-tiga puluh tiga

27 7 1
                                    

Banyak hal yang terjadi dan banyak pula yang berubah ketika seseorang yang biasa mengisi hari-hari kita lantas pergi begitu saja.

Hal ini juga terjadi pada Langit--maupun Jagad.

Langit sudah mulai terbiasa menjalani hari tanpa kehadiran seorang Jagad. Tapi, bukan berarti gadis itu sudah berhasil melupakan Jagad dan segala kenangannya.

Sebab kepergian selalu terasa nyata dan kesepian selalu berusaha mencari teman.

Jika waktu bisa diputar kembali, mungkin Langit akan memilih untuk tidak mengenal Jagad. Mungkin ia tidak akan pernah memaksa Rega untuk mengenalkan Jagad kepadanya. Mungkin ia seharusnya menolak ajakan Jagad untuk berkenalan dan menjalin pertemanan saat SMA-- seharusnya mereka tidak perlu bertemu lagi pada saat kuliah.

Jika waktu bisa diputar kembali, mungkin ia akan terus memilih untuk sendiri. Walaupun sebenarnya ia memang tidak pernah mempunyai hubungan khusus dengan laki-laki lain, kecuali Jagad.

Namun, tidak ada yang bisa memutar kembali waktu. Kecuali kenangan yang sengaja menyeret kita untuk terus mengingat masa lalu.





Hujan lebat mengguyur bumi yang membuat para penghuni nya berdiam diri sambil menatap tiap rintikan dari balik jendela.

Begitu juga dengan Langit dan Mama.

Ibu dan anak itu saat ini sedang berada diruang keluarga dan duduk disofa yang mengarah langsung keluar jendela.

Ditemani dua cangkir kopi susu sachet dan beberapa cemilan. Kedua nya terdiam, tak ada yang berbicara seperti biasanya. Sepertinya mereka benar-benar tengah menikmati suara hujan.

"Ma..." Suara Langit membuyarkan lamunan Ibunya.

"Hmm" respon Mama acuh.

Langit membenarkan posisi duduk menghadap Mama, "Langit mau liburan dong ma..." rengeknya sambil menggoyang-goyangkan paha Mama.

"Ngapain liburan?"

"Capek kan abis skripsian, refreshing. Otak Langit panas" jawab gadis itu sambil mengusap kepalanya.

"Emang dasar aja itu otak kamu kapasitasnya dikit" ejek Mama kemudian terkekeh, yang membuat gadis itu mendengus sebal. "Mau liburan kemana emang?" ucap Mama lagi.

Langit tampak mengusap dagu nya--seakan berpikir kemana tujuan liburannya, padahal semalam saat sedang bersama Jihan, ia sudah menyebutkan negara yang akan menjadi tujuannya.

"Kanada!" Ucapnya mantap.

Mama memandang sinis kearah putri sulungnya yang saat ini sedang tersenyum--memamerkan deretan gigi putihnya yang rapih. "Gaya lo!" Celetuk Mama nampak sebal.

"Serius, Ma!" rengek Langit lagi.

Mama menepis tangan Langit yang berada dilengannya, "duitnya?"

"Ya Langit mah gak ada, makanya minta sama Mama."

"Mama juga gak ada" ucap Mama singkat sambil mengendikkan bahunya.

"Mama mah gak seruuuuu..." dengus Langit.

Mama memukul paha anak gadisnya, membuat Langit mengaduh sakit. "Ngarang lo ya, mau ke kanada tapi gak punya duit." Mama memang sering menyebut anak-anaknya dengan sapaan Lo-Gue. Karena bisa dibilang bahwa Mama mengikuti perkembangan jaman, dan agar terdengar lebih akrab. Namun tidak serta merta ia bersikap kasar. "Kalo cuma ke singapura, Mama ongkosin deh gampil itu. Tapi kalo ke kanada, YaAllah kaga dulu deh. Kaga ada duit, mending buat beli beras bisa makan sekeluarga."

"Minta Papa kali, ya." Ucap Langit

"Gih! Paling ujung-ujung kamu dioper lagi ke Mama" Jawab Mama sambil tertawa.

APFOKUS || MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang