA PERNAH PUAS!"

Jihan masuk kamar mandi dengan mulut yang tidak berhenti mengoceh, kemudian menutup pintu kamar mandinya dengan hentakan yang sangat keras, membuat Langit tertawa terbahak-bahak.




Langit dan Jihan membiarkan diri mereka tenggelam dalam hiruk pikuk keramaian salah satu pusat perbelanjaan.

Sebenarnya, keduanya sama-sama sangat membenci keramaian. Mereka pikir, didalam keramaian mereka sama sekali tidak pernah menemukan sebuah kedamaian. Sebab itu lah mereka membencinya.

"Makan deh yuk, cari resto yang sepi. Pusing gue kebanyakan orang" Ajak Langit kemudian menggandeng lengan Jihan.

Langit dan Jihan masuk ke sebuah restoran favorite mereka. Setelah memesan makanan mereka, keduanya sama-sama tenggelam dengan ponselnya.

"Jih, tadi lo pesenin gue Teh Botol kan?" tanya Langit tiba-tiba.

Jihan menoleh sebentar, "Hmm... gila lo lama-lama bisa jadi duta Teh Botol. Tiap hari minumin Teh Botol mulu"

"Harusnya sih gitu, saham Teh Botol kayaknya naek gara-gara gue deh"

Jihan memutar matanya malas, kemudian ia kembali menatap ponsel miliknya tanpa menanggapi Langit.

"Lang, gimana sama Jagad?" tanya Jihan mengintrupsi Langit yang sedang fokus dengan ponsel digenggamannya.

"Boleh jujur gak sih gue?" ucap Langit.

"Pertanyaan lo goblok banget" celetuk Jihan kemudian memutar bola matanya malas.

Langit mendengus, "capek gue" kata Langit pelan.

Jihan melipat kedua tangannya didepan dada, "lo baru nyadar sekarang?"

"Hah?"

"Gue boleh ngomong blak-blakan aja gak sih?" tanya Jihan dengan nada yang terdengar mengintimidasi.

"Go on!"

"Beberapa waktu lalu, gue pernah baca ini disosmed. Gue yakin, dari awal sebenernya lo udah tau. Eh, engga engga... Bukan lo doang... Maksud gue, lo dan Jagad udah tau. Dari awal kalian udah tau kalo sebenernya ada perbedaan yang sulit banget buat dipersatukan" ucap Jihan cepat.

"Kalian nih sebenernya udah tau bakal berakhir seperti apa, tapi kalian malah terkesan buang-buang waktu untuk sesuatu yang jelas-jelas gak akan pernah bisa disatukan. Lang, lo tau kan? Hubungan bukan cuma bicara soal cinta aja, bukan juga perihal ada dan juga toleransi, tapi disana juga ada pertanggungjawaban" Sambung Jihan namun ia terlihat sedikit tegas.

APFOKUS || MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang