11. Ikrar Suci

1.2K 70 17
                                    

Happy Reading💜
*
*
*

Dua jam aku berada di dalam ruangan yang bernuansa serba putih, aroma bunga mawar sangat tercium di dalam ruangan ini. Entah sejak kapan jantungku sudah berpacu dengan cepat. Rasanya waktu begitu cepat berlalu. Baru saja hari tadi aku menangis di dekapan mama karena perpisahan antara anak dan orang tua. Secara tidak langsung, tanggung jawab papa kini telah berpindah ke sosok yang telah menjadi suami.

Ya, pagi tadi baru saja aku melakukan akad yang menunjukkan ikrar suci menuju bahtera rumah tangga. Harapanku banyak, namun aku hanya ingin selalu terjalin kebersamaan. Masalah mencintai? Biarlah waktu yang menjawab.

Mengingat suara lantang yang lancar, membuat air mataku runtuh seketika. Kini, bakti dan surgaku telah berada di suami. Rasanya aku tak percaya, tapi ini benar-benar nyata.

"Saya terima nikahnya Naila Salsabila binti Muhammad Zaki dengan mahar tersebut tunai."

Suara tegas itu membuatku merasakan terbang ke udara, apalagi ketika terdengar kata "Sah" terucap dari banyak orang. Begitu sangat sedih rasanya melepas masa lajang menjadi seorang istri. Aku takut dipertanyakan tentang baktiku kepada sang suami.

Suara merdu Pak Dito yang membacakan surah Ar-Rahman sebagai mahar pun membuat pipiku merona. Bulu kuduk seketika berdiri ketika mendengar ayat demi ayat terlontar dari bibir lelaki itu. Mungkin akan menjadi idaman untuk pasangan yang saling mencintai. Tetapi, apa kabar denganku yang rasa cinta pun belum ada. Apalagi di hari pertama menjadi pasangan suami istri, seharusnya dua insan berada dalam situasi romantis. Namun, tidak dengan pernikahanku. Tadi, sehabis shalat maghrib Pak Dito meminta izin untuk pergi ke rumah sakit karena ada pasien dalam keadaan kritis. Mau tak mau aku harus menerima risiko ini.

Tidak seharunya juga aku harus mengharapkan lebih dalam pernikahan tanpa cinta ini. Apa yang harus diharapkan dua insan ketika hari pertama pernikahan? Malam pertama? Tidak! Jangan mengharapkan itu, jelas-jelas aku tidak mencintainya, begitupun dengan dia yang tidak mencintaiku.

Masih dengan berbaring, aku sedikit melirik jam yang tergantung di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 Wib, mungkin aku harus tidur duluan. Rasa kantuk pun sudah tidak dapat kutahan, tapi dosa kah jika seorang istri harus tidur terlebih dahulu?

Aku melihat handphone yang berada di nakas, tak ada notifikasi dari dosen killer itu. Tidak taukah jika aku khawatir? Etss, kenapa juga aku harus khawatir? Semua hal yang bersangkutan dengan dosen killer itu membuat banyak sekali pertanyaan.

Zahra
Nai, lu ga ngampus?

Ternyata ada pesan dari Zahra. Memang, aku tidak memberi tahu teman-teman tentang pernikahan yang kujalani ini. Aku pun melarang Pak Dito untuk mempublikasikan tentang pernikahan ini di area kampus. Bukan tanpa alasan, aku hanya menghindar dari omongan yang akan membuatku sakit hati. Apalagi, Pak Dito dikenal dengan dosen yang memiliki ketampanan bak pangeran. Tentunya akan menjadi incaran para mahasiswi di kampus.

Anda
Gua tadi lagi ada acara keluarga

Zahra
Tumben ga ngasih kabar

Anda
Udah kok, langsung

Zahra
Busyettt, berani sekali lu

Anda
Haha

Zahra
Tapi besok ngampus kan? Ada presentasi

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang