Menyesal

1.1K 53 0
                                    

Sebenarnya Dito sudah marah besar saat mengetahui kalau Naila ternyata ikut pengajuan beasiswa. Kesalnya lagi kalau ternyata dia lolos. Berkas itu sudah berada di tangan Dito, dia mendapatkannya saat para dosen mengadakan rapat untuk keberangkatan mahasiswa dan mahasiswi yang lolos.

Dengan tidak rela, Dito tidak akan pernah mengizinkan Naila untuk pergi. Dia sempat berbicara dengan rektor kampus tersebut perihal pengajuan beasiswa Naila.

Dia melihat nilai-nilai Naila yang cukup tinggi, pantas saja dia lolos. Tetapi, mengapa Naila mengajukan beasiswa? Apakah dia menginginkan berpisah dengannya? Tidak, demi apapun juga Dito tak akan pernah melepaskan Naila. Dia harus segera melakukan sesuatu, dengan cepat dia mengendarai mobilnya menuju apartement.

Ternyata kosong.

Kemana perginya Naila? Padahal kampus sedang free sistem pembejalaran. Tidak mungkin kalau Naila pergi ke rumah orang tuanya, dia selalu mengajak Dito kalau ingin berkunjung ke rumah orang tuanya.

Satu jam Dito masih menunggu, dia frustasi dengan kenyataan yang ada.

Tak lama, dia medengar pintu apartement yang terbuka. Tanpa dilihat saja sudah dipastikan kalau itu Naila. Dengan marahnya Dito mengebrakkan berkasnya, dia kebablasan membentak Naila. Bahkan mungkin karena hal lain, akan membuat Naila membenci dirinya.

Dia telah melanggar perjanjian itu.

Sungguh malang nasib Dito. Dia pasti akan dibenci oleh Naila setelah ini. Dia tidak berhenti-henti untuk menggedor pintu kamar Naila, namun nihil. Tidak ada sahutan dari arah dalam.

Ah, sial. Ini karena ulahnya yang tidak dapat menahan emosi. "Saya minta maaf, Sa," Dito mengucapkannya dengan berteriak. Dia mengacak-acak rambutnya saking frustasi.

"Saya menyesal, Sa," ujarnya lagi. Dia tidak lelah untuk meminta maaf kepada Naila, dia bersalah karena telah melanggar perjanjian itu. Dia sungguh tidak dapat menahannya lagi, apalagi emosi yang sangat memburu.

Dia mencintai Naila.

Apakah itu benar? Mengapa dengan kabar kepergian Naila membuat dia begitu frustasi? Jujur, Dito tidak ingin berpisah dengan Naila. Percuma saja, mungkin kini Naila sudah membencinya dengan tidak mau melihat wajahnya lagi.

Dia menyerah, akhirnya Dito memasuki kamarnya. Dia membenahi dirinya yang terlihat acak-acakkan. Dia butuh berendam untuk malam ini.

💊💊💊

"Kamu mau kemana?" tanya Dito saat melihat Naila keluar kamar dengan membawa koper.

"Mau pulang," ketusnya tanpa ingin melihat wajah Dito.

"Kita bisa bicarakan baik-baik, Sa," cegah Dito dengan memegang lengan Naila, tak lama dihempaskan oleh pemiliknya.

"Kita bicarakan dulu yah?" bujuk Dito.

Dia harus sabar.

Pasalnya, Naila masih terbilang belia. Jadi wajar kalau pemikirannya masih labil. Dito harus dituntut untuk dapat memahami tentang sikap Naila yang masih kekanakkan.

"Sebelumnya, aku minta maaf karena sudah kebablasan," ucapnya sambil memegang tangan Naila, dia membawa Naila duduk di sofa yang menghadap televisi.

"Bukan hanya itu!" tegas Naila, dia begitu terlihat murka kepadanya.

"Iya, Sa. Aku juga minta maaf karena sudah membentak kamu. Aku terlanjur emosi," lirihnya masih mengenggam tangan Naila itu.

Naila hanya mampu terdiam, dia tak ingin memaafkan Dito. Mamah dan Papahnya saja tidak pernah sekalipun membentak dirinya, kecuali saat tentang perjodohan mereka. Bahkan, Bang Reza pun selalu menyayangi Naila. Dia begitu terhindar dari kata kasar yang menggunakan nada tinggi.

"Aku minta maaf, Sa," ucapnya dengan lembut, "Kamu bisa meminta apapun sebagai hukuman," kata Dito. Bahkan, dia tidak menyadari dengan gaya bahasanya yang telah berubah. Dia hanya ingin memperlakukan istrinya dengan lembut.

"Benar?" ujar Naila. Ucapannya itu begitu polos, dia sangat ingin memeluk tubuh mungil itu.

"Iya, saya janji," kata Dito dengan cepat.

"Bapak bisa sih tidak usah formal! Tadi sudah bagus pakai kata aku, sekarang jadi saya lagi," rajuk Naila dengan cemberut. Dia memanyunkan bibirnya khas seperti anak kecil yang sedang marah.

"Di kampus dan di rumah serasa tinggal sama dosen," ucap Naila, dia kesal.

"Kan saya memang dosen kamu," ujar Dito, dia membenarkan dirinya yang sebagai dosennya Naila.

"Tapi....," ucapannya terhenti.

Dito menaik-turunkan alisnya, menandakan kalau dia masih menunggu ucapan yang akan dilontarkan Naila.

"Apa?" tanya Dito.

"Enggak," ujar Naila.

💊💊💊

Jazakumullah Khairan🙏😇

Terima kasih yang sudah baca cerita aku hhe:) Aku sayang kalian loh, kalian sayang aku ga?:v

Jangan lupa baca, vote, and coment guys👌
@Ermawati667

#Jumat
#30Oktober2020
#00:16Wib

Jodoh Terbaik (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang