Cerita

666 25 2
                                    

"Aduh, flashdisk gua mana yah?" ucap Naila pada dirinya sendiri. Naila mencari barang yang sangat penting untuk hari itu dengan mengobrak-abrik tas gendongnya.

"Duh, pasti ketinggalan nih," ucapnya lagi.

"Nai, lu kenapa sih?" tanya Mona.

"Flashdisk gua ketinggalan," jawab Naila dengan sedih.

"Kebiasaan deh lu mah," ujar Mona. Selama mereka bersahabat sejak kepergian Zahra, Mona menjadi tahu kebiasaan buruk dari Naila. Tak menyangka bagi Naila untuk dapat dekat dengan Naila.

"Yaudah, ambil lah!" suruh Mona, "Ngapain lu malah diem?" lanjut Mona yang berdiri di hadapan Naila.

Saat Naila hendak pergi meninggalkan area kampus, Pak Dito memanggil Naila dan menarik telapak tangannya dengan meletakkan sesuatu yang kecil.

"Lain kali kalau barang penting jangan asal simpan," ujar Pak Dito, lalu beranjak pergi meninggalkan Naila yang mematung.

Naila membuka telapak tangannya dan ada flashdisk di genggaman tangannya. "Alhamdulillah, jadinya gua ngga harus pulang," kata Naila.

"Enak banget punya suami dosen, apalagi idaman banget duhh, Nai."

Mona mencubit pipi Naila dengan gemas, dia menjadi iri dengan kisah hubungan antara Naila dan Pak Dito. Seringkali juga Mona melihat kemesraan antara keduanya, apalagi semenjak mereka bersahabat.

"Nai, bentar lagi kita lulus," ucap Mona ketika duduk di depan ruangan yang akan dijadikan sidang.

"Iya, gua jadi ngga sabar deh," jawab Naila.

"Ngga sabar mau punya anak yah?"

Pertanyaan dari Mona sontak membuat Naila terbatuk-batuk.

Uhuk uhuk uhuk

"Lah, lu kenapa, Nai?" tanya Mona sambil mengelus punggung Naila.

"Nih, minum dulu!" Mona menyodorkan sebotol air putih untuk Naila minum.

"Terima kasih," ucap Naila, Mona menganggukkan kepalanya.

"Jadi gimana?" tanya Mona setelah Naila meneguk air putih dan cukup tenang.

"Gimana apanya?" tanya balik Naila.

"Itu, lu ngga sabar mau punya anak setelah lulus?" Mona mengulang pertanyaannya lagi.

"Duh Mon, capek-capek gua kuliah dan memangnya ngga akan kerja?" tanya Naila.

"Lah, kan suaminya lu udah kerja," ujar Mona dengan tenang.

"Kan itu suami gua yang kerja, gua juga pengen kerja lah," ucap Naila dengan ngegas.

"Emang kebutuhan lu ngga terpenuhi dari duit Pak Dito?" tanya Mona dengan penasaran.

"Mona sayang, duh kalau itumah jangan ditanya lagi dong. Kebutuhan gua pastinya selalu terkecukupi lah," balas Naila gemas dan terbahak-bahak.

"Iya deh beda yang punya suami sultan mah, haha." Mona berdiri karena dirinya sudah dipanggil untuk sidang.

"Semangat Mona sayang," teriak Naila.

💊💊💊

"Punya anak?" tanya Naila pada dirinya sendiri.

Sepertinya Naila masih belum siap jika harus memikirkan hal itu, bahkan sampai saat inipun Naila masih menjaga hal berharganya. Dia selalu kasihan ketika melihat suaminya tersiksa, itu sudah menjadi kewajiban seorang istri, tetapi Naila belum yakin dengan sepenuh hati.

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang