awal dari segalanya

800 95 33
                                    

"Sudahlah, aku nggak peduli lagi sama masalah ini. Anggap saja tidak ada. Hubungan ini juga." Tekannya diakhir kalimat.

Halilintar keluar tanpa memandang Taufan sedikit pun. Disitulah Taufan merasa dilemma. Dilemma tentang harus senang atau sedih. Disenangnya dia bisa lebih dekat dengan Thorn, tapi sedihnya dia juga masih memiliki perasaan pada Halilintar.





"Menganggap tidak ada, yah?"


































































• • •

"Sudah siap semua??"

Persiapan berangkat para elemental pun telah siap. Keenam orang mengacungkan ibu jari mereka, tanda telah siap.

"Hei, Fang apa kamu nggak ikut?"

Blaze bertanya langsung pada laki-laki berkacamata biru didepannya.

"Kami akan menyusul, tenang saja." Jawabnya sambil tersenyum lembut seolah jawaban tersebut meyakinkan.

"Hah... Baiklah kami akan berangkat, mata ne!" Gempa pun berjalan sambil melambai.

"Mata ne!" Jawab Fang dkk.

Dimulai lah perjalanan panjang para elemental menuju kebenaran sebenarnya.










"Hem... Kalau dilihat di peta ini, akan memakan perjalanan yang pasti ga sebentar." dalam perjalanan Solar membuka gulungan kertas yang biasa dipanggil "peta".

"Ow, aku bahkan baru tau kalau daerah kekuasaan Elemental sebesar ini." Blaze mendekati Solar dan menunjuk tempat yang dimaksudnya.

"Kalau tidak salah peta ini terbagi menjadi 4 bagian, dan ini adalah salah satu bagian peta. Sisanya adalah peta kekuatasaan orang lain, namun dibagi kecil-kecil tak sebesar daerah kekuasaan Elemental." Solar mengelilingi daerah yang dimaksud dengan jari tunjuknya.

"Tapi kamu dapet clue wilayah sana Solar? Nggak mungkin kita asal dateng tanpa petunjuk apapun, itu terlaku riskan." pertanyaan Gempa hanya dijawab senyuman oleh Solar. Dia pun mengeluarkan tablet kesayangannya dan memperlihatkan banyak hal yang membuat semuanya kaget.

"K-kamu dapet semua itu dari mana?" tanya Gempa penasaran plus binggung.

"Drone."

Jawaban singkat itu sudah kucup membuat banyak jawaban terjawab, dan diingat kapan hari Solar menguji coba Drone buatannya di taman belakang Istana. Tak lupa tatapan takjup para pelayan dan penjaga yang ada diatas sana.

Terlihat dari hasil jepretan dan rekaman Solar, salah satu daerah dari Elemental telah berubah menjadi tempat paling ditakuti. Sebab, semua terlihat sunyi, tak berpenghuni, dan lebih menakutkan lagi orang-orang disana nampak membeku, diam tanpa bergerak seinci pun. Ah... Satu daerah saja sudah dibuat pusing. Apa lagi 5 daerah lainnya??

"Damn! Ini semua beresiko." umpat Solar yang melihat ulang rekaman dan potretan darinya dengan lebih teliti.

"Tapi Sol, bukannya tujuan utama kita ke daerah paling ujung?" Ice meluruskan kembali rencana awal mereka.

"Benar, sebaiknya kita kesana dulu!" Thor juga setuju dengan ucapan Ice.

Solar pun mengangguk dan melanjutkan perjalanan dahulu. Dia bersebelahan dengan Halilintar yang memang lebih memilih duluan, lalu dibelakang mereka ada Gempa yang membelakangi Thorn dan Blaze, sedangkan Taufan dan Ice berada 2 meter jaraknya dengan Thorn dan Blaze.

Perjalanan terus berlanjut, Solar dan Halilintar nampak sama sekali tak berbicara, lebih fokus dengan kesibukan masing-masing. Thorn, Blaze, dan Gempa sedikit melepas lelah mereka dengan bercanda kecil. Lalu Ice yang berjalan dengan mengantuk dan Taufan yang selalu melihat bawah.

"Hoi!"

Tersentak kaget, Taufan melompat kecil, lalu mundur. Menatap Ice dengan pandangan yang bermaksud 'apa? Kenapa kau mengagetkan ku?'

Ice menghela nafas. Dia memperlambat jalannya hingga selisih 3 meter dari Thorn dan Blaze, Taufan pun menyamai langkahnya dengan Ice, lalu berjalan seperti orang gapunya tujuan idup.

"Njeng, murung ae tros. Gak usah dipikir lah, kan udah bukan punyamu." gas nya dengan wajah malas.

Taufan yang ketahuan hanya bisa tersenyum pahit. Bagaimana pun dia tetap masih harus menerima takdir dari au- tuhan. Seolah dia merasa bahagia, sampai menaruh senyum terbaiknya saat sedih, tentu saja tidak mempan buat Ice.

"Bodoh! Kau kira senyum bodoh mu bisa buat aku percaya?" Ice memukul kepala Taufan sampai membuat si empu meringis.

"Habisnya... Aku gatau mau gimana." Balas Taufan yang benar-benar menampakkan wajah sedihnya, tangannya mengusap kepalanya yang habis dipukul.

"Curhat kek. Pendem ae terus. Nanti juga depresi baru tau." Ice menutup matanya sampil terus berjalan. Menikmati silir angin di tengah hutan.

Taufan diam. Kata-kata Ice juga ada benarnya. Sudah cukup dia memendam sakitnya dibully sebelum pindah sekolah dan sakitnya tidak dianggap orang sekitannya dulu.

"A... Dia minta akhiri hubungan." Taufan membuka suara.

Ice pun membuka matanya dan menatap Taufan, "bukannya bagus? Hubunganmu dengan Thorn sudah bisa berjalan dengan normal."

"Aku tau... Aku juga mengharapkan hal itu, tapi disisi lain aku juga masih suka Hali-"

Jlepp

Prince of ElementsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang