Sulit

648 34 1
                                    

"Astagfirullah."

Naila hanya mampu berdiam, dia belum siap untuk menerima kenyataan. Padahal Siska sudah menceritakan semuanya kepada Naila tentang lelaki yang akan menjadi calon imamnya. Namun, malam ini membuat semuanya akan hancur.

Kondisi Naila yang frustasi, dia tak kuat untuk sekedar melangkahkan kakinya. Akhirnya Wildan membantu Naila berjalan, tetapi sebelumnya Dito berusaha untuk membantu Naila berjalan namun ditepis oleh Naila.

Naila sungguh hancur.

Kehancuran yang akan menanti kehidupan Naila setelah kepergian Zahra. Naila merosot di sofa yang ada di ruang keluarga, pikirannya sungguh sulit untuk berpikir jernih.

Naila juga sudah menangis, begitupula dengan Siska yang semakin menangis. Dia lebih syok daripada Naila, karena Naila yang sudah curiga tentang semuanya sejak awal.

"Nai! Ini ada apa? Kenapa Dito ada di sini?" kata Siska yang kelihatan sedang frustasi, seringkali dia mengusap wajahnya agar lebih tenang.

"Siska." Naila hanya dapat berbicara, tetapi tak dapat meneruskan kata. Dia bingung akan memberi tahu apa kepada Siska, sedangkan dia sama-sama terkejut.

"Shuttt....." Wildan memerintahkan untuk kami semua diam. Aku, Mas Dito, dan Siska tak ada yang berbicara satu pun.

"Biar gua yang jelaskan sedikit." Wildan memulai pembicaraan, tetapi Naila hanya mampu menunduk tak berani menatap wajah Mas Dito maupun Siska.

Naila tahu kalau Siska seringkali bergantian memandang Mas Dito dan Naila. Mungkin dia yang lebih terkejut, tetapi Naila tidak salah.

"Nanti setelah itu, biar kalian yang bebas untuk bermasukan," kata Wildan, Naila masih terdiam.

"Jadi....." Namun ucapan Wildan terhenti, karena suara dari yang sejak tadi hanya diam.

"Biar gua, Wil." Mas Dito memulai berbicara.

"Sejak saat saya pergi ke Turki untuk melanjutkan study, saat itu saya bertemu dengan Siska. Singkat cerita, saya dan Siska akhirnya menjalin hubungan. Namun, saya sangat membenci pengkhianatan dan menganggap kejadian 4 tahun yang lalu adalah perpisahan." Dito hanya berbicara sedikit, akhirnya diam. Beberapa kali Naila melihat kalau Siska ingin menyela, berbeda dengan Naila yang bingung memikirkan kehidupannya yang rumit.

Sulit, itu bagi Naila. Mengapa semuanya menjadi rumit? Naila tak sanggup jika harus kehilangan seorang sahabat lagi.

"Itu alasan saya Nai, itu juga masa lalu saya yang terjadi 4 tahun yang lalu," ucap Mas Dito, Naila hanya diam.

"Mungkin kamu selalu bertanya tentang masa lalu saya, dialah yang sudah menghancurkan hati saya hingga bertemu dengan kamu membuat saya berani untuk memulai lagi," lanjut Mas Dito. Namun, Naila masih diam tak ingin berkata apapun.

"Dito, kamu dengan mudah melupakan aku?" tanya Siska memberontak. Dia cukup frustasi, padahal memiliki impian untuk menikah dengan Dito.

"Dito, aku ke sini untuk bertemu kamu. Lalu, kamu malah sudah menikah dengan sahabat aku sendiri?" tanya Siska. Tangannya menunjuk ke arah Naila yang hanya mampu menunduk.

"Untuk apalagi, Siska? Semuanya telah selesai sejak 4 tahun yang lalu. Seharusnya kamu tidak ada hak untuk melarang saya menikah. Tentunya saya bebas memilih pendamping hidup saya." Dito berkata sangat menyakitkan kepada Siska.

"Aku nggak bisa nerima, apalagi kamu menikah dengan Naila. Kamu tahu kan kalau Naila itu sahabat aku?" ujar Siska masih dengan pendiriannya.

"Apanya yang tidak berhak?" tanya Wildan yang dari tadi hanya diam.

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang