Jalan-jalan yang berakhir naas

1.3K 110 0
                                    

Antara gugup dan takut untuk menjawab pertanyaan simple itu. Untung saja Halilintar menyadari apa maksudnya.

"Maaf Hali."

~~~

"Untuk apa?"

Solar menatap Halilintar dengan tatapan sendu. Wajah penuh rasa bersalah sedang terpasang jelas.

"Kejadian tadi?" Tanya Halilintar lagi.

Solar mengangguk kecil, dia masih merasa bersalah dengan orang didepannya. Tak dapat dipungkiri, Solar memiliki rasa pada sosok netra ruby didepannya.

Halilintar tersenyum tipis, hal itu tak luput dari pandangan Solar. Dia membuang muka dengan sedikit rona merah. Enggan terlihat mencolok.

"Baiklah, besok kita berdua kesana." Ucap Halilintar lembut.

Solar langsung menatap kembali Halilintar. Senyuman tipis itu dibalasnya pula dengan senyum simpul, lalu diakhiri anggukan.

------

"Hei, kalian hari ini akan keluar?" Tanya Gempa dengan agak khawatir.

Keduanya mengangguk, tanda mereka masih yakin kesana. Dengan pakaian yang sudah diganti, ala-ala orang rantauan. Baju rapi berwarna abu-abu, dirangkap dengan jaket putih orange. Menambah kesan kalau Solar, ialah seorang lelaki pintar, sedangkan pakaian berwarna merah yang di dominasi oleh hitam membuat kesan seorang Halilintar jadi lebih kuat.

"Hei, kalau kau berjalan-jalan dengan iris mata yang begitu, sama saja orang tahu, bego!" Blaze menunjuk iris mata keduanya dengan wajah datar.

"Sapa bilang?"

Solar mengeluarkan sesuatu dibalik jaketnya. Tempat yang berbentuk seperti kacamata. Dibuka wadah itu, lalu mengeluarkan salah satunya.

"Lens contact." Ucap Solar dengan wajah bangga.

"Dari mana kau dapat?" Tanya Taufan dengan binggung.

"Hei, kalian tau assassin yang sedang diburu polisi?" Tanya Solar.

"Ah, yang sudah membunuh 56 pejabat koruptor tanpa jejak itu??" Jawab Thorn dengan polos, dan mengingat-ngingat berita dulu, saat mereka masih tinggal didunia seberang.

"Yaudah, itu aku." Balas Solar enteng.

Semua, kecuali Halilintar dan Thorn menatap Solar dengan tatapan ngeri. Bahkan pelayan yang disana juga begidik.

"Hei, bilang saja kau dan Thorn ialah pelakunya." Halilintar mencubit pinggang Solar dengan kencang.

"Woy, ya, ya. Aku tau, tapi itu sudah berakhir. Aku hanya nggak suka liat orang makan duid negara. Ya kan, Thorn?" Sahut Solar dengan wajah dingin.

Thorn tertawa lepas, membuat yang lain juga menoleh. Sampai bahkan harus memegangi perutnya yang terasa sakit akibat tertawa berlebih.

"Ahaha, seru banget! Thorn menikmati masa itu!" Thorn masih setia tertawa disela berbicara.

Taufan, Gempa, Blaze, dan Ice malah begidik melihat wajah polos Thorn. Mencoba membayangkan yang baru saja diceritakan.

Prince of ElementsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang