-lima belas

42 11 6
                                    

Hari ini berjalan seperti biasa, namun terasa lebih mudah dan menyenangkan untuk Langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Hari ini berjalan seperti biasa, namun terasa lebih mudah dan menyenangkan untuk Langit. Pasalnya, ia mampu menjawab semua kuis yang diberikan dosen mata kuliah hari ini. Langit membuang napasnya lega sambil melenggang keluar pintu kelas. Tak lupa senyum manis yang terpatri dari bibirnya.

"Langsung balik lo?" tanya Jihan yang sedang berjalan bersamanya.

"Kayaknya gue mau jalan" ucap Langit sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang rapih.

Jihan memukul kepala Langit menggunakan buku paket yang ia pegang sampai sang empunya mengaduh kesakitan. "Jalan mulu lo!" omel Jihan.

"Maaf ya gue jadi jarang punya waktu sama lo" ledek Langit sambil merangkul sahabatnya.

"Enyah lo, gue geli!" umpat Jihan yang membuat Langit terkekeh.

"Eh ngopi yuk, gue traktir"

"Ada apa nih?" tanya Jihan menatap Langit penuh curiga.

"Suudzon mulu lo, maksud gue sekalian temenin gue nunggu Jagad. Dia selesai kelas sejam lagi"

"Tuh kan! Ada udang dibalik batu"

Langit dan Jihan disalah satu cafe tidak jauh dari kampus mereka. Sudah menjadi langganan keduanya apabila sedang jenuh ataupun butuh tempat untuk mengerjakan tugas, cafe itu menjadi pilihan terbaik.

"Gimana sama Jagad?" Tanya Jihan tiba-tiba.

Langit meminum kopi dihadapannya, lalu meletakkannya kembali ke meja. "Still the same" jawab Langit singkat.

Hujan turun sangat deras secara tiba-tiba, membuat suasana menjadi dingin seketika. Jihan memperhatikan Langit. Sorot mata gadis itu seperti lelah menunggu sesuatu, namun tetap setia dan tegar menjalaninya. Sorot mata yang memendam sebuah harapan, ada banyak hal yang sebenarnya ingin ia utarakan, namun tak kunjung ia sampaikan karena mulutnya tak mampu untuk berucap. Jihan merasakan keresahan Langit.

"Gue ngerasa bodoh" ucap Langit begitu saja.

Jihan diam, tidak menanggapi ucapan gadis itu. Ia merasa sahabatnya sekarang hanya perlu didengarkan.

Langit menghembuskan napasnya pelan, ada rasa sakit yang hinggap didadanya saat ia akan mengeluarkan suara. "Padahal gue udah tau akhirnya bakal gimana, tapi kenapa gue masih kekeuh buat tetep jadiin dia tujuan gue"

Air mata Langit mencelos, ia menahan diri agar tidak terisak. Jihan mendekatkan dirinya pada Langit, merangkul hangat gadis itu. Menyalurkan setiap energi dalam dirinya untuk menguatkan Langit.

APFOKUS || MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang