Berdebat

611 32 0
                                    

Mungkin Naila akan marah ketika ada rahasia ataupun kebohongan yang dilontarkan suaminya. Namun, melihat suaminya yang baru saja pulang dengan keadaan lelah. Mengurungkan niat Naila untuk bertanya perihal hal yang dilakukan oleh Mas Dito.

Naila sungguh merasakan kecewa ketika tidak mengetahui hal yang selalu dilakukan oleh suaminya sendiri. Mengapa Mas Dito tidak pernah mengajak diskusi kepada Naila?

Kalau seperti ini membuat Naila berpikiran kalau dia tidak dianggap sebagai istri Mas Dito. Padahal sejak lama Naila sudah berusaha mungkin menjalani pernikahan dengan semestinya. Membuat Naila kecewa ketika mengetahui hal yang disembunyikan oleh suaminya sendiri.

Naila menatap wajah Mas Dito dengan perasaan terluka, akankah suaminya menatap Naila sebagai istri yang dewasa? Mengapa pikiran Mas Dito selalu seperti itu? Menganggap Naila sebagai anak kecil.

Mas Dito tertidur dengan nyaman, bahkan tak terusik sama sekali ketika Naila sedikit terisak karena seperti tidak dianggap oleh suaminya. Naila hanya berada di kamar, duduk di pinggir kasur sambil menatap suaminya yang kelelahan sehabis jaga malam.

Hal ini juga jarang sekali dilakukan oleh Naila, karena dia yang masih tidur di kamar masing-masing. Membuat Naila jarang sekali memperhatikan wajah lelah suaminya setelah pulang kerja.

Naila sedikit mengelus pipi suaminya dengan pelan, lalu dia terkejut karena tiba-tiba tangan Naila digenggam oleh suaminya.

"Ada apa, sayang? Hmm?" tanya Mas Dito khas bangun tidur, suaranya serak.

"Aku ganggu kamu ya? Yaudah aku keluar deh," ujar Naila lalu beranjak bangun dari duduknya. Namun, tangannya ditahan oleh Mas Dito. Hingga akhirnya Naila ikut tertidur di samping Mas Dito.

Naila sedikit memberontak, tetapi pelukan Mas Dito membuat Naila tak bisa bergeming.

"Kamu habis menangis?" tanya Mas Dito, membuat Naila mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia tak mempu menatap mata Mas Dito yang selalu menganggap Naila seperti anak kecil.

"Mas, aku mau bangun," kata Naila membuat Mas Dito lebih mengeratkan pelukannya terhadap Naila.

"Cerita sayang," ujar Mas Dito, hingga akhirnya Naila tak kuat menahan semua ini seorang diri. Dia juga tak mampu kalau selalu diperlakukan baik, tetapi Mas Dito tetap berbohong kepada Naila. Itu percuma!

Naila menangis, sehingga Mas Dito berusaha untuk menghentikan tangis Naila. "Mas, aku capek. Sampai kapan kamu menganggap aku sebagai anak kecil? Hah?" ucapnya melemah diakhir kata. Dia tak mampu berucap, sungguh membuat hati Naila terluka ketika mengingat perkataan Bunda di butik kemarin sore.

"Maksudnya gimana?" tanya Mas Dito dengan bingung.

"Kamu jangan pura-pura nggak tahu! Sudah jelas semuanya kalau kamu selalu menganggap aku anak kecil," ujar Naila, lalu dia bangun dengan menepis tangan kekar suaminya.

"Aku capek mas, kalau kamu masih tidak percaya aku dan masih menganggap aku sebagai anak kecil, mengapa kamu memilih melanjutkan pernikahan ini?" tanya Naila dengan penuh emosi.

"Nai!" bentak Mas Dito, dia tidak suka kalau membahas perihal tentang kelanjutan atau perpisahan pernikahan mereka.

"Apa?! Benar kan? Selama ini kamu masih tidak percaya kepada aku, buktinya kamu selalu transfer ke Bunda tanpa sepengetahuan aku," ucap Naila dengan nada tinggi, dia sudah kesal.

"Nai, apa aku salah jika memberikan tanggung jawab saya terhadap Bunda?" balas Mas Dito tak kalah emosi.

"Memang nggak salah, tetapi kenapa harus tanpa sepengetahuan aku? Hah?!" tanya Naila lagi, dia lebih emosi apalagi tangisnya belum juga mereda.

"Apa kamu selingkuh dari aku?" lanjut Naila dengan emosi.

"Nai! Jaga ucapan kamu!" bentak Mas Dito lagi, membuat Naila semakin menangis.

"Benar kan? Itu alasan kamu karena nggak percaya aku," ujar Naila, membuat Mas Dito tak bergeming.

"Nai, Bunda yang sudah melahirkan aku. Apa aku salah memberikan Bunda kehidupan yang layak?" tanya Mas Dito, Naila ingin dengan cepat menjawabnya.

"Bukan salah, hanya saja kesalahan kamu selalu menutupi semuanya dari aku. Kamu masih tidak percaya aku?" tanya Naila lagi, Mas Dito terdiam.

"Diam kamu sudah menjawab semuanya," ucap Naila, lalu dia duduk sofa.

"Nai, kalau kamu ingin tahu. Selama ini aku memang selalu transfer kebutuhan kepada Bunda dan orangtua kamu," ujar Mas Dito, ketika beberapa menit yang lalu mereka sama-sama diam.

"Namun, aku belum siap cerita atau diskusi sama kamu karena aku takut kalau kamu akan meninggalkan saya," ujar Mas Dito, Naila hanya mampu terdiam.

Apalagi ini? Bahkan Naila sungguh tidak tahu kalau Mas Dito selalu transfer orangtuanya, bukan hanya Bunda Dito saja. Kenapa Mas Dito tidak pernah bercerita kepada Naila.

"Apa aku nggak berhak tahu, Mas?" tanya Naila dengan lirih, Mas Dito lalu duduk di samping Naila dengan merengkuh tubuh mungil itu. Naila menangis di dada bidang suaminya, dia seperti istri yang tidak dianggap oleh suaminya.

"Maafkan saya Sa, karena saya tidak pernah bercerita ke kamu. Saya hanya ingin menjadi anak yang terbaik untuk Bunda, tentunya menjadi menantu yang terbaik untuk Mamah dan Papah," ujar Mas Dito, Naila semakin menangis.

"Salahnya aku karena tidak pernah berdiskusi tentang apa yang aku lakukan," ucap Mas Dito lagi, "Maafkan saya Sa," lanjut Mas Dito.

"Kedepannya, aku akan diskusi tentang hal apapun dengan kamu. Saya hanya tidak ingin ditinggalkan oleh kamu," ujar Mas Dito lagi, Naila memeluk suaminya.

"Aku mencintai kamu, mas," ucap Naila mengutarakan perasaannya kepada suaminya. Naila lagsung terdiam di dada bidang suaminya karena menahan malu. Berbanding terbalik dengan Mas Dito yang malah terdiam lalu mengecup dahi Naila dengan beberapa kali, hatinya merasa senang ketika Naila dapat mengutarakan semuanya.

"Tapi, kamu serius, Sa?" tanya Mas Dito masih tak percaya.

"Bercanda lah," jawab Naila dengan melepaskan pelukannya dari Mas Dito.

Wajah Dito mulai berubah menjadi sendu, hingga akhirnya Naila mengecup pipi Mas Dito dengan cepat. Naila langsung saja pergi ke luar dengan terburu-buru.

"Aku mau bantuin Bunda," ucapnya, padahal Naila ingin melarikan diri dari suaminya agar tak terlihat seperti kepiting rebus.

"Nai, kenapa pipi kamu merah banget? Kamu sakit?" tanya Bunda ketika Naila sudah ada di depan sofa ruang keluarga.

"Tidak apa-apa, Bunda. Nai hanya kehausan," jawab Naila, lalu dia menuangkan air putih dingin dari kulkas ke gelas. Selanjutnya, Naila duduk di samping Bunda dengan menonton acara televisi.

"Kamu lucu sayang," ujar Bunda membuat Naila kembali harus menahan malunya.

Setengah mati Naila menahan rasa kesal, sehingga harus mengutarakan kekecewaannya. Namun, dengan kecewa akhirnya perasaan Naila terbongkar. Mungkin rasa kecewa menjadi alasan Naila untuk belajar lebih baik lagi perihal pernikahan.

Naila duduk berdua di samping Bunda Dito, lalu tersenyum ke arah Bunda dengan perasaan bahagia. Naila tak mungkin dapat mengutarakan semuanya kalau saja tak terjadi kesalahpahaman.

💊💊💊

Jazakumullah Khairan🙏

Jangan lupa vote and coment yaaa👌 Terima kasih yang sudah membaca semuanya:)
@Ermawati667

Salam Sayang💜
Ermawati

#Minggu
#14Februari2021
#13:23Wib

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang