Besoknya Taehyung sudah duduk di bangku kelasnya dengan santai ketika ia menerima pesan dari ayahnya. Ia menyandarkan diri di kepala kursi, menikmati angin yang lewat di jendela sebelah kanannya di jam istirahat paruh pertama. Di saat teman-temannya tengah berjalan keluar kelas untuk mencari makan, ia justru menikmati kesendiriannya sambil mendengar lagu lewat earphonenya.Pelajaran pertama tadi matematika, salah satu kelemahan Taehyung walaupun ia masih sanggup mengimbangi. Nilai 90 adalah nilai tertingginya selama ia hidup sebagai salah satu pelajar di mata pelajaran ini. Maka, ketika Ayah mengirimkan pesan, ia pikir Ayah mau tanya bagaimana kabar nilai matematikanya hari ini.
Ayah
Abang, ini Jungkook datang ngembaliin jaket. Jangan lupa ke rumahnya pulang sekolah nanti.
10.15
Ternyata bukan.
Perihal Jeon Jungkook yang mengembalikan jaketnya rupanya. Alis Taehyung naik sebelah, kenapa ayahnya itu masih di rumah jam segini? Bukannya pergi ke kantor. Tak hanya itu, ia juga heran kenapa Ayah menyuruhnya mampir ke rumah anak itu nanti.
Kim Taehyung
Hah, buat apa?
Ayah jgn lupa ke kantor.
kau tdk boleh seenaknya mentang-mentang Bos Seokjin itu org baik.
10.17
Satu pesan masuk lagi, Ayah masih online rupanya.
Ayah
Iya, ini lagi di mobil.
Ayah buat cemilan, antar ke sana. Hitung-hitung terima kasih.
10.17
Kim Taehyung
Loh, kan dia yg pinjam jaket?
10.18
Taehyung masih kekeh mempertahankan argumennya.
Ayah
Jaketmu dicucikan abang, tadi wangi. Sudah Ayah gantung di lemari kamarmu.
10.18
Kim Taehyung
Hmm, oke.
10.19
Ya, pada akhirnya ia menyerah.
Memilih mengiyakan permintaan ayahnya. Hitung-hitung jadi anak yang berbakti walau sudah ditampar kemarin. Ia pun meletakkan ponselnya setelah dipikir bahwa ayahnya mungkin tidak membalas lagi. Lagunya kembali berputar, kali ini lagu favoritnya yang beberapa waktu terakhir ini tidak pernah lepas dari playlist lagunya.
High Hopes – Kodaline
Taehyung memandang keluar jendela, menatap langit biru dan beberapa anak-anak yang berlalulalang di lapangan sekolah. Melihat mereka bermain di tengah matahari cerah seperti ini. Angin berembus pelan mengusap pipi Taehyung. Rambut birunya melambai-lambai, menampilkan dahinya. Otaknya menyusun skenario yang akan ia jalani lepas ini. Belajar, istirahat paruh kedua, belajar, jam pulang, main voli sebentar lalu pulang ke rumah.
Jam enam sore, ia baru benar-benar pulang di jam itu.
Taehyung melepas napasnya pelan, matanya menerawang pada langit biru cerah yang diselimuti awan putih dengan bentuk abstrak. Cantik bukan main, seperti biasanya. Ia kembali teringat dengan binar bola mata doe Jeon Jungkook yang semalam, secerah langit ini.
But I've got high hopes, it takes me back to when we started
High hopes, when you let it go, go out and start again
High hopes, ooh when it all comes to an end
But the world keeps spinning around
Lagunya masih berputar dan dalam keadaan itu, ada satu kalimat yang lewat di dalam kepalanya.
Bagaimana ya, rasanya sekolah di dalam rumah sendiri?
Seperti apa yang sedang Jeon Jungkook alami saat ini.
---
"Lo tumben sudah mau pulang?"
Taehyung menoleh ketika rekannya, Min Yoongi, berdiri di belakangnya dengan tangan kanan memegang botol minum. Yoongi menatap tangan kanan Taehyung yang sudah menenteng jaket klub mereka. Mereka baru saja selesai latih tanding dengan sekolah sebelah dan tim mereka menang. Kolaborasi dan kerjasama tim mereka cukup baik hari ini, apalagi Taehyung yang keliatannya sangat tenang dan tidak tertekan suasana latih tanding saat tim mereka agak ketinggalan skor karena pertahanan mereka terus dibobol sekolah sebelah.
Biasanya, setelah kemenangan dengan keadaan seperti itu, Taehyung akan latihan lebih lanjut dengan Yoongi untuk memperbaiki minus mereka hari ini. Namun, sepertinya Yoongi yang kepo sebab tumben sekali Taehyung mau pulang jam segini, agaknya bikin Taehyung berpikir.
Iya juga ya, ia kan biasanya tidak pernah pulang di bawah jam tujuh malam jika tidak ada urusan yang begitu penting.
"Entahlah, pengen pulang aja."
Yoongi berkacak pinggang.
"Lo pacaran?"
Taehyung diam sebentar. "Hah?"
"Lo akhir-akhir ini sering balik cepet, lo pacaran?"
"Bang Tae pacaran!?"
Belum sempat Taehyung membalas omongan Yoongi, seorang Hwang Hyunjin menganga di belakang Yoongi dengan tangan memegang dua bola mikasa. Wajah Taehyung mendadak lempeng, datang raja drama begini, sudah pasti yang lain akan mendatanginya sebentar lagi.
"Bang, yang bener aja lo. Kita 'kan sudah kesepakatan, gaada yang pacaran selama masih status anggota klub!?" Racau Hyunjin, kali ini ia berada di sebelah Yoongi yang menatapnya santai dan mulai menegak minumannya kembali.
"Gimana sih, Bang. Lo 'kan setter andalan kita. Gak boleh gitu dong."
Taehyung merasa reaksi Hyunjin yang seperti ini memang harus dibumihanguskan dari dunia ini, sebab saat ini coach mereka, muncul di belakang keduanya dengan tangan melipat di depan dada.
"Gimana?" Tanya coach-nya, Park Seojoon, dengan suara dalam.
Taehyung melepaskan napas berat, jaketnya ia taruh lagi di samping kaki. Yoongi yang melihatnya, kontan bikin wajah heran.
"Enggak jadi."
Taehyung berjalan melewati mereka bertiga, meninggalkan jaketnya begitu saja di lantai. Buat Hyunjin heran bukan main.
"Hah, gimana Bang?"
"Lo, siap-siap. Gue mau lempar bola sampai gue capek." Sahut Taehyung tiba-tiba dengan nada rendah.
Dan ya, coba lihat wajahnya itu, sangat ekspresif sekali ketika sedang kesal. Sontak buat Yoongi terkekeh dan Seojoon ikut tertawa.
"Gak apa kali, Tae, kalau lo punya pacar." Balas Seojoon sumringah, bikin alis Taehyung semakin menukik karena kesal. "Ada saatnya lo perlu jadi rebel kayak gini, haha."
Sementara, Hyunjin harus telan ludah sebab ia tau Taehyung tidak akan membiarkan dirinya istirahat hari ini.
TBC
A/N :
Haloo! Setelah sekian lama, aku rindu update tulisan di sini hihihi semoga kalian suka, jgn lupa jaga kesehatan and Happy Lunar New Year yaa!
with lots of boba,
deanagape.
![](https://img.wattpad.com/cover/240369123-288-k628861.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
High Hopes
أدب الهواةJungkook tidak pernah menggantungkan harapannya setinggi langit, seperti yang selalu ia ucapkan padanya. Sampai akhirnya Taehyung harus sadar dengan realita, ketika kamar yang biasa hangat dan wangi susu itu menjadi dingin dan berbau seperti rumah s...