Lawve - 23

436 42 22
                                    

Indera penciumannya terasa pedar. Namjoon tidak pernah betah berlama-lama di rumah sakit, apalagi mengingat dirinya pernah mendapat kenangan tidak menyenangkan ketika opname, dulu. Tentu dengan kejadian yang Seokjin alami, semakin menambah buruk image bangunan tersebut di mata Namjoon.

Membelah koridor, jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam ketika sang Asisten Jaksa melintas, melewati lobi berlantai pualam. Ujung hidungnya berkerut lesu mencium aroma disinfektan yang membuat pusing sepanjang jalan.

Mencoba abai terhadap telisik kagum beberapa perawat muda yang mencuri pandang, Namjoon memutuskan untuk menutup panggilan telepon dan segera memasukkan gawai ke dalam saku.

Sial.

Namjoon gusar bukan kepalang.

Perbincangan singkatnya barusan dengan seseorang melalui jaringan telepon membuat ia tersadar akan sesuatu.

Pastinya, ini bukan hal baik yang ia temukan.

Tapi, apakah benar yang baru saja didengar melalui pihak ke-tiga itu adalah sebuah kebenaran?

Terburu-buru langkah kaki membawa tubuh tegap menuju lift penumpang. Sembari memicing, Namjoon menekan kuat tombol lift dan menunggu tidak sabar sampai suara denting mengantar kesadarannya kembali.

Aku harus memastikan sendiri hal ini, pikir Namjoon, dan bersamaan dengan itu, tubuh miliknya menghilang dibalik pintu lift yang menutup rapat.

.
.
.

"Hyungnim,"

Alunan instrumen tembang lawas mengantar siluet jangkung menuju meja di sudut ruang. Hanya ada segelintir orang yang menoleh karena sapaan tersebut, sisanya tetap sibuk menyesap minuman dari tatakan porselen masing-masing.

"Jung Hoseok,"

Sang empunya nama tersenyum manis ketika namanya disebut. Tapi tetap saja hal itu tidak menjadikan kadar kesal Yoongi menyurut hanya karena seutas senyum.

"Terima kasih sudah bersedia menungguku, Hyung," kunci mobil Hoseok menari di jemari, menggeser papan meja kecil berukirkan angka lima.

Yoongi tidak merubah air muka ketika Hoseok menilik mata diam-diam.

Dua puluh menit lebih sepuluh detik, ya, pria yang lebih tua menghitung dalam hati, dan bersamaan dengan map file yang ditutup, ia mempersilahkan Hoseok duduk di hadapan.

"Terima kasih juga sudah membuatku menunggu, Jung Hoseok. Tidak apa-apa, aku sudah paham sekali aktivis sosial sepertimu sangat sulit untuk ditemui."

Hoseok tertawa renyah mendengarnya. "Aku minta maaf padamu, sungguh. Ada eks. klien datang ke rumah, mau tidak mau aku berbasa-basi dulu dengannya sebelum pergi menemuimu."

Dengus Yoongi seolah menyemburkan api tak kasat mata. "Kebiasaan. Dari dulu selalu saja memikirkan orang lain daripada diri sendiri. Tidak bisa bilang tidak pada setiap orang yang memohon bantuanmu?"

"Mudah mengatakan, tapi sedikit sulit untuk mempraktekannya," Hoseok memiringkan sudut bibir, "ーkau tau sekali bagaimana aku, Yoongi-hyung. Namun itu bukan yang terpenting sekarang," ujarnya santai. "Kau lupa, ada yang lebih jauh terlambat daripada aku?"

Berdecak tipis, Yoongi menghela napas pasrah. Sudah habis pikirnya jika mengomeli Hoseok. Karena pada kenyataannya pun, tokoh utama yang dinanti belum kunjung menunjukkan batang hidung hingga saat ini.

"Namjoon jarang sekali seperti ini jika sudah membuat janji," bisik Yoongi lebih kepada diri sendiri.

Tangan pucatnya mencoba merogoh gawai dalam saku, Hoseok melepas jaket dan ternyata ia mendengar gumaman serak Min Yoongi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LAWVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang