Ada Apa? (2)

944 43 0
                                    

Tak terasa, sudah enam bulan Pak Dito dan Naila menjalani pernikahan. Sudah banyak perubahan dalam pernikahan mereka berdua, banyak rahasia yang sudah diketahui masing-masing.

Terutama Pak Dito yang lebih banyak lagi mengetahui tentang Naila, begitupun dengan Naila yang banyak terkejut dengan diri Pak Dito yang masih belum banyak diketahuinya.

Bahkan Pak Dito berbeda jauh ketika berada di kampus, kecerewetan selalu saja ditunjukkannya kepada Naila. Apapun yang dilakukan Naila selalu harus diketahui oleh laki-laki sebagai suaminya itu.

Pernah saat itu, Naila ada kegiatan di kampus hingga pukul 10 malam. Salahnya Naila lupa kalau dia tidak membawa handphone, Pak Dito yang ada di rumah merasakan khawatir. Namun, saat Pak Dito menghubungi Naila tak ada jawaban darinya membuat Pak Dito semakin khawatir.

Akhirnya ketika Naila baru saja pulang, dia dikejutkan dengan kehadiran Pak Dito ketika di gerbang kampus. Sorot lampu mobil menganggu pandangan Naila, Naila berjalan lebih pinggir agar tak menghalangi laju mobil itu. Namun, mobil itu malah berhenti dan kaca mobil terbuka menampilkan wajah Pak Dito yang memasang wajah sorot emosi.

"Masuk!" titahnya dengan dingin.

Naila langsung saja terburu-buru Masuk masuk agar tak menambah lagi marah Pak Dito. Setelah Naila memasang sealbelt, Pak Dito melajukan mobilnya dengan pelan. Tak ada percakapan diantara keduanya untuk beberapa menit. Hingga suara Pak Dito memecah keheningan.

"Kenapa pulang malam?" tanya Pak Dito tanpa mengalihkan pandangannya dari fokusnya menyetir.

"Aku ada kegiatan, lupa kabarin karena lupa bawa handphone," jawab Naila pelan, bahkan suaranya seperti tercekit.

"Lain kali tidak usah membuat orang lain khawatir, sebelum berangkat harus teliti dengan barang bawaan!" tegasnya dan langsung mengelus tangan Naila yang agak sedikit gemetaran.

"Maafin aku, mas."

Naila tertunduk lemas, dia merasa bersalah karena telah membuat suaminya marah.

"Lagipula ngapain mahasiswi pulang lebih malam daripada dosennya?" kata Pak Dito dengan suara yang lebih ramah. Pak Dito dapat mencairkan suasana agar lebih nyaman kembali.

"Ada acara organisasi, tadi dadakan rapat sampai malam," jawab Naila sambil menatap suaminya, mereka sempat bertatapan walau beberapa detik.

"Tidak usah takut, saya tidak marah kok," ucap Pak Dito dengan tersenyum.

"Terima kasih, mas," jawab Naila dengan pelan.

"Saya kalau khawatir seperti itu, Nai. Apapun saya lakukan, saya susah mikir, saya teleponin kamu, bahkan lupa kalau mungkin handphone kamu ada di dalam kamar," cerita Pak Dito membuat Naila tersenyum bahagia.

"Kamu sudah makan?" tanya Pak Dito sambil mengalihkan pandangannya menatap wajah Naila.

"Belum," jawab Naila sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Mau beli makanan atau dimasakin?" tanya Pak Dito.

"Masak sendiri," jawabnya dengan tersenyum. Bahkan jawabannya tak ada diantara kedua pilihan dari Pak Dito.

"Kamu capek, Nai. Aku kasih dua pilihan itu."

"Beli aja."

"Yasudah."

"Mau beli apa?"

"Aku lagi pengen soto kuning."

Tanpa ada balasan lagi, akhirnya Pak Dito memarkirkan mobilnya di penjual sato kuning. Dia memesan sato kuning sesuai orang yang berada di rumah.

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang